SOLOPOS.COM - Suwarmin, Wartawan SOLOPOS

Suwarmin, Wartawan SOLOPOS

Apakah ada hubungan antara Ujian Nasional (UN) dengan praktik korupsi yang membudaya di negeri ini? Jawabannya bisa macam-macam. Pertama, sejumlah pihak termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri dugaan korupsi pada penyelenggaraan UN tahun ini.

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Indikasinya, perusahaan pemenang tender pencetakan naskah UN untuk SMA/MA/SMK ternyata tidak mampu mencetak naskah dan mendistribusikannya. Akibatnya, 11 provinsi terpaksa terlambat menyelenggarakan UN untuk SMA dan yang sederajat. Ini sangat ironis dan baru kali ini terjadi.

Konon, kalau benar ada praktik korupsi pada penyelenggaraan UN tahun ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh akan mundur. Bagi Mendikbud, kesemrawutan UN tahun ini tidak cukup untuk membuatnya mundur. Ya, dia memang seperti manusia pada umumnya, mencintai jabatan dan kehormatan, tak peduli hasil kerja berantakan dan merugikan banyak orang.

Kedua, UN mengajari pelajar kita untuk bersikap tidak jujur, berperilaku korup. Ada pihak sekolah yang mengebiri semangat belajar siswanya dengan memberikan lembar jawaban UN sebelum pelaksanaan UN. Laporan yang diterima Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI) di Jakarta, pertengahan April lalu, menyatakan masih banyak laporan kelalaian pelaksanaan UN, seperti sekolah membantu siswa mengerjakan dan membocorkan soal dan jawaban UN. Modusnya bisa dimulai dari keterlambatan soal, kekurangan soal atau naskah soal UN yang tertukar.

Pihak sekolah memang berkepentingan agar siswa lulus 100% dalam UN. Sekolah tidak mau dicap sebagai sekolah gagal lantaran banyak siswanya tidak lulus UN. Ada juga karena alasan kasihan. Para guru merasa iba jika ada siswa yang masa depannya tidak jelas hanya gara-gara tidak lulus UN. Itulah sebabnya dalam setiap penyelenggaraan UN, segala praktik kecurangan UN kita dengar. Tak peduli lembar jawaban komputer (LJK) sudah diberi barcode, praktik kecurangan tetap mungkin dan bisa dilakukan.

Jadilah para pelajar generasi masa depan bangsa itu belajar bahwa ketidakjujuran bisa dilakukan demi meraih keberhasilan. Jangan-jangan, tingginya angka korupsi di negeri ini, tingginya peringkat korupsi Indonesia dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia, lantaran sikap tidak jujur yang disemai sejak anak-anak bersekolah.

Ketiga, ini yang tak kalah mengherankan. Pemerintah menjaga naskah UN lebih serius daripada mengamankan tersangka tindak pidana korupsi. Inilah salah satu kehebatan bangsa kita ini. Untuk menjaga agar naskah UN tidak bocor, tidak dicolong orang, pemerintah menyertakan polisi bersenjata lengkap untuk mengamankan. Seekor anjing jenis pitbull terpampang di halaman depan harian ini, Minggu (5/5). Anjing ini bertugas mengendus para penyolong naskah UN. Potret keseriusan yang luar biasa dari pemerintah untuk mengamankan UN.

Mulai hari ini, anak-anak kita yang duduk di kelas VI SD berjibaku mengerjakan UN. Saya bisa menjamin, tak ada satu pun dari peserta UN hari ini yang kemarin atau tadi malam berusaha mencari colongan naskah UN. Saya juga tidak yakin, ada satu-dua orang yang mengadu nasib mencuri lembar soal dan jawaban UN lalu diperjualbelikan. Saya justru khawatir, kalau toh ada kebocoran soal, para pemilik akses soal UN dari hulu sampai hilir berada di balik kebocoran itu.

 

Krisis Kepercayaan

 

Pengamanan naskah UN yang berlebihan adalah cermin bahwa pemerintah percaya naskah UN akan bocor jika tidak dijaga. Kemendikbud rupanya percaya, tak ada yang bisa dipercaya di negeri yang sarat korupsi ini. Jangan-jangan, mahalnya biaya penyelenggaraan UN, terjadi karena krisis kepercayaan, yang berimbas pada ketatnya pengamanan naskah UN. Dengan biaya penyelenggaraan UN yang mencapai Rp543,4 miliar, anggaran ini setara dengan Rp39.000 untuk 14 juta siswa peserta UN. Tentu sulit mencari laporan secara terbuka dan transparan, berapa biaya yang dibutuhkan untuk pengamanan naskah UN.

Ujian dengan mendewakan soal pilihan ganda akan selamanya memungkinkan orang mencari celah bocoran. Ujian semacam ini juga tidak mengajari siswa menajamkan analisis. Dengan sedemikian pentingnya UN bagi siswa, ironis jika kelulusan sangat ditentukan oleh tiga hari ujian pilihan ganda.

Pendidikan yang mendewa-dewakan UN mereduksi peran sekolah dari tugas mulia sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran baik mental spiritual maupun keilmuan, menjadi sekadar tempat latihan mengerjakan soal. Siswa pada tahun terakhir di SD, SMP dan SMA atau sederajat, lebih banyak berlatih mengerjakan soal-soal bertipe UN. Mata pelajaran lain non-UN yang sebenarnya tidak kalah penting bagi siswa, kurang diperhatikan.

UN seperti ini hanya mementingkan pada fungsi kognitif siswa. Apalagi dengan tuntutan sebagai alat kelulusan serta alat masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN), membuat siswa, sekolah dan orangtua cemas.

Apakah tidak mungkin, misalnya, memindahkan dana lebih dari setengah triliun rupiah itu untuk mentransformasi sistem ujian yang lebih baik, yang tidak memungkinkan terjadinya kebocoran soal, yang lebih memberdayakan potensi siswa didik dan sebagainya?

Keempat, UN dan korupsi berhubungan erat, karena jangan-jangan UN dilaksanakan untuk melanggengkan praktik korupsi para penyelenggaranya.

Kita mencatat, pada tanggal 21 Mei 2007, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah memutuskan perkara gugatan yang menuntut peninjauan kembali pelaksanaan UN nomor 228/pdt.G/PN.JKT.PST. Keputusan  itu telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI dan Mahkamah Agung. Isi keputusan itu di antaranya menyatakan bahwa Presiden, Wakil Presiden, Mendiknas (Mendikbud), dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) meninjau ulang sistem pendidikan nasional. Namun kita lihat, sampai sekarang UN terus dilaksanakan.

Sekolah seharusnya menjadi obyek pertama kampanye antikorupsi dengan sistem pembelajaran yang tidak hanya menitikberatkan pada kemampuan kognitif (proses berfikir), namun juga mengasah kemampuan afektif (intelektual, sikap, emosi) dan psikomotorik (ketrampilan). Namun yang terjadi, sekolah menjadi obyek langgengnya rezim korup melalui dewa bernama UN. (suwarmin@solopos.co.id)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya