SOLOPOS.COM - Lahan Bekas Bioskop Indra (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Foto Lahan Bekas Bioskop Indra
JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto

JOGJA—Sukrisno Wibowo alias Lilik, warga yang mengaku sebagai ahli waris untuk lahan eks bioskop Indra menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara atas eksekusi penguasaan tanah tersebut oleh Pemerintah DIY Senin (15/4) lalu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Dua hal kami gugat, penyerobotan tanah dan pengukuran yang dilakukan BPN DIY,” kata Taufiqurahman, kuasa hukum Lilik kepada Harian Jogja, Jumat(19/4).
Ketika melakukan eksekusi petugas menurut dia seharusnya disertai dengan surat keputusan eksekusi dari Pengadilan. Namun dalam eksekusi Senin (15/4) lalu, tidak ada surat dari pengadilan itu. Petugas Satpol PP dengan tentara yang dikerahkan justru melukai pihak keluarga Lilik.“Ada empat yang kena pukul,” katanya.

Sejak semula pihak Lilik menentang Pemerintah DIY mengeksekusi tanah tersebut menggunakan dasar PrK 5/1965 yang mengatur nasionalisasi tanah Belanda. Lilik bersedia tanah itu dieksekusi untuk kepentingan lahan parkir Malioboro, namun ia meminta pengakuan tanah itu dengan Keppres 31/1979 tentang konservasi atas hak barat. Sehingga menurut Lilik, tanah itu tak bisa serta merta dianggap tanah negara melainkan tanah milik konversi hak Barat yang telah turun waris.

Menurut Lilik, enam penghuni yang telah menerima tali asih dengan total anggaran Rp9 miliar itu merupakan penyewa dan bukan orang yang berhak mendapat tali asih.

Taufiq menolak jika persoalan kalahnya Lilik di pengadilan atas kasus penyerobotan lahan yang dilakukan Rumah Makan Cirebon dan Toko Emas Cendrawasih pada 2007 menjadi pembenaran atas penguasaan lahan. Sebab, katanya, untuk kasus Cirebon itu meski pihak Lilik dikalahkan di pengadilan namun pihak rumah makan Cirebon tetap diakui sebagai penyewa.

Begitu halnya persoalan Toko Emas Cendrawasih. Menurutnya yang dipersoalkan oleh pemilik toko juga bukan tanahnya melainkan pada bangunannya. “Kasusnya pada kepemilikan bangunan bukan tanah,” ujarnya.

Taufiq menegaskan, kesalahan Pemda DIY dan BPN DIY adalah penggunaan rekomendasi dari BPN Pusat pada 1989 yang menyatakan penyelesaian lahan Indra itu menggunakan PrK5. Padahal pada 1990, Lilik menyanggah hal itu ke Kementrian Dalam Negeri, bahkan hingga ke Kementrian Agaria.

Lalu terbitlah surat jawaban pada 1999. “Bahwa setelah melalukan proses evaluasi, pusat menyatakan tanah eks Bioskop Indra diselesaikan dengan Keppres 32/1979,” ungkapnya.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X sehari setelah ekseksui itu menyatakan, bahwa eksekusi itu sah. Pemda DIY hanya membebaskan atas tanah yang dibelinya dari total lahan 7.005 meter persegi. Sedangkan lokasi tanah yang ditempati Lilik masih dibiarkan dan bahkan diberi akses jalan masuk.

Atas perkara itu, Lilik juga telah melaporkan ke KPK pada 19 Februari lalu. Juru Bicara KPK Johan Budi mengaku belum mendapatkan laporan resmi dari penyidik.”Sudah saya tanyakan [ke penyidik], tapi belum dapat balasan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya