SOLOPOS.COM - Tri Maridah, 71, yang terjaring razia pengemis di area CFD Kota Solo digelandang di Kantor Satpol PP dan Linmas Kota Solo, Minggu (31/5/2015). (Muhammad Irsyam Faiz.JIBI/Solopos)

Kisah tragis terburai saat aparat Satpol PP dan Linmas Kota Solo merazia pengemis di area CFD Kota Solo.

Solopos.com, SOLO — Erupsi Merapi cukup mala berlalu. Nyatanya, dampaknya masih terasa hingga kini. Jajaran Satpol PP dan Linmas Kota Solo menemukan perempuan renta korban bencana alam itu yang mengemis di area Car Free Day (CFD) Kota Solo, Minggu (31/5/2015).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Aparat penegak peraturan daerah dan kebijakan kepala daerah itu tanpa ampun mencokok perempuan 71 tahun itu lalu menggelandangnya ke markas mereka. Mata Tri Maridah terlihat memerah dan berkaca-kaca ketika Solopos.com menemui dan bertanya alasannya mengemis di jalanan Kota Solo.

Nenek-nenek itu pun memaparkan kisah tragisnya. ”Keluarga saya sudah tidak ada semuanya, 19 orang keluarga saya meninggal. Saya sendirian, saya terpaksa mengemis,” kata dia ketika ditemui Solopos.com di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat (Satpol PP dan Linmas) Kota Solo, Minggu (31/5/2015) pagi.

Peristiwa erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada Oktober 2010 lalu telah merenggut nyawa seluruh anggota keluarganya, termasuk suami dan ketiga anaknya. Hanya dia yang selamat.

“Saya sendiri yang selamat. Waktu itu saya tidak di rumah. Saya sedang berjualan di pasar di Kecamatan Pakem [Sleman, DIY],” kata dia.

13 Pengemis
Tri Mardinah adalah salah seorang pengemis di antara 12 pengemis yang terjaring razia Satpol PP & Linmas Solo di area bebas dari kendaraan bermotor atau Car Free Day (CFD) Kota Solo di Jl. Slamet Riyadi, Solo, Minggu.

Dia kemudian menunjukan kartu tanda penduduk (KTP) untuk meyakinkan Solopos.com bahwa dia benar-benar korban erupsi Gunung Meerapi. Di KTP itu tercantum alamat Tri Maridah di Desa Balerante, RT 004/RW 012, Kecamatan Kemalang, Klaten.

”Nih saya asli sana [lereng Merapi]. Saya tinggal di dekat rumah Mbah Marijan,” kata dia. Desa Balerante termasuk salah satu desa di Klaten yang terparah kena dampak erupsi Gunung Merapi.

Sesekali dia menyeka air matanya. Dia  melanjutkan kisah perjalanan hidupnya hingga akhirnya terdampar di Solo dan menjadi pengemis.

”Setelah erupsi Merapi itu, saya tinggal bersama sepupu saya di Kauman, Jogja. Empat tahun saya di sana. Dia [sepupunya] janda dan lebih tua daripada saya. Pada 30 Maret 2015 lalu saya pergi dari rumah itu. Saya diajak teman saya ke Solo. Harapannya bisa bekerja apa begitu. Bantu-bantu saya mau,” ujar dia.

Idap Stroke
Sesampainya di Solo, dia diajak untuk menjadi pengemis di depan Masjid Agung Solo. Hal itu tak berlangsung lama. Tri kemudian bertemu dengan warga Mojolaban, Sukoharjo yang  pernah menjadi sukarelawan di Balerate.

“Namanya Step. Dia masih ingat wajah saya. Akhirnya saya disuruh tinggal sama dia. Kebetulan istrinya berdagang di Pasar Klewer. Saya ikut membantu-bantu di sana,” kata dia.

Sambil membantu-bantu istri Step, setiap Minggu dia mengemis di area CFD. Dia memanfaatkan keramaian area CFD untuk menambah penghasilan.

“Saya ngaku saya memang pengemis, saya enggak jualan. Pak Step juga tahu saya pengemis. Lihat tangan kiri saya tidak bisa digerakkan. Saya ini [kena penyakit] stroke,” kata dia sembari menangis.

Setelah terjaring razia, dia akan kembali pulang ke Kauman, Jogja, ke rumah sepupunya itu. Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat (Tibumtranmas) Satpol PP & Linmas Kota Solo, Seksio Hariyanto, mengatakan para pengemis yang terjaring akan dikembalikan ke tempat asal masing-masing sesuai alamat di KTP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya