SOLOPOS.COM - Mulyanto Utomo (Dok/JIBI/Solopos)

Kolom kali ini, Senin (25/5/2015), ditulis wartawan Solopos Mulyanto Utomo.

Solopos.com, SOLO — ”Sahabatku, mengapa perbedaan pendapat di antara kita harus menjadikan kita saling bermusuhan? Bukankah kita ini mempunyai ikatan, memiliki elemen perekat yang banyak sekali? Cita-cita, satu bangsa, satu bahasa, satu tanah air, satu suku, ada yang satu agama, bahkan kita ini satu spesies. Mari kita jadikan perbedaan sebagai hikmah untuk memajukan bangsa ini…”

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kalimat meluncur dari mulut Ustaz Pranatagama yang pada Minggu kemarin mampir di News Café, warung hik yang biasa jadi tempat berdiskusi dan ngudarasa kawan-kawan sekampung saya.

Pak Ustaz mampir gara-gara mendengar ”ribut-ribut” yang sebenarnya adu argumentasi yang sudah biasa dilakukan oleh Raden Mas Suloyo dan Mas Wartonegoro ketika sedang ngumpul di warung hik itu.

Ya, banyak hal yang diperdebatkan kedua kawan saya itu. Mulai dari kebijakan pemerintah mengenai bahan bakar minyak, soal beras sintetis berbahan plastik, sampai membaca Alquran dengan langgam Jawa.

Semua hal menjadi perdebatan yang seolah tiada henti. Saling merasa benar, padahal landasan yang dikemukakan juga belum tentu benar. Malah di antaranya menggunakan referensi yang ternyata hoax.

Akhirnya yang berlasngung adalah debat kusir. Asal bicara kenceng, tidak ada yang mau mengalah. Beruntunglah Ustaz Pranatagama lewat dan menyejukkan suasana diskusi yang sempat memanas itu.

Sejatinya menajamnya perbedaan pendapat antara satu orang dengan satu orang lainnya itu telah menyebar, meluas. Perbedaan pendapat itu bukan sekadar antara Mas Wartonegoro dan Denmas Suloyo yang sekampung itu.

Sekali pun beda pendapat antarelemen bangsa memang sudah ada sejak lama, bahkan mungkin sebelum bangsa ini berdiri, akan tetapi perbedaan yang tajam itu kian terasa akhir-akhir ini. Istimewanya setelah pemilihan umum presiden beberapa waktu lalu.

Tajamnya perbedaan itu kian parah dan berpotensi meretakkan hubungan antarkawan, antarsahabat, antarkeluarga, antarsuadara, dan pada akhirnya meretakkan hubungan antarbangsa. Bangsa yang retak tentu saja akan membahayakan masa depan negeri ini.

Jika tajamnya perbedaan ini terus dipelihara, diuri-uri, sakit hati dibalas dengan menciptakan sakit hati, mengejek dibalas mengejek, hujat dibalas hujatan maka lambat laun bangsa ini benar-benar akan terbelah.

Apalagi media dan teknologi saat ini sangat mendukung dan mempermudah menyulut saling benci itu. Para jemaah Facebokiyah tentu mafhum bahwa di dunia maya itu telah terjadi perang yang luar biasa tajam.

Belum lagi portal, website, blog, atau apa pun namanya yang 24 jam online dengan konten sedemikin partisan, ekstrem, dan tanpa mengingat kaidah apa pun.

Jika ini semua tidak disadari masing-masing pribadi, bahwa menajamkan perbedaan, menyulut permusuhan, serta memperpanjang persilishan tentang persoalan yang bukan menjadi hajat hidup kita itu sesungguhnya sia-sia, suatu ketika kita benar-benar akan menjadi bangsa yang terbelah bukan sekadar retak.

Saya teringat dosen saya yang mengampu ilmu-ilmu komunikasi yang mengajarkan tentang Teori Determinasi Teknologi (Tecnological Determinism Theory) yang dicetuskan Marshall McLuhan (1962) dalam bukunya The Guttenberg Galaxy: The Making of Typographic Man.

McLuhan menyebutkan budaya kita itu salah satunya dibentuk oleh bagaimana cara kita berkomunikasi. Perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu sendiri.

Kita paham, Facebook, Twitter, media sosial lainnya, dan media online yang membanjiri kita sepanjang hari itu sedikit banyak telah mulai membetuk pola pikir, membangun persepsi, bahkan kemudian menjadi panduan berperilaku dalam masyarakat.

Dalam Teori Determinasi Teknologi tersebut secara jelas disebutkan teknologi informasi pada akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi yang lain. [Baca selanjutnya: Membentuk Kehidupan]

 

Membentuk Kehidupan
Teknologi membentuk individu bagaimana cara berpikir dan berperilaku  dalam masyarakat. Teknologi komunikasi itu kemudian menyebabkan perubahan budaya dan perubahan jenis-jenis komunikasi yang akhirnya membentuk kehidupan manusia.

Jadi, betapa berbahayanya jika pola pikir masing-masing individu bangsa kita ini kemudian menganggap bahwa segala hal yang dikomunikasikan lewat media itu adalah nyata, tanpa perlu menyaring, mengendapkan dalam sebuah perenungan tentang penting tidaknya sebuah informasi, tentang perlu tidaknya menyebarkan informasi itu dan seterusnya.

Ini paralel dengan Teori Persamaan Media (Equation Media Theory) yang dikenalkan Byron Reeves dan Clifford Nass (1996). Teori Persamaan Media ingin menjawab persoalan mengapa orang-orang secara tidak sadar dan bahkan secara otomatis merespons apa yang dikomunikasikan media seolah-olah (media itu) manusia?

Seolah-olah hanya lewat media segala persoalan bisa diselesaikan. Media dapat diperankan seperti manusia, diajak bicara, diajak memecahkan persoalan, diminta menghibur, diminta mencukupi kebutuhan, mencari jodoh dan lain sebagainya: media and real life are the same.

Padahal media dengan segala isinya bukanlah real life. Berita, misalnya, dalam konteks ditulis oleh seorang jurnalis profesional dengan segala kredo yang ditatinya sesungguhnya adalah realitas hasil konstruksi.



Apalagi jika berita itu ditulis oleh orang yang tidak bertanggung jawab, memiliki kepentingan tertentu, maka realitas yang dihasilkan pasti akan ngawur, bisa jadi bohong, atau bahkan fitnah.

Fakta-fakta hasil persepsi dan observasi, berupa ”rekaman” peristiwa, ini merupakan realitas yang akan ditulis menjadi berita. Dengan demikan berita merupakan realitas hasil konstruksi wartawan.

Peter L. Berger (1990: 1) dalam Jurnalisme Komprehensif (Mursito B.M., 2013) mendefinisikan realitas atau ”kenyataan” itu sebagai ”suatu kualitas yang terdapat dalam fenomena-fenomena yang kita akui memiliki keberadaan” (kita tidak dapat ”meniadakannya dengan angan-angan”).

Jadi, realitas adalah mengenai ”nyata” dan ”tidak nyata” sesuatu itu, serta kadar kenyataan. Realitas bisa berlapis, mulai yang paling nyata hingga yang kadar kenyataannya tipis.

Kalimat yang agak rumit itu dijelaskan dengan contoh mudah sebagai berikut: jauhkan koran yang Anda baca ini dari mata Anda sekitar tiga meter maka Anda hanya akan melihat titik-titik hitam. Ia ”ada” tetapi tidak terlalu ”nyata.”

Kemudian perlahan-lahan dekati koran ini. Berangsur-angsur Anda akan melihat susunan huruf-huruf, kemudian kata-kata dalam bahasa Indonesia, disusul susunan kata-kata yang membentuk kalimat yang anda pahami maknanya.

Ketika Anda melihat kemudian memahami makna kalimat-kalimat yang ada dalam buku itu, realitas itu ”ada” dan ”nyata.” Sekalipun demikian, menurut Mursito B.M., realitas tidaklah sesederhana itu. Banyak fenomena yang kita akui ”ada” tetapi tidak begitu nyata.

Korupsi, mafia pengadilan, makelar kasus, beras sintetis berbahan plastik, belum lagi perdebatan tentang bacaan Alquran berlanggam Jawa, semuanya memang ada, namun pada perdebatannya jika tidak disikapi secara arif dan bijaksana akhirnya hanya akan menimbulkan perpecahan bangsa.

Bukankah fitrah manusia itu sesungguhnya ingin memiliki kebahagiaan, ketenangan, rasa aman, saling kasih mengasihi dan seterusnya?

Pesan Kanjeng Nabi Muhammad SAW, seperti pernah ditulis K.H. M. Cholil Bisri adalah jelas tentang rahmatan lil-‘alamin, makhluk berakal penghuni alam semesta itu tidak hanya umat manusia. Manusia juga bukan hanya mereka yang termasuk umat Muhammad.

Terhadap mereka seluruhnya diberikan hak untuk mendapat perlakuan yang berakarkan kasih sayang. Karena itu, menyikapi siapa saja dengan akhlak yang terelaborasi dengan tindakan, perbuatan, dan perkataan, serta tulisan yang terpuji adalah keniscayaan bagi yang merasa dan mengaku sebagai misi kerasulan Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Janganlah bangsa ini menjadi pecah akibat keretakan yang kini mulai terasa. Mari kita rekatkan dengan semangat kebersamaan untuk membangun negeri menuju kegemilangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya