SOLOPOS.COM - Ahmad Djauhar djauhar@bisnis.com Wartawan Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI)

 

 

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Ahmad Djauhar djauhar@bisnis.com Wartawan Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI)

Ahmad Djauhar
djauhar@bisnis.com
Wartawan Jaringan Informasi
Bisnis Indonesia (JIBI)

Menyaksikan perkembangan terakhir di Tanah Air, banyak orang–termasuk saya—sedikit banyak merasa cemas dan bertanya-tanya, masih adakah sebenarnya pemerintahan yang mengelola negara ini?

Atau, pertanyaan lain yang tak kalah pentingnya, akan berlanjutkah berbagai rencana pembangunan yang sempat dicanangkan secara menggebu-gebu oleh pemerintah yang kini berkuasa?

Bagaimana tidak. Dari pelbagai indikator, tampak jelas bahwa dalam waktu beberapa bulan terakhir, dan diperkirakan hingga terpilihnya presiden baru pada Oktober tahun depan, praktis tidak ada kemajuan pembangunan.

Pertanyaan sejenis juga sering dilontarkan oleh calon penanam modal sektor riil, baik yang dari dalam negeri maupun asing, yang selalu menjadikan kepastian berbisnis jangka panjang sebagai alasan kuat berinvestasi.

Tanpa jaminan kepastian itu, mereka tidak akan membiakkan dana–untuk membangun pabrik, pertambangan, dan sebagainya–di suatu tempat.

Beda dengan pemodal di bursa saham maupun pasar uang beserta produk derivatifnya, atau yang lebih dikenal sebagai investor portofolio, mereka ini memang sudah dikenal sebagai “pemodal angin bertiup”, ke mana angin berembus, ke arah itulah mereka kenanamkan modal.

Artinya, dalam waktu singkat, jika suasana kondusif, mereka akan berinvestasi, tapi begitu ada kisruh sedikit saja mereka langsung hengkang. Contoh kemandekan ini meliputi cukup banyak proyek yang tercakup dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang tampak jalan di tempat. Konsep tinggal konsep, implementasi di lapangan penuh tanda tanya.

Pertengahan tahun ini, pemerintah mengumumkan total investasi untuk sektor riil dan infrastruktur dalam rangka MP3EI selama medio 2011-2013 mencapai Rp647,46 triliun dengan jumlah proyek sebanyak 240 satuan pada enam koridor ekonomi.

Dari jumlah tersebut, total investasi di Sumatra Rp117,46 triliun dengan jumlah proyek 55 satuan, Jawa Rp191 triliun (60 proyek), Kalimantan Rp167,22 triliun (54 proyek), Sulawesi Rp27,4 triliun (19 proyek). Kemudian, Bali dan Nusa Tenggara Rp43,5 triliun (22 proyek), serta Papua dan Kepulauan Maluku Rp100,72 triliun (25 proyek).

Khusus untuk pembangunan infrastruktur, realisasi investasi BUMN sebesar Rp100 triliun (31 proyek) dari total investasi di sektor infrastruktur Rp283 triliun (146 proyek). Sedangkan untuk swasta total investasinya Rp14 triliun (delapan proyek), pemerintah Rp99 triliun (79 proyek), dan campuran Rp143,12 triliun (32 proyek).

Namun, dari berbagai laporan di media massa, terungkap bahwa pelaksanaan di lapangan tidak semulus di atas kertas. Contoh paling mencolok dari salah satu proyek jumbo yang merupakan bagian dari MP3EI ini adalah pembangunan jalan tol Trans-Sumatra sepanjang 2.700 kilometer.

Dari sisi kajian maupun kelayakan, keberadaan jalan tol tersebut sangat masuk akal dan kalau dibangun sekarang juga mungkin baru terwujud keseluruhan pada 2020. Pembaca yang pernah melintasi salah satu ruas di Sumatra pasti merasakan betapa menderitanya kendaraan yang menyusuri jalan lintas Sumatra saat ini, sangat tidak layak untuk mendukung pertumbuhan ekonomi pulau tersebut yang begitu kaya sumber daya.

Baru menyusuri ruas Bakauheni hingga Lampung saja, rasanya sudah malas sekali, apalagi hingga Medan. Namun, sejak awal diwacanakan sekitar dua tahun silam, hingga kini pun tetap berupa wacana, belum kunjung dimulai.

 

Proyek Rintisan

Semula, Menteri BUMN Dahlan Iskan menawarkan agar pembangunan megaproyek tersebut ditangani oleh satu BUMN saja yang diubah khusus menjadi pelaksana, mengingat ini merupakan proyek rintisan.

Dalam perjalanannya, tidak sedikit perang wacana yang terjadi. Ada pihak yang keberatan (baca: iri) kalau proyek itu ditangani satu BUMN. Ada yang mempersoalkannya dari segi perundangan-undangan. Hingga tulisan ini dibuat belum kunjung jelas. Jadwal pelaksanaannya pun tidak menunjukkan kejelasan.

Pertengahan tahun ini, sejumlah pejabat tinggi yakin bahwa proyek yang akan menyatukan wilayah timur Sumatra itu akan dimulai September karena menunggu Peraturan Presiden (Perpres) yang akan diterbitkan khusus untuk itu, sekaligus menjadi landasan hukum jalan tol Trans-Sumatra tersebut.

Namun, hingga pertengahan November ini, belum ada tanda-tanda Perpres tersebut dikeluarkan, yang dengan sendirinya akan menunda awal pelaksanaan pembangunan salah satu ikon penting dari MP3EI tersebut.

Ini merupakan satu contoh dari betapa leletnya pelaksanaan proyek MP3EI yang sebenarnya merupakan inisiatif langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika mengawali masa jabatan kepresidenannya untuk periode kedua.

Proyek jalan tol Trans-Sumatra mungkin masih jauh. Kita ambil contoh yang di depan mata kita saja, yakni jalan tol Trans-Jawa, yang sering dikatakan bakal segera terwujud dan dapat mendukung transformasi ekonomi Jawa sebagai pusat pertumbuhan Indonesia.



Dari sekitar 650 km ruas tol Trans-Jawa yang harus dibangun, hingga tahun ini baru 62 km yang dapat diselesaikan, padahal sudah diwacanakan sejak lebih dari lima tahun terakhir. Padahal, daya dukung jalur pantura alias pantai utara Jawa makin tahun semakin payah, terutama saat Lebaran dan liburan.

Lagi-lagi, persoalan utama yang harus dihadapi oleh para investor jalan tol tersebut adalah berbagai kepastian yang ternyata tidak pasti. Umumnya, faktor pembebasan lahan yang mengganjal kelancaran pembangunan tersebut dan untuk mengatasi hal ini seakan-akan pemerintah tidak berdaya dan memilih mengambangkannya.

Pembangunan proyek infrastruktur yang lainnya? Sami mawon. Karena hal itu pula, belakangan ini cukup banyak investor asing yang kabur karena berbagai alasan terkait plus ”gangguan” lain seperti sulit memperoleh lahan pendirian pabrik, pasokan daya listrik kurang, perizinan yang mahal dan tak kenentu, kelancaran ekspor yang tak jelas, hambatan memperoleh bahan baku, hingga besarnya pungutan maupun ancaman buruh yang semakin radikal.

Makanya agak mengherankan juga ketika beberapa hari lalu media massa memberitakan bahwa Presiden SBY menerima Medali Kehormatan Patron dari Federasi Insinyur ASEAN atas prestasinya di bidang pembangunan infrastruktur di Indonesia. Jangan-jangan itu sindirian semata.

Saya dan banyak orang mungkin sama herannya menyaksikan kenapa SBY bukannya mempercepat berbagai produk perundangan yang dapat mendorong percepatan berbagai proyek infrastruktur yang dibutuhkan negeri ini, tapi lebih memilih untuk memperbanyak mencurahkan isi hati (curhat) terkait dirinya maupun partai politik yang dipimpinnya.

Padahal SBY seharusnya yang paling tahu bahwa infrastruktur merupakan prioritas untuk diselesaikan, karena itu menyangkut legacy (warisan) yang nantinya dapat dikenang sebagai presiden pertama yang terpilih secara langsung selama dua periode. Mosok dia hanya ingin dikenang sebagai presiden yang pintar membuat lagu, saya yakin tidak…

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya