SOLOPOS.COM - Y. Bayu Widagdo bayu.widagdo@bisnis.co.id Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia

Y. Bayu Widagdo  bayu.widagdo@bisnis.co.id  Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia

Y. Bayu Widagdo
bayu.widagdo@bisnis.co.id
Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia

Hasil Rapat Kerja Nasional Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Rakernas PDIP) 2013 yang berakhir Minggu (8/9) mungkin tidak seperti yang diharapkan sebagian besar masyarakat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kita tahu sebelum Rakernas PDIP itu dimulai, banyak suara yang menginginkan partai oposisi ini segera mengumumkan nama calon presiden yang akan diajukan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Sejumlah partai lain sudah menetapkan calon presiden yang akan masuk gelanggang Pemilu 2014.

Di sisi lain—entah kebetulan atau tidak—dalam berbagai survei yang dilakukan beberapa lembaga survei terkait calon presiden yang bakal dipilih rakyat, justru kader PDIP yang sedang menjabat Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi), selalu menduduki peringkat atas.

Jadi tidak mengherankan bila pekan lalu banyak desakan dari internal maupun eksternal partai berlambang banteng moncong putih itu agar dapat mengumumkan calon presiden sebagai salah satu hasil rakernas. Terlebih saat pembukaan rakernas, Jokowi diberi tugas membacakan sebagian surat Presiden Soekarno yang ditulis pada 1966, Dedication of Life, yang menggambarkan pentingnya pengabdian kepada rakyat dan negara.

Meski sekilas hanya membaca, namun ini menunjukkan sinyal penting bahwa Jokowi harus benar-benar mengabdi kepada rakyat dan negara. Bahkan dalam pidato pembukaan rakernas, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memberikan sinyal lagi bahwa partai itu berhasil melakukan regenerasi dan menghasilkan sejumlah pemimpin muda yang andal seperti Jokowi, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wakil Gubernur Banten Rano Karno dan beberapa nama lainnya.

Khusus untuk Jokowi, Megawati menambahi bahwa mantan Wali Kota Solo itu mendapat getaran Bung Karno. Namun, harapan banyak pihak dan sejumlah sinyal tersebut ternyata tidak tertulis eksplisit dalam hasil rekomendasi yang rakernas. Dari 17 butir rekomendasi, hanya tiga hal yang berkaitan dengan persoalan kepemimpinan nasional. Sisanya lebih menyikapi aneka persoalan mutakhir saat ini.

Ketiga rekomendasi terkait kepemimpinan nasional itu antara lain menyatakan kepemimpinan nasional yang disiapkan PDIP merupakan kepemimpinan transformatif yang mampu menghadapi tantangan politik, ekonomi, dan sosial yang tidak ringan. Kualifikasi kepemimpinan nasional harus memenuhi aspek ideologis.

Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung PDIP harus mampu mengelola negara secara konsisten berprinsip Pancasila dan UUD 1945, didukung kemampuan manajemen pemerintahan yang andal, serta mempunyai agenda transformasi kepemimpinan nasional.

Rakernas juga merekomendasikan kepada Ketua Umum DPP PDIP agar pasangan calon presiden dan calon wakil presiden disampaikan pada momentum yang tepat sesuai dengan dinamika politik nasional, kesiapan jajaran internal partai, dan kepentingan ideologis partai.

Cegah Serangan

Mungkin banyak yang kecewa PDIP tidak mengumumkan siapa calon presiden yang akan diajukan pada Pemilu 2014. Namun, ini langkah cerdik PDIP untuk menghindari aneka serangan dini terhadap calonnya maupun terhadap partai.

Megawati jelas masih ingat pengalaman buruk 2008, saat sudah ditetapkan untuk bertarung dalam Pemilu 2009, setelah itu aneka serangan untuk mengerdilkan PDIP mulai bermunculan dan sukses menjungkalkan perolehan suara partai itu.

”Kalau Jokowi diumumkan sekarang sebagai calon presiden, memang akan muncul aneka serangan untuk menghambatnya,”kata Mas Tomy, teman saya yang alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) dan memiliki kemampuan analisis sosial politik yang mumpuni.

Namun, lanjut dia, berbagai serangan itu justru akan semakin membuat nama Jokowi kian dikenal dan akan semakin dipilih masyarakat. Posisi PDIP yang secara nasional sebagai partai oposisi sangat menguntungkan sekarang dengan aneka persoalan yang sedang melilit partai koalisi pemerintah sehingga hampir dapat dipastikan PDIP bisa meraup suara mayoritas dalam Pemilu 2014.

”Sedangkan sebagai Gubernur DKI Jakarta, hanya dalam 10 bulan Jokowi bisa merampungkan sejumlah persoalan yang selama ini dipandang tidak mungkin diselesaikan. Paling fenomenal soal Tanah Abang itu. Selama 10 bulan ini, aneka serangan ke Jokowi justru semakin mengibarkan namanya, sementara yang menyerang malah kehilangan pamornya. Catat itu,” kata Tomy.

Lebih jauh Mas Tomy yang kelahiran Kampung Macanan, Solo, ini menambahkan ada dua skenario yang dianggap paling realistis dan masuk akal soal calon presiden dari PDIP. Pertama, Megawati menjadi calon presiden, dan Jokowi mendampinginya sebagai calon wakil presiden.

Dengan segala plus minusnya, skenario ini dinilai sebagai pilihan moderat. Untuk mengamankan skenario itu, PDIP jelas harus mampu meraup suara di atas 20% sebagai ambang batas minimal untuk bisa mengajukan sendiri paket calon presiden-calon wakil presiden.

Kedua, Megawati memutuskan menjadikan Jokowi sebagai calon presiden dari PDIP. “Problemnya, siapa yang akan mendampingi Jokowi sebagai calon wakil presiden? Apakah dari kader internal atau eksternal?” kata Tomy.

Bagi saya, justru itu yang dipikirkan oleh Megawati semenjak beberapa bulan lalu hingga sekarang. Bukan siapa yang akan diusung menjadi calon presiden dari PDIP, namun siapa yang akan digadang menjadi calon wakil presiden?

Soal presiden, melihat konsistensi pidato Megawati kemarin sudah dapat dipastikan bahwa itu adalah Jokowi. Pendampingnya? Ya orang yang bisa membantu Jokowi—jika menang—mengelola negara dengan tetap konsisten kepada Pancasila dan UUD 1945 dan memiliki kemampuan manajemen pemerintahan yang andal. Tambahan lagi, dia juga harus tahu memosisikan diri sebagai orang nomor dua.

Gampangnya, seperti yang dilakukan oleh Basuki T. Purnama alias Ahok dalam menjalankan fungsi selaku Wakil Gubernur DKI Jakarta. Suka tidak suka, harus diakui, tanpa wakil gubernur yang kontroversial seperti Ahok, Jokowi belum tentu seberhasil seperti sekarang di Jakarta.

Jadi siapa sosok yang bisa mengimbangi Jokowi nanti? Mungkin ini yang bikin pening Megawati. Belum lagi, bila Jokowi benar jadi presiden, PDIP harus menyiapkan pengganti untuk menjadi wakil gubernur DKI Jakarta

Atau biar mudah, mungkin perlu dibikin aturan baru, presiden dan wakil presiden Indonesia secara ex-officio merupakan gubernur dan wakil gubernur DKI. Ngirit kan  pembayaran gajinya…?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya