SOLOPOS.COM - Ubed Abdilah Syarif abdeeki@gmail.com Pendiri Solo Research Network

Y. Bayu Widagdo bayu.widagdo@bisnis.co.id Wakil Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia

Y. Bayu Widagdo
bayu.widagdo@bisnis.co.id
Wakil Pemimpin Redaksi
Bisnis Indonesia

Belum genap dua bulan pertama 2014 ini berjalan, peristiwa bencana alam yang melanda negeri ini cukup banyak terjadi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 203 bencana terjadi di sejumlah tempat di Indonesia selama Januari 2014.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Jenis bencana yang terjadi setidaknyaadalah bencana banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, dan gempa bumi. Persebaran wilayah bencana pun cukup merata, dari wilayah barat di Sumatra Utara yang dilanda gunung meletus; banjir dan tanah longsor yang merata di semua wilayah Indonesia; hingga gempa bumi cukup besar di selatan Kebumen, Jawa Tengah.

Kerugian akibat bencana itu jelas tidak sedikit. Akibat ratusan kejadian bencana itu, setidaknya 178 jiwa menjadi korban, sementara 1,2 juta orang lainnya terpaksa mengungsi. Belum lagi bicara soal kerugian materi.

Lihat saja di kawasan lereng Gunung Sinabung, yang semula merupakan kawasan pertanian subur, ribuan hektare lahan pertanian tertutup abu vulkanik. Di Manado, sebagian kota luluh lantak akibat banjir bandang yang menyapu.

Kawasan pantai utara Jawa (pantura)—urat nadi perekonomian Jawa—juga mengalami kerugian yang tidak sedikit akibat banjir yang melanda dari bagian barat hingga timur pulau terpadat di Indonesia ini. Akibatnya, jalanan pun menjadi tidak nyaman dilewati akibat ribuan lubang yang muncul. Belum lagi puluhan jembatan yang putus.

Kebetulan saat kuliah saya belajar aneka ilmu kebumian. Dari beragam ilmu kebumian itu saya mengetahui segala bencana yang muncul di Indonesia ini merupakan hal yang wajar mengingat posisi geografis Indonesia yang unik, di garis khatulistiwa dan di atas tumbukan beberapa lempeng tektonik.

Terlebih lagi sikap sebagian besar masyarakat—serta para pemimpin kita—benar-benar sangat tidak bersahabat dengan alam. Lihat saja deretan pegunungan di sepanjang Jawa, yang sekarang lebih banyak bertaburan vila ketimbang hutan pinus atau perkebunan teh.

Oleh karena itu, wajar saja curah hujan saat ini langsung mengalir ke daerah hilir menjadi banjir seperti yang terjadi di Jakarta, Pemalang-Pekalongan, hingga Situbondo.

Namun demikian, ketika berbicara soal aneka bencana ini saya jadi teringat diskusi dengan salah satu senior– Mas Sabda–yang gigih nguri-uri budaya Jawa.  Pada November 2013 lalu, saat pergantian tahun Jawa atau 1 Sura 1947, dia menuturkan tahun itu memiliki candrasengkala sapta tirta nembus bumi, panca geni nyuceni jagad.

”Bisa jadi air menembus bumi, membenamkan daratan. Api menggambarkan kejadian panas bumi yang terasa kian menyengat dan pengap. Api bisa juga diartikan sebagai gunung berapi yang meletus,” kata dia.

Menurut dia, dari sisi spiritual, kedua unsur alam yang bertolak belakang sifatnya itu akan bersama-sama meruwat atau membersihkan Nusantara supaya pantas menerima anugerah moncer pada 2014.  Dalam perhitungan kalender Jawa, tahun ini merupakan Sura moncer, bersinar terang, bisa diartikan pula makmur.

”Setelah Nusantara dibersihkan, berarti akan siap menerima anugerah yang baru pula. Setelah berbagai macam bencana dan musibah yang merundung dalam satu dasawarsa terakhir ini, kini saatnya Indonesia mulai bangkit dan beranjak dari keterpurukan,” ujar dia.

 

Berkah

Terserah bagaimana Anda memaknai pemaparan senior saya itu. Yang jelas, di tengah musim bencana ini kita mesti kian eling lan waspada supaya tidak gampang terseret banjir atau terkena awan panas semburan gunung berapi.

Namun, aneka serial bencana ini juga membawa berkah bagi kita. Aneka bencana ini memang merusak sarana transportasi, seperti jalan dan jembatan, rumah-rumah penduduk, maupun fasilitas umum lainnya.

Berbagai kerusakan itu jelas harus diperbaiki. Ini membutuhkan anggaran, oleh karena itu pemerintah mengucurkan anggaran bencana dan aneka anggaran darurat lainnya. Perbaikan itu memerlukan semen. Maka, pabrik semen dan pabrik kebutuhan bangunan lainnya berkembang pesat.

Aneka bahan bangunan itu butuh diangkut maka produksi kendaraan pun meningkat. Jumlah tenaga kerja yang terserap untuk menggerakan berbagai lini produksi itu juga bertambah.

Bahkan, beberapa daerah berubah menjadi lebih baik setelah terkena bencana. Lihat saja Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang setelah dilanda gempa bumi pada 2006. Kondisi perumahan di wilayah itu kini menjadi semakin baik. Kegiatan bisnis juga semakin dinamis. Situasi serupa juga terjadi di Aceh pasca-tsunami.

Singkatnya, bencana ini mengakibatkan roda perekonomian tetap berputar. Bahkan, bisa jadi aneka program restorasi akibat serial bencana awal 2014 ini justru bisa mendorong pencapaian target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang dipatok APBN sebesar 6%.

Pada 2013, ekonomi kita hanya tumbuh 5,78%, turun dibandingkan 2012. Di tengah perekonomian global yang lagi melesu, restorasi infrastruktur di seluruh negeri yang rusak akibat bencana secara menyeluruh bisa menjadi motor penggerak mesin ekonomi.

Untung, pekan lalu, Presiden SBY sudah menginstruksikan perbaikan jalan di seluruh Indonesia. Bahkan, sampai mengerahkan satuan Zeni TNI-AD untuk mempercepatnya. Maklum saja, sarana jalan yang baik sehingga lalu lintas lancar itu kunci bergeraknya roda perekonomian.

Bisa jadi model perekonomian di Indonesia ini benar-benar seperti yang ditulis Bapak Kapitalisme Adam Smith ihwal the invisible hand yang berperan dala perekonomian.



Ketika pemerintah tidak mampu menggerakkan ekonomi, maka The Invisible Hand pun ikut berperan dengan mengirim banjir, gempa bumi, dan gunung meletus sehingga kita tetap terus bisa membangun perekonomian. In God, we grow.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya