SOLOPOS.COM - Suasana ruang praktik kursus kecantikan di LKP Yanti Solo.

Solopos.com, SOLO—Tiga tahun lalu, Widyaningsih Tri Kusumastuti, merasa hidupnya berada di titik paling rendah. Tidak ada masa depan dalam bayangan gadis kelahiran Solo, 2001 silam tersebut.

Ia memutuskan berhenti sekolah tepat saat duduk di kelas X karena terlalu sering absen. Di sisi lain, Widya tak sanggup melanjutkan pekerjaannya sebagai seorang lady escort (LC) karena tubuhnya tak sanggup dipaksa begadang setiap hari. Gadis itu mengira hidupnya selesai. Namun, yang tidak pernah dia sangka, hidup terbaiknya justru dimulai dari tahun yang terburuk itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Semuanya berawal dari selebaran yang ditempel di pos ronda dekat rumahnya, Cinderejo Kidul, Gilingan, Banjarsari. Saat itu, Widya baru saja berhenti bekerja sebagai seorang penjaga stan makanan. Penyebabnya, upah yang dia terima, Rp35.000 per hari, sangat tidak sesuai dengan jam kerja yang sungguh panjang. Suaminya, seorang penjual bakso di daerah Baki, sukoharjo, yang menikahinya pada 2019 lalu, menyarankannya untuk berhenti.

“Kalau ikut orang, upah yang saya terima memang kecil sekali. Ya, mau bagaimana, wong saya hanya lulusan SMP. Setelah berhenti jadi penjaga stan makanan, saya mencoba melamar pekerjaan di tempat lain, tapi semuanya menolak. Tidak ada satu pun yang mau menerima saya,” kata Widya, Jumat (26/11/2021).

Melihat suaminya yang kesusahan menutup kebutuhan keluarga, Widya kebingungan. Sempat terpikir untuk menjadi LC lagi, namun pikiran itu ia pendam dalam-dalam. Widya tak tega melihat suaminya. Ia juga merasa tak akan tahan dengan penilaian miring para tetangga.

“Selebaran di pos ronda itu benar-benar menyelamatkan saya. Tahunnya 2020 seingat saya. Ternyata pemerintah punya program kursus gratis untuk masyarakat. Namanya progam kecakapan wirausaha [PKW]. Saya baca lagi informasi di selebaran itu, penyelenggaranya ternyata Lembaga Kursus dan Pelatihan [LKP] Yanti yang tempatnya di Solo juga. Saya pun langsung ke sana untuk mendaftar,” cerita dia.

Salon Perintis

Dari LKP Yanti itulah kehidupan Widya berubah. Setelah mengikuti kursus salon selama tiga bulan, Widya bersama empat rekannya mendapat bantuan modal untuk mendirikan salon perintis yang diberi nama Faezya Salon.

“Saya dan empat teman saya bekerja secara bergantian. Di salon perintis itulah saya terus mempraktikkan keahlian saya. Sambil terus belajar, saya pun bisa punya pendapatan. Dalam satu bulan, seingat saya, saya bisa dapat Rp1 juta,” jelas Widya.

Makin terampil dalam bidang kecantikan membuat Widya juga semakin percaya diri. Berbekal tabungan hasil pendapatan dari salon perintis dan dukungan suami, Widya memutuskan untuk membuka usaha salon sendiri. Kitty Salon, salon miliknya, mulai berdiri pada Februari 2021 lalu. Dari yang hanya seorang diri, Widya kini berhasil mengajak beberapa rekannya dari LKP Yanti untuk menjalankan salon tersebut.

Banyaknya pelanggan salon maupun klien home care (layanan kecantikan di rumah yang diterapkan Widya sebagai bentuk adaptasi kondisi pandemi) membuatnya tidak sanggup bekerja sendirian. Saat usaha salonnnya makin berkembang, semakin banyak pula tenaga terampil yang dia butuhkan.

“Kalau saat di salon perintis itu saya bisa dapat Rp1 juta dalam sebulan, sekarang terkadang sehari saya bisa mendapat jumlah yang sama. Hasilnya kemudian saya bagi dengan teman-teman yang saya ajak bekerja di salon saya. Saya menerapkan sistem bagi hasil,” kata Widya yang ayahnya merupakan buruh mebel dan ibunya tenaga kerja wanita (TKW) di Malaysia ini. Dengan pendapatan yang menurutnya lebih dari cukup itu, Widya kini bisa membantu ayahnya membiayai sekolah adik bungsunya. Dia juga bisa membantu sang suami memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Pimpinan LKP dan Salon Yanti, Haryanti, mengatakan Widya adalah potret kesuksesan warga yang telah menempuh pendidikan dari jalur nonformal. Meski Widya hanya lulusan SMP, namun dia berhasil membuktikan dirinya sebagai orang yang berhasil.

LKP Yanti, khususnya melalui program PKW Kemendikbudristek, menurut Haryanti, dapat menjadi jawaban bagi mereka yang membutuhkan keahlian agar bisa hidup mandiri. Apalagi bidang kecantikan saat ini sangat dibutuhkan masyarakat. Meski Solo hanyalah kota kecil, namun jumlah warganya sangat banyak. Dengan begitu, bisnis layanan kecantikan, baik salon maupun layanan home care, adalah bisnis yang sangat potensial.

“Di LKP Yanti ini saya menyediakan tempat untuk siswa berpraktik yang disebut teaching factory, namanya Salon Yanti. Salon itu saya tempatkan di bangunan bawah. Jadi itu semacam laboratorium yang bisa dimanfaatkan anak-anak. Sementara, lantai atas saya gunakan sebagai kelas teori dan praktik,” jelas dia.

Satu lagi yang menarik di LKP Yanti milik Haryanti. Salah satu instruktur di tempat tersebut dulunya juga merupakan siswa magang di Salon Yanti. Setelah sukses sebagai wirausaha seperti Widya, siswa tersebut kemudian mengikuti pelatihan untuk menjadi instruktur. Keberadaan instruktur yang berpengalaman tidak hanya berguna dalam memberikan materi yang benar-benar sesuai, namun juga dapat memotivasi siswa supaya menjadi orang yang berhasil di kemudian hari.

“Di tempat kami, materi yang kami berikan kepada siswa adalah materi yang dibutuhkan dunia usaha dunia industri. Jadi kami memang memberikan skill yang dunia industri butuhkan. Harapan kami, siswa bisa langsung bekerja, menjadi wirausaha di masyarakat berbekal skill itu. Widya adalah salah satu contoh siswa kami yang berhasil di usia muda berbekal skill yang telah kami berikan,” tambah dia.

Mengutip laman kemendikbud.go.id, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) baru saja meluncurkan Program Ayo Kursus. Program tersebut menyasar 24.000 anak usia sekolah di bawah usia 25 tahun yang tidak bersekolah . Bagi warga yang ingin meningkatkan kompetensi , mereka dapat megikuti sejumlah kursus dan pelatihan yang ditawarkan pemerintah tersebut.

“Upaya [kami itu] untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak usia sekolah atau putus sekolah agar mereka kembali mendapatkan pendidikan, mereka harus kembali ke sekolah, salah satunya melalui program kursus dan pelatihan,” kata Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim dalam pesan kuncinya di peluncuran Program Ayo Kursus, secara daring, Rabu (22/9/2021). Mendikbudristek mengatakan PKW yang merupakan program inisiatif dari Ditjen Diksi menjadi bukti bahwa pendidikan vokasi adalah solusi terbaik untuk memulihkan Indonesia, khususnya pada masa pandemi sekarang ini.

Senada disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek, Wikan Sakarinto, di laman yang sama. Wikan mengatakan Program Ayo Kursus sangat relevan bagi mereka yang tidak ingin menyerah pada kondisi minimnya kesempatan kerja sekaligus ingin melanjutkan pendidikan. “Sebaliknya, mereka justru didorong untuk mengembangkan diri dan bersiap pada era selanjutnya setelah pandemi ini. Saat itu, gerbang-gerbang dunia kerja lebih terbuka namun persaingan tetap tinggi,” ungkap Wikan saat meresmikan peluncuran Ayo Kursus.

Sementara itu, Ketua Forum Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan Solo, Memet Toto Raharjo, menjelaskan keberadaan LKP memang sangat signifikan dalam upaya pemerintah mengurangi jumlah pengangguran di usia produktif. Saat ini, menurut Memet, berdasarkan data dapodik, ada 46 LKP di Kota Solo yang aktif sementara yang tidak aktif sebanyak 15 LKP. Jumlah yang cenderung stabil dari tahun ke tahun ini, menurut dia, menunjukkan LKP yang ada sekarang benar-benar sudah terseleksi karena mampu bertahan dalam memberikan layanan terbaik kepada masyarakat.

Lebih Fleksibel

LKP sebagai jalur pendidikan nonfomal untuk bidang vokasi, tambah Memet, bisa menjadi alternatif warga dalam mendapatkan pendidikan berbasis skill yang dibutuhkan dunia kerja. “Apalagi LKP di jalur nonformal ini kan jauh lebih fleksibel dibandingkan pendidikan formal. Respons kami lebih cepat menanggapi kebutuhan dunia usaha dan dunia indusrri. Di masyarakat trennya apa, kami langsung memberikan pelatihannya. Saya ingat betul, saat tren ponsel kali pertama dulu contohnya. Waktu itu, di pendidikan formal kan belum ada teknisi HP. Kami, sebaliknya, langsung merespons kebutuhan itu dengan mengadakan kelas untuk para teknisi HP,” jelas dia.

Saat ini, tambah Memet, yang memanfaatkan LKP bukan hanya siswa yang tidak beruntung dalam pendidikan formal. Banyak juga siswa lulusan SMA, SMK, bahkan perguruan tinggi yang mengakses LKP. Tujuan mereka adalah memperdalam keahlian supaya lebih siap menghadapi dunia kerja. Apalagi, layanan LKP kini semakin beragam, menyesuaikan dengan yang sedang tren di masyarakat.

“Kami tentu berharap masyarakat bisa semakin mengandalkan LKP karena keistimewaan kami di bidang vokasi ini. Namun, yang perlu dievaluasi juga oleh pemerintah barangkali terkait usia penerimaan siswa. Dibandingkan dulu yang warga usia 35 tahun ke atas saja bisa mengakses, batas usia pendaftar sekarang maksimal hanya 25 tahun. Yang saya maksud ini PKW, jadi syarat pendaftar adalah 18-25 tahun. Kalau yang reguler semua usia bisa mengakses. Nah, kami melihat usia 18-25 tahun itu belum matang secara pemikiran dalam hal wirausaha. Kalau hal-hal lain menurut saya sudah cukup. Saya berharap LKP semakin berperan dalam memajukan masyarakat,” kata dia.

Untuk menjadi bagian dari kemajuan tersebut, menurut Widya, diperlukan sikap pantang menyerah. Pesan itulah yang selalu disampaikan Widya kepada para perempuan, khususnya mereka yang juga pernah tidak beruntung seperti dirinya. Contohnya pada Kamis (25/11/2021) siang itu. Widya sengaja datang lagi ke LKP Yanti karena Haryanti mengundangnya. Haryanti meminta Widya memberikan motivasi kepada para siswa baru. Widya pun menyanggupi undangan tersebut.



Di salah satu ruangan di lantai ke-2, Widya tampil di depan. Kata-kata Widya mengalir pelan. Cerita tentang perjuangan hidupnya nyaris seperti cerita. “Jangan pernah menyerah. Kita tidak pernah tahu rezeki kita seperti apa. Tetap semangat karena rezeki kita tidak akan pernah tertukar dengan rezeki orang lain,” pesan Widya kepada 20-an peserta kursus.

Tiga tahun lalu, hidup Widya memang sungguh sulit. Seperti yang dia katakan, 2017 hingga 2018 adalah titik terendah hidupnya. Namun, ibu satu anak yang kini berusia 3 bulan itu tak menyangka segala kesulitan hidupnya itu kini justru bisa memotivasi perempuan lain untuk bangkit dan berani dalam menghadapi tantangan hidup. “Intinya jangan pernah menyerah.”

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya