SOLOPOS.COM - Tangkapan layar rute Sriwijaya Air SJ-182 sebelum hilang kontak. (flightradar24.com)

Solopos.com, JAKARTA — Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT melaporkan data perawatan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di Kepulauan Seribu, 9 Januari 2021 lalu. Dari sejumlah investigasi yang telah dilakukan diungkapkan adanya penundaan perbaikan Sriwijaya Air SJ-182 oleh maskapai penerbangan.

Ketua Sub Komite IK Penerbangan KNKT Capt. Nurcahyo menjelaskan investigasi menemukan adanya dua kerusakan yang ditunda perbaikannya di tubuh pesawat dengan registrasi PK-CLC tersebut sejak Desember 2020. Namun, penundaan perbaikan adalah hal yang sesuai dengan ketentuan pemberangkatan penerbangan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Perbaikan yang ditunda wajib memenuhi panduan Minimum Equipment List (MEL). Selanjutnya pada pesawat Boeing 737-500 tersebut pada 25 Desember 2020 ditemukan penunjuk kecepatan di sebelah kanan yang mengalami kerusakan.

Baca Juga: Bertahan di Peluang Bisnis Nasi Biryani

Perbaikan belum berhasil dilakukan dan masuk ke dalam penundaan perbaikan kategori C sesuai dengan MEL. Untuk kategori C ini, kata dia, penundaan perbaikan boleh sampai dengan 10 hari. Sesudah itu pada 4 Januari 2021, indikator telah diganti dan hasilnya bagus sehingga daftar Divert Maintenance Item (DMI) ditutup.

“Pada 3 Januari 2021, pilot melaporkan autothrottle atau tuas pengatur tenaga mesin secara otomatis tidak berfungsi dan dilakukan perbaikan dengan hasil baik. Pada 4 Januari 2021, sistem itu kembali dilaporkan tidak berfungsi, sehingga perbaikan dilakukan dan belum berhasil. Temuan ini masuk dalam daftar penundaan perbaikan,” ujarnya, Rabu (10/2/2021).

Namun, pada 5 januari 2021, dia menyebutkan telah dilakukan perbaikan pada sistem tersebut dengan hasil baik dan DMI ditutup. Selanjutnya tidak lagi ditemukan DMI di buku catatan perawatan Sriwijaya Air SJ-182 sampai dengan 9 Januari 2021.

Baca Juga: Peluang Bisnis Kuliner Ayam, Bebek, Angsa

Ketua KNKT Soerjanto mengatakan memang terdapat catatan perawatan terkait dengan penunjuk kecepatan tetapi pesawat masih bisa terbang selama 10 hari. Secara kelaikan pesawatnya tidak ada persoalan meski ada catatan DMI. Terlebih hal itu sudah sesuai dengan aturan MEL yang disahkan Ditjen Udara.

“Sejak 5 Januari 2021 sampai 9 Januari tidak menemukan catatan lain di DMI penerbangan terakhir itu,” tekannya.

Anomali Throttle Kiri

Berdasarkan unduhan perekam data penerbangan (flight data recorder/FDR) yang merupakan bagian dari kotak hitam (black box), KNKT menyimpulkan adanya anomali throttle kiri pesawat nahas itu. FDR itu ditemukan dan diserahkan kepada KNKT, 13 Januari 2021 lalu, di sekitarrdas Pulau Laki-Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada pukul 16.20 WIB. Meski demikian perangkat kotak hitam lainnya berupa cockpit voice recorder (CVR) masih dalam pencarian.

Baca Juga: Peluang Bisnis Tanaman Hias di Mal Terbuka

Ketua Subkomite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Capt. Nurcahyo mengatakan berdasarkan ICAO Annex 13 institusi pelaksana investigasi perlu menyampaikan laporan awal investigasi kecelakaan dalam 30 hari setelah terjadinya kecelakaan. Laporan awal memuat data faktual yang sudah dikumpulkan dalam 30 hari. Selain itu laporan awal juga memuat tindakan keselamatan yang sudah dilakukan dan rekomendasi keselamatan.

Nurcahyo pun menjabarkan sejumlah kronologi saat peristiwa nahas tersebut terjadi berdasarkan rekaman FDR. Pesawat yang lepas landas dari Bandara Soekarno–Hatta menuju Bandara Supadio Pontianak tersebut sudah mengikuti jalur keberangkatan yang sudah ditentukan sebelumnya. Data FDR merekam sistem autopilot aktif di ketinggian 1.980 kaki.

“Pada saat melewati ketinggian 8.150 kaki, tuas pengatur tenaga mesin [throttle] sebelah kiri bergerak mundur atau tenaga berkurang sedangkan yang kanan tetap,” ujarnya, Rabu.

Baca Juga: Terampil Bungkus Kado Bisa Jadi Peluang Bisnis

Dia melanjutkan pada pukul 14.38.51 karena kondisi cuaca, pilot meminta kepada pengatur lalu lintas udara atau ATC untuk berbelok ke arah 075 derajat dan diizinkan. ATC memperkirakan perubahan arah tersebut akan membuat SJ-182 berpapasan dengan pesawat lain yang berangkat dari landas pacu 25L dengan tujuan yang sama.

ATC meminta pilot untuk berhenti naik di ketinggian 11.000 kaki. Selanjutnya pada pukul 14.39.47, ketika pesawat Boeing 737-500 tersebut melewati 10.600 kaki dengan arah pesawat berada pada 046 derajat pesawat mulai berbelok ke arah kiri. Pada waktu tersebut tuas pengatur tenaga mesin sebelah kiri kembali bergerak mundur sedangkan yang kanan masih tetap.

Kemudian, pemandu lalu lintas udara (air traffic controller/ATC) memberikan instruksi kepada pilot untuk naik ke ketinggian 13.000 kaki dan dijawab oleh pilot pada pukul 14.39.59 WIB. Kondisi tersebut merupakan komunikasi terakhir dari pesawat dengan registrasi PK-CLC tersebut.

Baca Juga: Celaka Jika Anda Punya Bos dengan Zodiak Ini…

Setelah komunikasi terakhir tersebut, pukul 14.40.05 WIB, FDR merekam ketinggian pesawat tertinggi yakni pada 10.900 kaki. Selanjutnya, kata Nurcahyo, pesawat mulai turun dan kondisi autopilot tidak aktif saat berada pada posisi 016 derajat. Akhirnya posisi pesawat naik dan miring ke kiri.

Dalam jangka waktu tersebut, tuas pengontrol tenaga mesin sebelah kiri Sriwijaya Air SJ-182 kembali berkurang sedangkan yang kanan tetap. Hingga pada akhirnya pukul 14.40.10 FDR mencatat autothrottle tidak aktif dan pesawat berada pada posisi menunduk.

“Pada 20 detik kemudian FDR berhenti merekam data,” tekannya.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya