SOLOPOS.COM - dr. Stefanus Taofik, SpAn (Twitter)

Kisah tragis tentang Dokter Stefanus Taofik diklarifikasi beberapa organisasi kedokteran.

Solopos.com, JAKARTA – Kabar meninggalnya dokter spesialis Anestesi, dr. Stefanus Taofik, SpAn saat bertugas jaga piket lebaran 2017 memasuki babak baru.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Setelah viral dengan kabar Stefanus mendapat beban kerja terlalu berat, konfirmasi dari beberapa organisasi kedokteran menegaskan beban kerja Stefanus masih normal. Stefanus meninggal dunia Senin (26/6/2017) dini hari, saat piket jaga lebaran, Sabtu dan Minggu (25-26/6/2017).

Foto surat konfirmasi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin) beredar luas di media sosial (medsos). Dalam surat yang ditujukan untuk Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof Dr. Ilham Moetama Marsis, SpOG(K), dijelaskan detail pekerjaan Stefanus saat piket lebaran.

Dijelaskan dalam surat tersebut, Stefanus merupakan peserta Pendidikan Fellowship Konsultan Intensive Care (KIC) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Namun, saat meninggal dunia Stafanus sedang melaksanakan tugas pekerjaannya sebagai dokter anestesi di rumah sakit Pondok Indah, Bintaro Jaya.

Stefanus juga tidak bekerja selama lima hari di tiga rumah sakit seperti ramai beredar di media sosial. “Stefanus meminta pertukaran hari jaga dengan rekannya sehingga ia bekerja jaga 2×24 jam dan libur hari setelahnya,” terang Ketua Pengurus Pusat Perdatin, Andi Wahyuningsih Attas, dr, SpAn KIC MARS.

Saat tugas jaga tersebut Stefanus mengawasi satu pasien di ICU yang kemudian dipindah ke ruangan biasa dan satu pasien di kamar operasi.

Konfirmasi senada juga diungkap Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) melalui ketua umumnya dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes, seperti dimuat liputan6.com, Rabu (28/6/2017).

“Pihak RS menjelaskan bahwa Stefanus menangani satu pasien di ICU dan satu pasien operasi sedang pada saat bertugas pada 24-25 Juni 2017,” terang Kuntjoro Adi seperti dikutip Liputan6.com.Kuntjoro juga menambahkan bahwa Stefanus tidak bertugas sendirian saat piket lebaran.

“Saat beliau bertugas, pihak RS juga menugaskan dua dokter anestesi purnawaktu yang siap jika diperlukan” tambah Kuntjoro.

Setelah dimintai konfirmasi penyebab kematian bukan karena kelelahan bekerja, muncul kabar Stefanus menderita Brugada Syndrome, yang menyebabkan ritme detak jantungnya tidak normal.

Mengenai hal ini Sekertaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. M Adib Khumaidi, Sp.OT tidak mau banyak berkomentar.

“Itu kan masih praduga,. Kami belum mau bherkomentar banyak. Terlebih, yang boleh mengetahui secara pasti apakah ada penyakit itu atau tidak ya hanya keluarga dan rumah sakit yang memeriksa,” tegas Adib seperti dikutip Okezone.com, Kamis (29/6/2017).

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya