SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sukoharjo (Espos)–Komisi I DPRD kabupaten Sukoharjo menemukan banyak desa yang membuat surat pertanggungjawaban (SPj) fiktif untuk mempermudah pencairan alokasi dana desa (ADD).

Hal itu berdasarkan hasil inspeksi mendadak (Sidak) yang dilakukan Komisi I. Berdasar pantauan, Sidak yang dilakukan Komisi I pada awalnya untuk memeriksa kelancaran pencairan ADD. Pasalnya, berdasar informasi yang diterima Komisi I banyak desa yang hingga saat ini belum menerima bantuan ADD secara utuh. Tak hanya itu, ada sejumlah desa yang bahkan belum menerima dana tersebut sama sekali. Belum beresnya APB desa (APB-des) serta SPj ditengarai menjadi penyebab puluhan desa di Kota Makmur tidak bisa menikmati bantuan tersebut dengan lancar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ada dua desa yang dikunjungi Komisi I pada Kamis (12/11). Pertama, Desa Sidorejo dan kedua Desa Mertan. Pada Sidak pertama, pihak desa menjelaskan bahwa saat ini mereka baru menerima bantuan ADD tahap kedua. Sementara pada pemeriksaan kedua, pihak Desa Mertan mengaku belum menerima dana ADD meski yang tahap awal.

Kepala Desa (Kades) Mertan, Warsini menjelaskan, sampai sekarang wilayahnya belum menerima ADD sama sekali. Akibatnya untuk sejumlah operasional desa, misalnya operasional PKK, pihak desa terpaksa menalangi dulu.

Anggota Komisi I, Agus Sumantri mengatakan, sangat berisiko apabila Desa Mertan belum menerima bantuan ADD sama sekali. “Sekarang ini kan sudah masuk November. Sementara setahu kami, dana ADD tidak dicairkan sekaligus oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) melainkan bertahap yaitu sampai tiga kali. Tahap pertama turun 30%, kedua 40% dan terakhir 30% lagi,” ujarnya.

Agus menambahkan, apabila satu bulan sebelum tahun berakhir ADD tahap pertama belum juga bisa dicairkan, lantas kapan ADD tahap kedua dan ketiga bisa dicairkan.

Sekretaris Desa (Sekdes) Mertan, Sunardi mengatakan, ADD tahap pertama kebanyakan digunakan untuk honor karyawan maupun panitia kegiatan. “Untuk kegiatan fisik contohnya, meski baru kami laksanakan dengan menggunakan ADD tahap ketiga, namun honor kami ambilkan di ADD tahap pertama agar mudah pembuatan SPj-nya,” jelas dia. Selanjutnya apabila SPj pertama sudah beres, perangkat desa Mertan tinggal mengambil ADD yang kedua.

Usai mendengar penjelasan Sunardi, bukannya mengerti sejumlah anggota Komisi I malah memberi kecaman. Seorang anggota Komisi I, Sunarno menegaskan, tidak benar apabila desa sudah memberikan honor untuk panitia kegiatan sementara kegiatannya sendiri belum dilaksanakan. “Meski tujuannya untuk mempermudah pencairan ADD tahap kedua, namun hal itu tidak boleh dilakukan,” ujarnya.

Mendapat kecaman, Sunardi menjelaskan, hal yang sama sudah pernah pihaknya lakukan pada 2007 lalu. Bahkan desa-desa yang lain juga melakukan hal yang sama dengan tujuan mempermudah pencairan ADD.

Menanggapi Sunardi, Agus Sumantri mengatakan, SPj yang dibuat Mertan adalah SPj fiktif. Entah kegiatan nantinya dilaksanakan ataukah tidak, SPj yang melaporkan kejadian tidak sebenarnya bakal tetap dipersalahkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sekretaris Komisi I, Syarif Hidayatullah menegaskan, pihaknya menyayangkan sejumlah persoalan yang menyebabkan pencairan ADD tidak bisa lancar. Begitu pula dengan temuan SPj fiktif yang menurut dia merupakan masalah serius yang akan diperdalam lagi Komisi I ke depan.

aps

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya