SOLOPOS.COM - Mendiang Slamet Gundono (JIBI/Solopos/Dok.)

Alunan Gending Gambir Sawit memecah keheningan di Balai Soedjatmoko Bentara Budaya, pada penghujung Senin (7/1/2014) malam. Tanpa lampu penerangan, permainan instrumen rebab, kendang, gender, slentem, gong, dan kenong, ditabuh pengrawit dalam laras pelog pathet nem.

Pertunjukan karawitan yang dibawakan kelompok kesenian Sekar Linmas Joyosuran ini menyaru suasana sendu dalam gelaran rutin Klenengan Selasa Legen. Gending karawitan yang diciptakan pada masa pemerintahan PB V ini sengaja ditabuh malam itu untuk mengenang kepergian seniman Slamet Gundono yang berpulang Minggu (5/1/2014).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Bagi kelompok karawitan yang pernah singgah dan bermain di Klenengan Selasa Legen, nama Slamet Gundono memang berkesan. Dalang wayang suket ini menjadi salah satu seniman yang mengusulkan adanya ruang apresiasi bagi seni karawitan pinggiran ini.

Slamet Gundono bersama Joko Bibit Santoso (Pengasuh Teater Ruang), Wahyu Santoso Prabowo (koreografer dan akademisi dari ISI Solo), Silvester Pamardi (koreografer dan penari solo), dan Danis Sugiyanto (komposer dan akademisi dari ISI Solo), pada Agustus 2009 lalu menginisiasi terbentuknya gelaran yang rutin digelar setiap malam Selasa Legi tersebut.

Salah satu penggagas Klenengan Selasa Legen, Danis Sugiyanto, mengatakan ruang apresiasi bagi kelompok kesenian pinggiran ini merasa kehilangan atas kepergian Slamet Gundono.

“Forum ini kami gagas untuk karawitan yang terpinggirkan. Dulu kami melihat karawitan hanya terfokus di jalur pendidikan. Padahal di kampung Soloraya banyak dijumpai kelompok karawitan yang menghidupi dirinya sendiri di tengah segala keterbatasan. Gending ini dimainkan sebagai wujud penghargaan bagi Slamet Gundono,” terang Danis ketika berbincang dengan Espos di sela acara.

Danis menuturkan selama hampir lima tahun digelar, Klenengan Selasa Legen telah  menghadirkan puluhan kelompok kesenian pinggiran dari berbagai daerah di Soloraya. Sayangnya, penikmat kesenian tradisional ini terus menurun seiring perkembangan zaman.

“Sekarang ini jumlah kelompok karawitan di daerah makin menurun. Bisa dilihat saat ini kelompok karawitan di tiap kelurahan aja enggak mesti ada. Padahal dulu hampir tiap kelurahan pasti ada. Lewat wadah ini kami berharap kesenian pinggiran bisa terus ada,” harapnya.

Secara terpisah, Pengasuh Sekar Linmas Joyosuran, Kadaryadi, mengutarakan kelompok karawitan yang telah menginjak usia tiga tahun ini berniat melanggengkan cita-cita Slamet Gundono dkk untuk mengembangkan karawitan di Kelurahan Joyosuran.

“Awalnya kami para linmas berenam yang bermain. Lama-lama berkembang dengan semua warga di Joyosuran. Sekarang ini hampir sekampung yang ikut. Tua dan muda pada ikut. Untuk menggaet mereka tertarik belajar karawitan, saya sengaja mengajarkan langgam dulu yang lebih populer. Setelah itu mereka diajarkan bermain gending,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya