SOLOPOS.COM - Senin Wibowo, 38, bersama ibunya di rumah mereka, Selasa (8/11/2016). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Kisah tragis, seorang warga Boyolali mengalami kejang-kejang selama 8 tahun.

Solopos.com, BOYOLALI — Warga Kecamatan Nogosari, Boyolali, Senin Wibowo, 38, kerap mengalami kejang-kejang selama delapan tahun terakhir akibat sakit yang tak terobati.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pria asal RT 008/ RW 001 Dukuh Karanglo, Desa Guli, tersebut kini hanya mengurung diri di dalam rumah lantaran tak ada lagi biaya untuk berobat.

Orang tua Senin, Sikem, 60, mengatakan sakit anaknya itu sudah pernah diobatkan ke sejumlah rumah sakit di Boyolali. Namun, hingga kini belum ada hasilnya.

“Sekarang sudah tak ada biaya lagi untuk berobat, anak saya rawat di rumah sebisanya,” ujar Sikem saat berbincang dengan Solopos.com di kediamannya, Selasa (8/11/2016).

Tangan dan tubuh Senin, kata Sikem, kaku dan kejang-kejang. Saat makan, tangannya tak bisa menyuapkan nasi ke mulutnya sendiri.

Kondisi inilah yang membuat Senin harus makan nasi dengan cara mendekatkan mulutnya sendiri ke nasi. “Kalau pakai tangan, nasi dan sayurnya tumpah semua ke tubuhnya. Jadinya, makan langsung pakai mulut,” papar Sikem.

Tak hanya itu, kepala dan tubuh Senin juga kerap terbentur-bentur di tembok dan tiang rumah lantaran sakit kejangnya itu. Derita Senin kian perih setelah ditinggal istrinya yang tak kuat hidup bersama Senin.

“Sekarang, istri anak saya sudah menikah lagi dengan pria lain. Saya bisa memahami karena memang anak saya seperti ini kondisinya,” ujar Sikem.

Menurut ayah Senin, Seman, 60, awalnya anaknya menderita radang mulut. Saat diperiksakan di sejumlah rumah sakit, sakit radang mulut itu bisa sembuh.

Namun, lambat laun sakitnya itu tak kunjung sembuh. Kini malah membuat tubuh Senin selalu kejang dan kehilangan kendali. “Ada yang bilang, anak saya ini syarafnya sudah rusak. Jadi, tubuhnya tak bisa digerakkan semua,” papar dia.

Saat Solopos.com mencoba mengajaknya bicara, Senin tampak bisa memahami. Meski suaranya tak jelas dan gagap, ia bisa merespons setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya.

“Setiap hari saya juga berdoa tak henti-henti agar bisa sembuh,” kata anak kedua dari tiga bersaudara ini dengan suara gagap.

Kedua orang tua Senin kini sudah pasrah. Jika sebelumnya mereka rajin membeli obat herbal asal Tiongkok yang dibeli di Pasar Gede Solo, kini upaya itu sudah tak lagi dilakukan.

Mereka tak punya uang untuk membeli obat itu. “Kula sampun pasrah mawon. Menawi dipun paringi kewarasan alhamdulillah [Saya pasrah saja. Kalau diberi kesehatan alhamdulillah],” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya