SOLOPOS.COM - Firdaus Cahyadi (JIBI/SOLOPOS/Ist)

Firdaus Cahyadi,
Knowledge Manager for Sustainable Development OneWorld-Indonesia
(JIBI/SOLOPOS/Ist)

Agama bukan hanya persoalan ritual ibadah di masjid, gereja, pura, wihara dan tempat ibadah lainnya. Agama mengajarkan kepada pemeluknya agar memiliki tanggung jawab sosial. Jika agama gagal mewujudkan tanggungjawab sosial, bukan tidak mungkin spirit agama tersebut di masyarakat sejatinya telah mati.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Persoalan kemiskinan adalah persoalan sosial yang harus menjadi perhatian institusi agama. Di Indonesia, kemiskinan adalah masalah yang harus segera diselesaikan. Bahkan di Jakarta, kota tempat presiden, wakil presiden dan wakil rakyat berkantor, kemiskinan dapat dilihat secara nyaris telanjang. Ini seperti yang ditulis Ketua Forum Warga Kota (Fakta), Azas Tigor Nainggolan, dalam makalahnya untuk lokakarya hak asasi manusia (HAM) di Jakarta beberapa waktu silam.

Dalam makalah itu dituliskan tentang seorang ibu yang memilih bunuh diri karena kemiskinan yang melilit hidupnya. Ibu itu bunuh diri bersama dua anaknya. Bunuh diri itu dilakukan dengan membakar diri di rumahnya di daerah Koja, Jakarta Utara. Menurut isi surat yang ditulis dan ditinggalkan pada suaminya yang betnama Mahfud, sang ibu dua anak itu mengungkapkan dia sudah tidak tahan lagi menanggung kemiskinan hidup dan melihat penderitaan anak mereka.

Di negeri ini, kemiskinan seperti sebuah lingkaran setan. Orang menjadi miskin salah satu sebabnya karena tidak sekolah, namun sebaliknya karena miskin seseorang tidak bisa sekolah. Suka tidak suka lingkaran setan itu harus diputus. Agama melalui lembaga-lembaga pendidikannya memiliki peran untuk memutus lingkaran setan kemiskinan itu.
Jika demikian halnya, pertanyaan berikutnya adalah apakah selama ini sekolah-sekolah yang memakai label agama telah ikut berperan dalam mengentaskan kemiskinan melalui pendidikan?

Salah satu sekolah yang berlabel agama di kawasan Jakarta Timur dapat dijadikan contoh untuk menguji sejauh mana komitmen sekolah berlabel agama terhadap pengentasan kemiskinan. Sekolah itu menyelenggarakan pendidikan sejak dini, dari kelompok bermain (KB) hingga sekolah menengah pertama (SMP).

Selain memakai label agama, sekolah itu juga mengklaim sebagai sekolah hijau (green school). Sebuah perpaduan label yang menarik untuk dijual. Sekolah yang berbasiskan nilai-nilai religius dan ramah lingkungan hidup. Lantas bagaimana dengan biaya pendidikan di sekolah tersebut?

Untuk tingkat kelompok bermain, sekolah itu mematok biaya sekitar Rp 10 juta pada tahun pertama, termasuk uang pangkal, uang sekolah dan biaya lainnya. Biaya pendidikan pun semakin mahal seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Untuk tingkat SMP, sekolah itu mematok biaya kurang lebih Rp 15 juta.

Bagaimana biaya pendidikan di sekolah lainnya yang juga berlabel agama? Di situs keluargacerdas.com dituliskan beberapa sekolah di kawasan Jakarta yang mematok biaya pendidikan selangit, termasuk di dalamnya sekolah yang memakai label agama.

Untuk jenjang kelompok bermain, sekolah mematok biaya antara Rp 3 juta–Rp 7 juta untuk uang pangkalnya. Sementara untuk uang sekolah setiap bulan bisa mencapai Rp 400.000-Rp 800.000. Seperti pola pada umumnya, biaya sekolah akan semakin mahal seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Untuk tingkat SMA misalnya, biaya pendidikannya berkisar Rp 22 juta.

Melihat tingginya biaya pendidikan di sekolah-sekolah yang berlabel agama tersebut, timbul pertanyaan apakah warga miskin dapat menikmatinya? Hal ini penting untuk dilihat karena setiap agama mengajarkan pemeluknya agar senantiasa berpihak kepada kelompok miskin. Islam secara jelas mengecam para pemeluknya yang tidak peduli terhadap kepentingan orang miskin sebagai pendusta agama.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pengeluaran kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan atau garis kemiskinan non makanan (GKNM) di Jakarta pada 2010 senilai Rp 117.682 per bulan. Dari angka ini jelas terlihat bahwa warga miskin di Jakarta tidak akan mampu menikmati pendidikan yang ditawarkan oleh sekolah-sekolah yang memakai label agama tersebut.

Keluarga dari kelas sosial menengah-atas di Jakarta yang orang tuanya memiliki pendapatan setidaknya Rp 5 juta per bulan pun belum tentu mampu menikmati pendidikan “bermutu” dari sekolah-sekolah yang berlabel agama tersebut. Anak-anak yang berasal dari keluarga kelas sosial menengah-bawah sudah pasti harus berada di luar pagar sekolah-sekolah yang berlabel agama itu.

Memang tidak semua sekolah yang memakai label agama mematok biaya pendidikan yang mahal seperti tersebut di atas. Namun, setidaknya terdapat fakta ada beberapa sekolah berlabel agama yang telah menutup pintu bagi kelompok miskin melalui instrumen biaya pendidikan di sekolah tersebut.

Komoditas
Artinya, mulai muncul sebuah paradigma di sekolah-sekolah yang berlabel agama itu bahwa pendidikan adalah sebuah komoditas yang bisa diperjualbelikan untuk memupuk keuntungan. Jika kecenderungan ini dibiarkan, agama akan sekadar dijadikan label dagang, bukan sebuah jalan hidup untuk memberikan rahmat bagi kemanusiaan.

Dijadikannya agama menjadi sekadar label dagang tentu sangat membahayakan. Spirit agama yang mampu menjadi rahmat bagi masyarakat pun pudar. Sebagian sekolah-sekolah dengan label agama seperti berubah wujud menjadi perusahaan-perusahaan yang didirikan untuk memupuk laba, tanpa sebuah tanggung jawab sosial.

Pilihannya mungkin hanya dua. Pertama, lembaga-lembaga pendidikan berlabel agama itu tetap memakai label agama tapi melaksanakan tanggung jawab sosialnya dengan memberikan porsi khusus bagi murid dari kalangan keluarga miskin. Kedua, lembaga-lembaga pendidikan itu tetap mengenakan biaya sekolah yang tinggi untuk memumpuk laba tapi melepaskan label agama. Agama terlalu mulia jika menjadi sekadar label dagang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya