SOLOPOS.COM - Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana (paling kanan), berbincang dengan Bekti Wahyuningsih, tahanan yang membawa bayi tinggal di Rutan Boyolali, Selasa (26/7/2016) malam. (Hijriyah Al Wakhidah/JIBI/Solopos)

Kisah tragis, dua lembaga hukum di Boyolali membantah menerima surat permohonan penangguhan tahanan.

Solopos.com, BOYOLALI—Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Pengadilan Negeri (PN) Boyolali membantah pernah menerima surat permohonan penangguhan penahanan dari terdakwa Bekti Wahyuningsih, penghuni Rutan Boyolali yang membawa bayinya tinggal di sel tahanan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kejari Boyolali bahkan mengklaim telah mengambil langkah yang sangat bijaksana terhadap Bekti dengan mempercepat proses hukum. Bekti hanya sehari menjadi tahanan kejaksaan yakni hanya pada Kamis-Jumat (21-22/7/2016). “Hanya selang hari setelah pelimpahan tahap II dari Polres Boyolali, kami langsung limpahkan kasus Bekti ke PN Boyolali. Jadi Bekti tidak pernah mengajukan penangguhan seperti yang dia sampaikan di koran hari ini. Ini upaya kami agar proses hukum berjalan cepat. Jadi sekarang Bekti sudah bukan lagi tahanan kami tapi tahanan PN,” papar Kajari Boyolali, I Zam Zan, saat ditemui Solopos.com, di ruang kerjanya, Rabu (27/7/2016).

Ekspedisi Mudik 2024

Seperti diketahui, monitoring oleh Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana, ke Rutan Boyolali, Selasa (26/7/2016) malam, menemukan ada seorang tahanan, Bekti yang tinggal di sel bersama bayinya yang baru berusia 25 hari. Kepada Widodo, Bekti menuturkan dia sudah meminta agar penahanannya ditangguhkan atau menjadi tahanan luar tapi tidak mendapatkan izin.

I Zam Zan berusaha meluruskan apa yang disampaikan Bekti kepada Dirjen Perundang-Undangan. “Apa yang dia sampaikan itu tidak benar. Dia tidak pernah mengajukan penangguhan penahanan kepada kami. Perlu diketahui, Bekti ditangkap dengan dijemput paksa oleh penyidik Polres Boyolali, di Denpasar. Konon dia sempat tidak kooperatif. Dia ini melanggar Pasal 21 KUHAP tentang penahanan. Justru ada kekhawatiran dia akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti dan dalam kasus yang dia hadapi, dia bisa ditahan,” kata I Zam Zan didampingi Kasi Pidana Umum, Heru Rustanto.

Setelah dilimpahkan ke PN Boyolali akhir pekan lalu, kejaksaan langsung menerima penetapan sidang perdana, yakni 1 Agustus. Heru membenarkan Bekti didakwa kasus penggelapan dan mendapat ancaman hukuman 5 hingga 7 tahun penjara. “Oleh UU ini diperkenankan untuk ditahan.”

Terlepas dari prosedur hukum, dari sisi kemanusiaan I Zam Zan juga menyayangkan karena Bekti nekat membawa bayinya ke rutan. Semestinya, Bekti punya pilihan lain misalnya dengan menitipkan anaknya ke keluarganya yang lain.
Kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan menimpa bayi selama tinggal di rutan, maka yang bertanggung jawab adalah ibu yang membawanya ke rutan.
“Kasus semacam ini bukan yang pertama. Banyak ibu kena kasus, ketika mereka dipenjara, kebanyakan anak mereka langsung dititipkan ke keluarga.”

Humas PN Boyolali, Agung Wicaksono, membenarkan saat ini Bekti adalah tahanan majelis. Hingga saat ini pun majelis belum pernah menerima permohonan pengajuan penahanan dari Bekti yang saat ini sudah berstatus terdakwa. Agung justru menyayangkan sikap terdakwa yang membawa bayinya ke dalam rutan.

“Sekarang teknologi kan sudah maju. Kalau memang mau tetap memberikan ASI, sekarang kan bisa ASI disimpan dalam botol, simpan di tas khusus. Titipkanlah bayi pada keluarga atau rumah sakit terdekat, yang sewaktu-waktu bisa ambil ASI peras.”

Oleh karena itu, kata Agung, adanya tahanan yang membawa bayi ke sel tahanan belum tentu menjadi kesalahan aparat hukum yang menahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya