SOLOPOS.COM - Suharsih (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Belum lama ini saya mengikuti diskusi forum komunitas pegiat wisata yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo di salah satu hotel kawasan Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kota Solo. Diskusi itu membahas peluang wisata kesehatan di Kota Solo untuk meningkatkan kunjungan wisatawan.

Diskusi dihadiri stakeholders atau pemangku kepentingan dari kalangan rumah sakit hingga pelaku usaha wisata yang berkaitan dengan health tourism (wisata kesehatan) baik itu medical tourism (wisata pengobatan) maupun wellness tourism (wisata kebugaran).

Promosi Ada BDSM di Kasus Pembunuhan Sadis Mahasiswa UMY

Dua narasumber dalam forum itu adalah dokter ahli patologi klinis Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret Solo Tonang Dwi Ardyanto dan pemilik Batari Tour and Travel Mirza Ananda. Mereka menjelaskan tentang medical tourism, perbedaan dengan wellness tourism, dan apa yang harus dilakukan supaya Kota Solo bisa menjadi destinasi wisata kesehatan dan kebugaran.

Menurut Tonang, konsep wisata kesehatan muncul dari risiko kesehatan yang dihadapi para pelancong saat melakukan perjalanan wisata. Risiko itu bisa berupa penyakit atau kecelakaan (accident) ketika berada jauh dari daerah/negara asal.

Konsep ini berkembang menjadi travel health, travel medicine, hingga kemudian menjadi wellness tourism dan medical tourism. Wellness tourism adalah perjalanan wisata yang dilakukan untuk tujuan healing, refreshing, kebugaran, baik fisik maupun psikis.

Destinasi yang didatangi misalnya lokasi-lokasi dengan udara segar dan pemandangan indah, suasana pedesaan yang bikin rileks, spa, yoga, food and beverage yang bernutrisi baik dan menyehatkan seperti jamu. Wellness tourism bersifat holistik.

Sedangkan medical tourism adalah perjalanan dengan tujuan medis, misalnya untuk medical check up, pengobatan, terapi, hingga operasi di rumah sakit tertentu yang dipadukan dengan wisata ke destinasi terdekat.
Mereka yang sakit diajak berwisata setelah selesai berobat atau anggota keluarga/teman yang mendampingi selama pengobatan diajak berwisata. Pasien dari luar negeri yang berobat di rumah sakit Indonesia tentu membutuhkan tempat menginap, makan, dan refreshing. Ini menjadi salah satu peluang bagi medical tourism.

Di Indonesia, wisata kesehatan dan kebugaran sudah dirintis dan diluncurkan sejak 2012. Hal itu didukung dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 76 Tahun 2015 tentang Pelayanan Wisata Medis. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga mulai peduli terhadap potensi wisata kesehatan dan kebugaran ini sejak 2017.

Pengembangan wisata kesehatan sempat terhalang pandemi Covid-19. Ada hikmah di balik musibah. Pandemi Covid-19 membuat perhatian ke pengembangan wisata kesehatan menjadi semakin besar. Masyarakat semakin merasakan pentingnya wisata kesehatan sehingga mulai 2021 konsep wisata ini mulai digencarkan lagi.

Indonesia menjadi pemegang Presidensi G20 pada 2022. Ini menjadi momentum untuk semakin memperkenalkan potensi wisata kesehatan Indonesia di mata dunia. Apakah infrastruktur dan ekosistem yang ada di Indonesia, termasuk di Kota Solo, sudah benar-benar siap untuk mendukung pembangunan wisata kesehatan?

Lumayan Tertinggal

Dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura, Indonesia lumayan tertinggal dalam hal pengembangan wisata kesehatan. Rumah sakit terkemuka di dua negara itu sudah sejak lama menjadi jujugan masyarakat internasional termasuk dari Indonesia yang ingin berobat.

Beberapa hal menjadi alasan kenapa wisata kesehatan ke Malaysia dan Singapura cepat berkembang, yakni ketersediaan dan kualitas layanan, peralatan yang canggih, reputasi dokter yang bagus, harga yang lebih terjangkau, ditambah fasilitas pendukung yang memadai.

Penginapan, tempat belanja, destinasi, dan atraksi wisata menjadi fasilitas pendukung tersebut. Bagaimana dengan Indonesia, khususnya Kota Solo, yang saat ini sedang memulai bangkit kembali menggarap health tourism, wellness tourism, hingga sport tourism?

Mampukah Kota Solo dan Indonesia menyaingi atau mengalahkan Malaysia dan Singapura, menjadi jujugan wisata kesehatan? Tentu saja bisa! Yang diperlukan adalah kolaborasi dan aksi nyata. Semua pihak harus duduk bersama merumuskan langkah apa yang akan diambil, menentukan siapa mengerjakan apa.

Misalnya untuk medical tourism, rumah sakit menyiapkan dokter-dokter yang kompeten, fasilitas bagus dengan peralatan medis yang canggih, dan tarif berobat yang terjangkau. Pemerintah mendukung dengan memberikan kemudahan bagi rumah sakit mendapatkan fasilitas dan perizinan, meringankan pajak pembelian alat-alat medis, sehingga layanan kesehatan lebih murah.

Pemerintah juga bisa membantu promosi bekerja sama dengan para pelaku usaha wisata seperti biro perjalanan wisata, perhotelan, dan lain-lain. Kolaborasi lainnya juga perlu dilakukan Pemerintah Kota  Solo dengan kepala daerah sekitar dalam penyiapan destinasi untuk wellness tourism, misalnya daerah pegunungan, sentra industri jamu, kuliner bernutrisi, jasa kebugaran (spa, pijat), dan lain-lain.

Pelaku usaha wisata bisa menyiapkan paket medical tourism dengan sasaran warga negara asing untuk berobat sekaligus berwisata. Forum diskusi yang digelar beberapa waktu lalu itu adalah langkah yang bagus. Langkah tersebut masih harus ditindaklanjuti dengan upaya-upaya konkret agar wisata kesehatan dan kebugaran di Kota Solo bisa benar-benar berhasil meningkatkan kunjungan wisata ke kota ini.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 13 Oktober 2022. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya