SOLOPOS.COM - Riva Ridhlo Budi Hariyadi, 17, (tengah) anak tunggal Budi Hariyanto bersama Susilowati, 34, (kanan) berjalan menuju mobil jenazah sembari menangis saat prosesi pemakaman jenazah Budi Hariyanto di Kampung Mojomulyo RT 001/RW 011, Kelurahan Sragen Kulon, Sragen, Rabu (27/7/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Kisah tragis, pawang ular yang terlilit ular hingga meninggal dunia ternyata sudah diingatkan untuk tidak membeli ular piton sepanjang 4,5 meter.

Solopos.com, SRAGEN–Bendera merah terbuat dari kertas terpasang di tengah gang masuk RT 001/RW 011, Kampung Mojomulyo, Sragen Kulon, Sragen. Sekitar 50 meter dari Jl. ring road selatan terdapat tenda biru yang memayungi jalan di depan rumah lawas. Tikar dari anyaman plastik tergelar di lantai pendapa kecil rumah menghadap ke utara itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sebuah peti berbalut kain putih membujur ke utara di ruang tamu. Peti mati itulah tempat bersemayamnya jenazah Budi Hariyanto yang lebih dikenal dengan sebutan Anto Kenyuk, 43.

Tak ada lantunan ayat suci. Para pelayat turut berduka atas kematian Budi Hariyanto (bukan Budianto seperti diberitakan sebelumnya). Pawang ular itu mengembuskan napas terakhir setelah lehernya dililit ular sawa kembang atau sanca kembang, jenis ular piton sepanjang 4,5 meter yang dibelinya dari teman sesama pawang di Desa Gebang, Kecamatan Masaran, Sragen, Selasa (26/7/2016) petang.

Anto meninggalkan seorang putra yang masih duduk di bangku kelas XI SMK Bina Wiyata Sragen, Riva Ridlo Budi Hariyadi, 17. Riva hanya terdiam di dalam rumah saat prosesi pemakaman jenazah ayahnya. Susilowati, istri kedua Anto, pun masih sembab saat menerima para pelayat. Ia berusaha mengusap air matanya saat menemui Solopos.com di teras rumahnya, Rabu (27/7/2016). Ia berkisah tentang nasib nahas yang menimpa suaminya.

Cerita itu berawal saat Anto dan Susilowati mendapat pesanan ular dari seorang tentara. Mereka pun mendatangi rumah teman sesama pawang ulang di Desa Gebang, Kecamatan Masaran, Sragen, bernama Hartono. Di rumah Hartono, mereka melihat ada dua ular dengan jenis yang sama tetapi ukuran berbeda. Mereka bermaksud membeli salah satu ular itu untuk memenuhi pesanan tentara.

“Suami saya itu tertarik dengan ular yang besar. Ular itu sebesar betis orang dewasa dan panjangnya 4,5 meter. Saya melarangnya membeli ular itu karena terlalu berisiko dan belum ada pesanan. Kami pun hanya membeli ular yang kecil senilai Rp60.000/ekor. Ular kecil itu pun kami bawa pulang,” ujar Susilowati didampingi tetangganya Ridwan.

Susilowati tak mengetahui bila saat Magrib, Anto menghubungi Hartono lagi untuk membeli ular piton besar itu. Susilowati baru tahu ketika mendapat kabar kematian suaminya dan membaca short message service (SMS) terakhir di ponsel Anto. Sebelum kembali ke Gebang, Anto sempat SMS Hartono.

Anto membeli ular berukuran besar itu senilai Rp300.000/ekor. Ular itu pun dimasukkan ke dalam karung dan diikat dengan rafia sepanjang 20 sentimeter. Ular itu dibawa pulang dengan mengendarai motor Yamaha Mio berpelat nomor AD 3462 AME. Ia pulang ke Sragen lewat wilayah Desa Jurangjero, Kecamatan Karangmalang. Sesampainya di jalan persawahan antara Dukuh Banaran-Purworejo, tepatnya di Dukuh Purwokerto RT 008/RW 003, Desa Jurangjero, tali karung yang berisi ular itu lepas. Ular keluar dan merayap ke bagian tubuhnya hingga melilit ke leher. Anto menghentikan motornya dan sempat menyetandarkan motor matik itu. Lilitan ular di leher Anto semakin kencang.

“Kepala sudah dipegangnya. Ia [Anto] ingin mengambil ekornya karena kelemahan ular terletak di ekornya tetapi tidak bisa karena kepalanya tidak bisa melihat bawah. Ia tak kuasa melawan lilitan ular itu dan akhirnya terjatuh meninggal dunia,” ujar Susilowati.

Tujuh hari sebelumnya, kata Susilowati, Anto pernah kejatuhan cicak di kepalanya. Sejak itu, ia sering menangis hampir setiap hari karena menyesal dengan sikapnya yang sering kasar kepada Susilowati. Ia mengatakan Anto meminta maaf kepadanya yang tetap setia dan berkeinginan membahagiakan istri dan anaknya.

Anto dikenal sebagai pawang ular sejak remaja. Ia pernah berjualan satai ular cobra. Saat booming batu akik, Anto juga berjualan batu akik di pinggir Jl. Raya Sukowati. Seorang tetangganya, Mahmud, menyampaikan Anto juga memiliki kuda dan seperangkat dokar kecil. Kuda dan dokar itu pernah dikaryakan sebagai alat transportasi hiburan di Alun-alun Sasana Langen Putra Sragen.

Jenazah Anto dimakamkan di permakaman umum Tempel, Kroyo, Karangmalang, Sragen pukul 10.00 WIB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya