SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Pemerintah nampaknya memang sudah bertekad bulat untuk mengalihkan sebagian kecil subsidi ke sektor lain, yang berarti identik dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Skema subsidi ke bentuk komoditas (baca: BBM) selama ini telah salah sasaran. Kini, skema subsidi itupun diubah. Subsidi, langsung diberikan kepada para user (pengguna) secara langsung dalam bentuk bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM).

Promosi Gonta Ganti Pelatih Timnas Bukan Solusi, PSSI!

Namun persoalannya, apakah BLSM bisa bermanfaat secara bagi masyarakat miskin yang disasar pemerintah. Padahal, bantuan yang baik sebenarnya harus dalam skema “beri dia kail, bukan ikannya.” BLSM ataupun bentuk lain dari bantuan langsung tunai (BLT) sebenarnya merupakan bentuk bantuan “ikan” bukan kailnya. Fenomena BLSM justru memancing masyarakat miskin untuk berperilaku konsumtif.  Oleh sebab itu, perlu dicarikan solusi cerdas untuk membantu masyarakat miskin dan prasejahtera keluar dari kemelut bantuan tunai ini.

Padat Karya

Barangkali proyek/kegiatan atau bentuk ”kail” yang bisa digarap untuk memberdayakan masyarakat miskin adalah proyek padat karya, yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Proyek ini biasanya berkorelasi langsung dengan proyek pembangunan berbagai proyek infrastruktur (baik jalan biasa, jalan tol, jalan lingkar, jembatan, bendungan, bandar udara dan pelabuhan serta proyek infrastruktur penunjang lainnya). Nah, disinilah sebenarnya pemerintah harus menaruh kepedulian (concern) yang tinggi, yakni memberikan “kail” bukan sekadar “ikan” yang habis sekali pakai. Pemerintah bisa menyalurkan dana kompensasi dalam bentuk proyek padat karya.

Bisa dibayangkan misalnya, panjang jalan tol di Indonesia, kini baru mencapai di bawah 1.000 km, sementara Korea Selatan yang baru memulai setelah Indonesia sudah mencapai 26.000 km. Negara lain seperti China, AS lebih mengerikan lagi panjang jalan tolnya. Oleh sebab itu, pekerjaan rumah yang terkait dengan masalah infrastruktur jalan ini demikian besarnya. Bukankah ini lahan basah yang bisa digarap oleh pemerintah bekerja sama dengan investor tertentu. Belum bicara soal perbaikan jalan penghubung antarkota yang rusak di beberapa ruas tertentu.

Jalan penghubung antarkota, antara desa dan kota , jalan lintas penghubung, serta perbaikan sarana perhubungan antarwilayah di Indonesia. Selama ini banyak petani di desa yang sulit untuk mencapai akses perkotaan dalam rangka memasarkan hasil pertaniannya, karena jalan penghubung yang belum memadai. Akhirnya, banyak komoditas pertanian yang muspro (alias terbengkalai) dan busuk karena tidak bisa tersalurkan dengan baik dan tepat waktu ke kota sebagai sasaran pasar utamanya. Dalam konteks ini, selain jalan tentunya juga pembenahan masalah transportasi pengangkut bahan baku pertanian ini.

Belum lagi bicara soal pembenahan infrastruktur berupa bandar udara (bandara) dan pelabuhan laut yang masih sangat minim di negara kepulauan seperti Indonesia ini. Padahal, kekuatan utama Indonesia adalah sarana penghubung antarpulau, yang akan memudahkan dan mendukung kemajuan ekonomi sebuah bangsa. Nah, kalau pembangunan semua proyek infrastruktur itu bisa berjalan dengan baik, maka akan mampu mengurangi jumlah pengangguran di negeri kita. Kegiatan ini akan mampu menggulirkan roda perekonomian, di tengah resesi ekonomi global yang tengah terjadi di Eropa dan AS. Inilah bentuk bantuan “kail/pancing” bukan sekadar bantuan”ikan”.

Mungkin untuk beberapa bulan ke depan, memang dibutuhkan dana kompensasi kenaikan BBM. Namun untuk jangka panjangnya, bantuan semacam ini perlu dikurangi dan dialihkan ke berbagai bentuk kegiatan padat karya yang akan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Bahkan, kalau perlu semua bentuk subsidi BBM yang selama ini salah sasaran, dicabut dan dialihkan untuk proyek pembangunan infrastruktur. Namun, kegiatan pembangunan infrastruktur ini tetap harus diawasi seketat mungkin, mengingat banyaknya “tikus” dan mafia proyek (alias koruptor), yang gentayangan di mana-mana, mencari mangsa, termasuk di sekitar kita barangkali.

Dengan modifikasi cerdas BLSM, kelak masyarakat miskin akan terberdayakan. Mereka tidak akan lagi selalu tergantung dan merengek-rengek pada bantuan tunai dari pemerintah seperti halnya BLT ataupun BLSM. Mereka akan mampu mandiri secara ekonomi karena memang ada kegiatan/pekerjaan yang berlangsung secara kontinyu (berkesinambungan). Bentuk modifikasi BLSM ini jelas sangat ditunggu-tunggu masyarakat banyak. Kini saatnya bagi pemerintah untuk mengoreksi kebijakan pengalihan subsidi BBM dengan lebih cerdas lagi. Kita semua harus mulai berpikir di luar kotak (out of the box) untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa, termasuk pengalihan subsidi BBM (dana kompensasi BBM) ini.

Susidarto

Pemerhati masalah sosial ekonomi

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya