SOLOPOS.COM - Foto Ani Untari dan Yatmini, sedang mensortir daun jati sebelum dikirim ke Jepang, akhir pekan lalu. JIBI/Harian Jogja/Ujang Hasanudin

Foto Ani Untari dan Yatmini, sedang mensortir daun jati sebelum dikirim ke Jepang, akhir pekan lalu.
JIBI/Harian Jogja/Ujang Hasanudin

Daun jati kering yang jatuh dari pohonnya ternyata bisa menghasilkan rupiah dengan diekspor ke Jepang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ani Utari, 42 dan Yatmini, 45, dua ibu rumah tangga asal Dusun Banran VII, Desa Banaran, Kecamatan Playen sibuk mensortir daun jati kering di pabrik pengolahan pupuk organik, akhir pekan lalu.

Selain keduanya ada juga 25 pegawai lainnya yang bekerja baik mengepak, mengolah dengan mesin, ada juga yang menjemur. Ada juga warga yang kebagian memungut daun jati kering dari kebun dan dari rumah-rumah warga.

Proses pembuatan pupuk organik daun jati itu terbilang sederhana. Setelah dikumpulkan, daun jati kering kemudian digiling kecil-kecil, kemudian direndam dalam air, lalu ditumpuk sampai membusuk di ruangan terbuka.

Setelah membusuk, limbah daun jati kemudian dijemur sampai kering, lalu disortir untuk memisahkan daun dan batang. Bagian akhir adalah pengepakan. Tak tanggung-tanggung, sebulan sebanyak 4 kontainer pupuk organik daun jati dikirim ke Jepang dengan omzet Rp20 juta.

Arya Handaru Perdana, pemilik pabrik pengolahan daun jati mengatakan ide awal usahnya terinspirasi dari pabrik serupa yang digarap oleh ayah dari temannya di Desa Plembutan, Playen. Dia melihat selama ini daun jati hanya dibuang begitu saja oleh sebagian besar masyarakat.
“Tapi setelah diolah ternyata bermanfaat. Bahkan kata orang-orang Jepang ternyata sangat bagus dijadikan pupuk,” katanya.

Akhirnya, alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) ini memutuskan untuk mendalami usaha pengolahan daun jati. Sebelumnya dia bekerja dibidang animasi di Jakarta. Meski sudah dikirim sampai Jepang, Arya mengaku, pupuk daun jati itu ternyata belum banyak dikenal masyarakat khususnya di DIY.

“Ya kita sosialisasikan sedikit-sedikit kepada pekerja di sini untuk menggunakan pupuk, semoga nanti bisa meluas sampai menyebar ke masyarakat lainnya,” ujar pria berumur 35 tahun ini.

Diakui Arya, awal mula bisnis tersebut tidak lepas dari pesan ibunya yang meninggal pada 2011 lalu agar ia membuka usaha sendiri. Meski dengan modal terbatas, pengusaha muda yang masih lajang ini memberanikan diri membuka pabrik pengolahan daun jati.

“Tanahnya sih masih nyewa milik kas desa tapi sebentar lagi sudah saya siapkan untuk membeli lahan karena bisnis ini ternyata sangat berpeluang,” katanya.

Ani Utari, salah satu pekerja mengaku per hari bisa mensortir daun jati hingga 30 pak, dengan upah Rp1.000 per pak. “Lumayan lah dari pada menganggur di rumah,” ucapnya.

Ibu dari 4 anak ini juga mengaku dengan adanya pabrik pengolahan pupuk daun jati tersebut sangat membantu warga sekitar. “Selama ini sampah daun jati kan cuma dibakar saya baru tahu kalau bias dijadikan pupuk,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya