SOLOPOS.COM - Presiden Jokowi. (Antara)

Solopos.com, JAKARTA -- Sejumlah pihak menunggu sikap tegas Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait polemik dualisme kepemimpinan di Partai Demokrat. Terlebih karena persoalan ini melibatkan orang terdekat di lingkaran Presiden, yakni Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) khawatir sikap diam Jokowi selama ini ditafsirkan sebagai tanda setuju dengan tindakan Moeldoko mengudeta Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di posisi Ketua Umum PD.

Promosi Direktur BRI Tinjau Operasional Layanan Libur Lebaran, Ini Hasilnya

"Aksi Pak Moeldoko sangat khawatir ditafsirkan diketahui dan disetujui oleh Pak Jokowi, karena beliau aktif sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Karena itu gonjang-ganjing Demokrat, sebetulnya sangat-sangat buruk bagi Pak Jokowi," kata Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, Senin (8/3/2021).

Baca juga: Peserta KLB Demokrat: Suara Sah Hanya dari 23 DPC

Mardani mengatakan masyarakat saat ini tengah menunggu langkah Presiden Jokowi menyikapi tindakan Moeldoko yang terlibat Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat. Menurutnya, diamnya Jokowi bisa berarti setuju dengan aksi Moeldoko.

"Publik sekarang menunggu langkah Pak Jokowi, diamnya Pak Jokowi bermakna setuju dengan aksi Pak Moeldoko. Karena itu Pak Jokowi ditunggu aksinya segera. Nuwun sewu Pak Jokowi ini jadi preseden buruk dan warisan buruk bagi kepemimpinan Pak Jokowi, ke depannya akan dibaca seluruh anak bangsa," ucapnya.

Lebih lanjut, Mardani menilai kisruh Partai Demokrat merupakan musibah bagi demokrasi di Indonesia. Dia berpandangan elemen kekuasaan, terlebih figur aktif dalam pemerintahan yang ikut campur dalam persoalan partai, menjadi preseden buruk bagi kesehatan partai politik di Indonesia.

Baca juga: 50 Kader Partai Demokrat Sragen Cap Jempol Darah Bukti Loyal Kepada AHY

"Kisruh Partai Demokrat adalah musibah bagi demokrasi, demokrasi hanya akan sehat ketika partai politiknya sehat. Bahwa ada perpecahan dan faksi dalam partai politik sesuatu yang niscaya, tetapi ada elemen kekuasaan apa lagi figur masih aktif masuk campur dari luar maka ini akan menjadi preseden yang sangat buruk bagi kesehatan partai politik di Indonesia dan otomatis kesehatan demokrasi di Indonesia," ujarnya.

Moeldoko Diminta Out

Terpisah, Partai Demokrat kubu AHY meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuktikan ucapannya terkait tidak akan melemahkan partai-partai di luar pemerintahan. Untuk itu, Partai Demokrat mendesak Jokowi untuk mengeluarkan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dari Istana.

"Presiden Jokowi pernah berkomitmen untuk menegakkan demokrasi. Ini artinya juga menjaga agar partai-partai politik yang berada di luar pemerintahan, untuk tidak dilemahkan. Untuk membuktikan itu tidak ada jalan lain, Moeldoko harus out dari istana karena telah terlibat GPK PD," kata Wasekjen Partai Demokrat, Irwan, saat dihubungi, Senin.

Baca juga: Aneh, Ketua DPC Demokrat Klaten Diajak Kader Partai Lain Gabung KLB

Irwan lantas menjelaskan aksi Moeldoko yang terlibat KLB ilegal telah menjadi beban politik, sosial, hingga ekonomi bagi Presiden Jokowi. Terlebih posisi Indonesia, kata dia, yang saat ini tengah menghadapi pemulihan sosial ekonomi di tengah pandemi.

"Dengan peristiwa KLB ilegal ini tentu Moeldoko telah menjadi beban politik, sosial, hukum. Dan lebih bahayanya lagi jadi beban ekonomi bagi Presiden Jokowi di tengah fokus negara untuk pemulihan ekonomi sosial di tengah pandemi Covid-19," ucapnya.

Irwan menilai dengan perbuatan Moeldoko ini berarti membuktikan adanya ketidakpastian hukum di Indonesia. Dengan begitu, menurutnya ini bisa berdampak pada iklim investasi di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya