SOLOPOS.COM - Seorang pemulung melintas di depan mural yang mengajak warga menyukseskan pemilu bersih di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2014). Mural tersebut mengajak masyarakat menggunakan hak pilih dalam Pemilu 2014 dan kritis terhadap janji-janji para para calon anggota lembaga legislatif dan calon presiden saat berkampanye. (Nurul Hidayat/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, SAMPANG Money politics alias politik uang dalam pemungutan suara pemilihan calon anggota lembaga legislatif (caleg) dalam Pemilu 2014 mulai menjadi bumerang. Kisah unik pun terkabarkan dari sejumlah daerah di Indonesia.

Setelah membagi-bagikan uang dan barang, memang tak sedikit caleg tidak mendapatkan cukup suara sehingga gagal melenggang ke gedung legislatif. Kecewa, marah dan stres membuat mereka melakukan beragam ulah mulai dari mencuri kotak suara, memblokir perumahan bahkan hingga bunuh diri.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Seusai pencoblosan, caleg dari PKS, Muhammad Taufiq, 50, misalnya,  kecewa dan marah karena perolehan suaranya minim. Pria ini ditemani Asmad,  tiba-tiba keluar dari rumah dan mendatangi TPS 2 Dusun Cekocek, Desa Bierem, Kecamatan Tambelangan, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Saat itu, petugas baru saja merampungkan penghitungan suara. Tanpa permisi, Taufiq dan Asmad langsung mengambil paksa sebuah kotak suara di tempat pemungutan suara (TPS) tersebut.

“Merasa tidak puas dengan hasil perhitungan suara, kedua pelaku pergi ke TPS dan mengambil kotak suara secara paksa, kemudian dibawa ke rumah saudara Taufik,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Ronny F. Sompie, Minggu (13/4/2014). Dia  menambahkan kedua pelaku kemudian diamankan Panwascam Tambelangan.

Ekspedisi Mudik 2024

Di Tulungagung, Jawa Timur seorang caleg dikabarkan menarik kembali sumbangan material untuk pembangunan sebuah musala, sementara di Kolaka, Sulawesi Tenggara sebuah musala disegel. Pembangunan musala di RT 002/ RW 002 Desa Majan, Kecamatan Kedung Waru, Tulungagung, bisa jadi akan terhambat. Pasalnya, material bantuan Haji Miftahul Huda, seorang caleg Partai Hanura ditarik kembali, gara-gara dia kecewa karena perolehan suaranya pada Pemilu Legislatif 9 April 2014 di luar harapan.

Material berupa 2.000 batu bata, 10 sak semen dan satu truk pasir memang diberikan Miftahul Huda untuk pembangunan musala saat masa kampanye lalu melalui salah satu tim suksesnya. Namun Miftahul menarik kembali sumbangan ini, karena ditempat ini ia hanya memperoleh 29 suara di RT 002/RW 002 Desa Majan.

Informasi yang diperoleh JIBI menyebutkan  penarikan bantuan gara-gara caleg gagal juga terjadi di Sulawesi Tenggara. Seorang kepala desa di Kabupaten Kolaka menyegel sebuah sekolah taman kanak-kanak dan tempat pendidikan anak usia dini.

Bahkan dia mengancam mengusir seluruh guru dan kepala sekolahnya setelah dua orang caleg titipan sang kades kalah di TPS dusun ini.

Menurut Kepala Sekolah TK, Darma, dua caleg titipan kades yakni dari Partai PKPI dan PDIP gagal memperoleh cukup suara. Akibat penyegelan ini sebanyak 27 siswa TK terpaksa belajar di rumahnya masing-masing Lain lagi dengan Witarsa, sehari pascapencoblosan lelaki ini dibawa anggota keluarganya ke sebuah padepokan di Desa Sinarancang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.

Caleg dari Partai Demokrat untuk Dapil Jabar X ini mengalami stres akibat perolehan suaranya sangat minim, sehingga gagal menjadi anggota DPRD Jawa Barat. Padahal, modal yang dikeluarkannya sangat besar.

Sementara itu, caleg dari Partai Amanat Nasional (PAN), Anselmus Petrus Youw, nekat menutup jalan masuk Perumahan Satpol PP dengan balok kayu, karena warga setempat tidak memilih dirinya saat Pemilu 2014.

Nyaris terjadi pertumpahan darah di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, tepatnya di Dusun Shebuh, Desa Tobadung, Kecamatan Klampis. Kejadian bermula ketika caleg Nasdem, Abdul Azis, mengecek TPS 3 di Dusun Shebah. Gerak-gerik Aziz dicurigai oleh H. Halim yang merupakan caleg dari Gerindra.

Perselisihan terjadi di antara kedua caleg tersebut. Halim mengeluarkan celurit yang dibawanya dan menantang duel Abdul Azis. “Namun dapat dipisahkan oleh Kapolsek, Kasat Narkoba, sehingga mereka bisa menahan diri dan didamaikan,” kata Kadiv Humas Polri.

Tindakan nekat dan tragis bahkan dilakukan seorang ibu muda dengan inisial S yang gagal menjadi caleg. Anggota sebuah partai asal kota Banjar, Jawa Barat ini memilih bunuh diri saat dia tidak berhasil menjadi calon anggota dewan.

Wanita itu mencalonkan diri untuk Dapil I kota Banjar dengan nomor urut 8. Namun saat mengetahui dia gagal, depresi dan bisikan setan membuat S bunuh diri dan mayatnya ditemukan di sebuah saung bambu di Dusun Limusnunggal, Desa Bangunjaya, Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Ciamis.

Tak Berani Pulang

Di Banda Aceh, para caleg yang gagal bersembunyi di rumah ketua partai. Enam calon wakil rakyat lokal tak berani pulang ke rumah. Alasannya, mereka belum bisa membayar uang saksi yang diordernya menjaga TPS.

Salah seorang caleg, Junaidi, mengaku kerap mendapat telepon dan menerima pesan singkat dari para saksi. Ia sebenarnya ingin melunasi honor saksi. Namun dia tidak lagi punya uang. Apalagi, berdasarkan penghitungan suara internal, ia kalah.

“Sekarang kami terpaksa harus menginap di rumah ketua partai,” ujarnya.

Ketua DPD Partai Hanura Banda Aceh, Abdul Jabar mengaku belum mampu membayar honor saksi karena dana dari DPP Hanura belum dikirim. Hingga saat ini, dia berusaha mencari solusi atas kejadian ini dan berharap ada kucuran dana.

Membagi-bagikan uang dikira menjadi salah satu cara untuk menarik simpati dan itulah yang dilakukan salah satu caleg berinisial Y di kota Bogor. Saat kampanye, Y meminta bantuan tim suksesnya yakni SB untuk memberikan ratusan buku tabungan di Kampung Muara, Kelurahan Pasirjaya, Kecamatan Bogor Barat senilai Rp50.000 setiap buku.

Saat itu Y sangat pede bisa meraih suara. Nyatanya, ketika pemilu usai dan suara dihitung, dari total DPT yang ada 900 suara, Y hanya meraih di bawah 10 suara. Mungkin Y akhirnya menyadari apa arti pemberi harapan palsu (PHP). Dia kemudian menarik lagi buku tabungan yang sempat dibagi-bagikan itu.

Tekanan saat gagal menjadi caleg memang besar, apalagi jika mengingat besarnya uang yang harus dikeluarkan dan bingung untuk membayarnya. Banyak yang terkena stres berat seperti dialami caleg dari Tangerang ini.

Pria dari Dapil Tangerang berusia 40 tahun langsung marah-marah saat tahu bahwa dia kalah dalam pemilu. Bahkan sore harinya seusai pencoblosan, dia langsung stres dan merangkak di pinggir jalan sambil membawa cangkir meminta uang kepada setiap orang yang lewat. Kalimat yang diucapkannya: “Kembalikan uang saya.”



 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya