SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Ahmad Djauhar  djauhar@bisnis.com  Wartawan Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI)

Ahmad Djauhar
djauhar@bisnis.com
Wartawan Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI)

Hari ini bangsa Indonesia memperingati Sumpah Pemuda, sebuah peristiwa amat penting 85 tahun silam yang digagas sejumlah organisasi pemuda berbasis kesukuan di wilayah jajahan Hindia Belanda.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketika itu, para pemuda merasa gerah terhadap penguasa kolonial Belanda karena ruang gerak mereka menjadi sangat terbatas. Namanya juga dalam kondisi terjajah, apa pun yang dilakukan anak bangsa ketika itu benar-benar tergantung pada kemurahan hati penjajah, termasuk keinginan berserikat atau mengemukakan pendapat yang tentu saja merupakan barang mewah saat itu.

Semua aspek kehidupan ditentukan oleh penguasa kolonial karena di bawah kekuasaan penjajah. Praktis tidak ada kebebasan yang dimiliki oleh anak negeri karena hampir semua hal dikekang. Jangan dibayangkan ada pemenuhan kehendak untuk meraih pendidikan yang lebih baik bagi semua warga atau pemenuhan keinginan untuk turut menentukan masa depan sendiri.

Ekspedisi Mudik 2024

Kondisi serbaterbatas seperti itulah yang kemudian mampu menyatukan langkah organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatra, Jong Celebes, Jong Maluku, dan sebagainya untuk menyamakan tekad bertajuk Sumpah Pemuda.

Tekad tersebut merupakan infrastruktur politik yang di kemudian hari ternyata menjadi modal utama tercapainya kemerdekaan bangsa ini dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para pemudalah yang kemudian lebih banyak berperan dalam merintis dan mengisi kemerdekaan yang diproklamasikan Soekarno dan Mohammad Hatta pada 17 Agustu 1945.

Para pemuda itu pula yang menciptakan berbagai landasan legal berdirinya republik yang tahun ini memasuki usia 68 tahun tersebut. Perjalanan sejarah republik ini kemudian ternyata tidak banyak berpihak kepada pemuda. Sejak terbentuknya NKRI itu pula, peran pemuda seperti surut ke belakang. Mereka bukan lagi menjadi prime mover, melainkan lebih sebagai pelengkap.

Sempat terjadi pergerakan pemuda pada periode penumbangan Orde Lama, sekitar 1965, namun sejarah pula yang mencatat bahwa peran mereka lebih banyak difungsikan sebagai pion, bukan sebagai penggerak utama. Ternyata gerakan mereka disponsori militer, dalam hal ini Angkatan Darat.

Dalam pemerintahan Orde Baru, sejumlah pemuda itu hanya kebagian peran menjadi pendukung setia Soeharto, bahkan hingga titik akhir kekuasaan sang Bapak Pembangunan tersebut. Setiap gerakan pemuda yang mencoba mengoreksi kekuasaan otoritarian Soeharto senantiasa menemui kegagalan.

 

Sistematis

Hal itu terjadi karena begitu sistematisnya dukungan kekuasaan bagi Orde Baru. Setiap pergerakan dari mana pun datangnya yang kiranya mengancam kedudukan Soeharto, dengan sendirinya akan ”digebuk” sehingga tak berdaya lagi.

Periode reformasi yang ditandai ambruknya kekuasaan Soeharto sebenarnya merupakan fakta kontribusi besar pergerakan pemuda yang dilakukan secara klandestin dan sporadis itu. Namun, kembali, banyak pemuda yang kemudian terpaksa gigit jari karena golongan tua yang tetap memegang kendali.

Sangat sedikit pemuda alumnus gerakan reformasi yang kemudian mampu tampil memimpin bangsa ini. Yang terjadi malah cenderung paradoks, yaitu mereka yang kemudian berhasil meraih kedudukan di sektor eksekutif, legislatif, maupun yudikatif bukannya mewarnai suasana dengan semangat reformasi, melainkan hanyut berkubang praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Energi para pemuda seakan tak tersalurkan secara optimal untuk turut memajukan negeri yang kini dilihat dari sisi etika dan hukum cenderung porak-poranda akibat maraknya praktik korupsi dan sebangsanya. Idealisme para pemuda yang beruntung memperoleh posisi strategis di berbagai lembaga penyelenggara negara seakan luntur karena kemilau rupiah.

Menghadapi tahun politik 2014, kita juga masih menyaksikan absennya para pemuda alias mereka yang berusia di bawah 45 tahunan. Yang berssiap-siap berlaga di panggung politik untuk memperebutkan takhta ya itu-itu lagi, kelompok yang boleh dikatakan manula atau manusia usia lanjut yang sebagian besar sudah berusia di atas 60 tahun.

Kita sungguh merindukan kehadiran pemimpin muda usia yang masih energik dan idealis sehingga mampu melakukan transformasi pembangunan bangsa dari yang selama ini menganut pola tradisional menuju modern. Kita tidak mengingkari adanya prestasi yang dicapai sejumlah pemimpin pascareformasi, namun efektivitas keberhasilan kinerja mereka itu terlalu rendah, tidak efisien, dan hampir semuanya berbiaya tinggi.

Betapa mahalnya biaya kekuasaan yang cenderung populis dan penuh pencitraan itu. Tidak percaya? Ambil contoh biaya untuk menurunkan harga bahan bakar minyak, setelah sempat dinaikkan tempo hari, dalam rentang waktu sekitar lima tahunan, kabarnya tidak kurang dari Rp500 triliun. Hal itu semata-mata untuk menjaga agar citra pemerintahan tetap populis.

Padahal, dengan dana sebesar itu yang terbuang percuma sebagai subsidi energi, dapat dirampungkan dengan mudah pembangunan proyek Jembatan Selat Sunda (sekitar Rp200 triliun), proyek jalan tol Trans-Sumatra (Rp180 triliun), dan perampungan sejumlah ruas tol Trans-Jawa (Rp100 triliun), plus bonus proyek mass rapid transit/MRTJakarta tahap satu (Rp20 triliun).

Kalau kekuasaan dipegang golongan tua, mereka cenderung mengutamakan kepentingan golongan atau bahkan partainya agar dapat melanjutkan kekuasaan. Ini menjadi bukti yang kita konsumsi sebagai informasi sehari-hari, berupa keluh kesah pemimpin yang merasa dirinya maupun partainya digebuki media setiap hari, misalnya.

Kita merindukan kehadiran pemimpin muda idealis yang mampu menjawab kebutuhan rakyat dan belum memikirkan pembentukan dinasti. Berdasarkan struktur demografi Indonesia, porsi penduduk yang masuk kategori pemuda sekitar 37% atau mendekati angka 100 juta jiwa. Masak sih dari jumlah sebegitu banyak tidak ada yang mampu tampil memimpin, pastilah ada.

Ayo, bangkitlah wahai pemuda Indonesia. Ambil estafet kepemimpinan negeri ini oleh kalian yang masih bersih pemikirannya. Selamat memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-85. Dirgahayu Pemuda Indonesia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya