SOLOPOS.COM - Warga Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Sarjianto, memperlihatkan tandon air miliknya, Selasa (9/8/2022). (Solopos.com/Nova Malinda)

Solopos.com, BOYOLALI — Tamansari menjadi salah satu kecamatan langganan kekeringan di Kabupaten Boyolali setiap musim kemarau. Bagi warga di kecamatan ini wajib hukumnya memiliki tandon air jika tak mau menderita saat krisis air tiba.

Ukuran tandon air warga pun tak main-main. Ada yang berkapasitas 5.000 liter bahkan ada yang sampai 15.000 liter. Tandon itu dibuat permanen dari semen yang ditanam di tanah. Kedalamannya bisa sampai tiga meter.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Musim hujan menjadi saat mereka mengumpulkan air. Begitu musim kemarau tiba seperti sekarang, warga mulai memanfaatkan air yang mereka simpan untuk kebutuhan sehari-hari.

“Hampir 70% rumah mempunyai tandon penampung air hujan kapasitasnya antara 5.000 sampai 15.000 liter,” Ucap Camat Tamansari, Wurlaksana, kepada wartawan melalui WhatsApp, Selasa (9/8/2022).

Air dalam tandon bisa terlihat berwarna kehijau-hijauan ketika airnya masih penuh. Tak jarang, dedaunan kering juga bisa teramati dalam tandon. Ada juga yang berisi ikan dan anak katak. Hal tersebut lumrah saja karena warga baru akan membersihkan tandon setelah air akan habis.

Baca Juga: Krisis Air, Kedalaman Sumur Bor di Tamansari Boyolali Capai 250 Meter

Kecamatan Tamansari merupakan satu dari tiga kecamatan baru yang ada di Kabupaten Boyolali yang resmi dibentuk pada tanggal 4 Februari 2019. Kecamatan ini memiliki 10 desa, di antaranya Dragan dan Mriyan.

Seorang warga Desa Dragan, Marmi, mengaku memiliki tandon air sejak 15 tahun lalu. Air tandon ia pakai untuk memasak, mencuci hingga memberi minum satu ekor sapinya. Karena tinggal seorang diri, Marmi bisa berhemat air. Begitu air di tandon habis, ia baru akan membeli air. Meski ada embung di desanya, lokasinya yang jauh menyulitkan Marmi.

Kondisi yang sama juga dialami oleh salah seorang warga Desa Mriyan, Tentrem. Ia memilki tandon air ukuran besar. “Air tandon kami gunakan untuk kebutuhan sehari-hari, air nya juga kami gunakan untuk memberi minum beberapa ekor sapi,” ucap Tentrem, Selasa.

Baca Juga: Jadi Langganan Krisis Air, Begini Antisipasi Warga Sruni Boyolali

Rata-rata warga Mriyan membeli air tiga sampai lima tangki kapasitas 6.000-8.000 liter sepanjang musim kemarau. Harganya Rp1100.000 untuk kapasitas 6.000 liter dan  Rp130.000 kapasitas 8.000 liter.

Uang yang biasanya digunakan untuk kebutuhan lain, terpaksa mereka gunakan untuk membeli air yang merupakan kebutuhan dasar.

Namun sejak 2017, Desa Mriyan mendapat bantuan Pamsimas, sehingga hampir tidak ada warga Desa Mriyan yang membeli tangki air saat musim kemarau tiba. Saat ini warga menggunakan dua sumber air, yakni air tandon dan air pamsimas.

Weorang Warga Mriyan lain, Sarjianto, mengaku air dalam tandonnya biasanya habis setelah empat bulan pemakaian. Meski kini sudah ada pamsimas, ia lebih memilih menghabiskan air tandon hujan dahulu untuk mencukupi kebutuhannya.

Baca Juga: Waspada! 7 Kecamatan di Boyolali Rawan Kekeringan, Ini Daftarnya

“Rasanya beda saja, antara pamsimas dan air tadah hujan, mungkin karena sudah dari awal menggunakan air tandon hujan itu ya,” ucap Sarjianto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya