SOLOPOS.COM - Ilustrasi penjual jamu gendong. (Solopos-dok)

Solopos.com, WONOGIRI – Masih lekat dalam ingatan Sumiyem, 66, saat kali pertama dirinya mulai belajar meramu jamu kepada penjual jamu gendong, Ngadiyem, di kampung dekat Waduk Gajah Mungkur (WGM), Wonogiri, pada 1977.

Saat itu terhitung baru ada tiga penjual jamu gendong, salah satunya dirinya sendiri.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Keputusannya berjualan jamu gendong didasari desakan ekonomi. Sumiyem harus membantu suami menghidupi dua anaknya.

Ia pun memulai berjualan jamu dengan menggendong tenggok berisi aneka jamu mulai dari beras kencur, kunir asem, jamu daun pepaya, dan lainnya.

Kocak! Didi Kempot Mejeng ala Boyband Korea

Seragam berjualannya sehari-hari ada kebaya dibalut jarik untuk bawahannya.

“Waktu itu masih nyeker. Belum usum sandal,” kenang perempuan yang akrab disapa Sumi, saat ditemui Solopos.com di rumahnya, akhir pekan lalu.

Kisah Kelam PSK: Melayani saat Mens

Warga Dusun Sanggrahan, Desa Singodutan, Selogiri, Wonogiri, itu menceritakan pada 1977, ia berjualan jamu dengan harga Rp10 per gelas.

Harga jamu lalu naik menjadi Rp25 per gelar dan terus naik hingga Rp2.000-Rp3.000 per gelas.

Catat! Ini Cara Mengetahui Mobil yang Pernah Terendam Banjir

Saat itu, Sumi bisa mengantongi pendapatan hingga Rp750 per hari. Padahal, modalnya membikin jamu hanya menghabiskan Rp100.

Biasanya, pagi-pagi sekali Sumi berangkat dari rumahnya di Singodutan berjalan kaki hingga Pasar Krisak. Dari pasar, ia menuju RSUD Soediran Mangun Sumarso di Giriwono.

Ramalan Bencana 2020, Waspada Gempa 9SR!

Di sana, pelanggan tetapnya mulai dari dokter, perawat hingga petugas kebersihan sudah menunggu.

Saking hafalnya mereka dengan Sumi, para dokter dan perawat di RSUD menyebutnya sebagai “Mbak Cantik.”

Doa Agar Anak Tak Diganggu Makhluk Halus

“Waktu berjualan saya menyiapkan betul pakaian saya. Kalau kebayanya berwarna hijau, saya memakai suweng warna hijau. Kalau kebaya merah, suweng-nya juga merah. Dulu masih pakai caping, belum ada payung,” kenang dia.

Dari berjualan jamu juga, Sumi pernah ikut pameran yang dihadiri Presiden kedua RI, Soeharto, di Wuryantoro. Suatu ketika ia juga berulang kali ikut pameran yang digelar mantan Bupati Wonogiri, Begug Poernomosidi.

Makam Lina Mantan Istri Sule Dibongkar

Bahkan, pada suatu pameran Sumi pernah mendapatkan omzet hingga Rp500.000 per hari. Saat itulah jamu gendong mulai populer di Wonogiri.

“Tapi sekarang tinggal sedikit yang benar-benar digendong. Kebanyakan naik motor,” ujar perempuan yang pernah menjadi Ketua Paguyuban Penjual Jamu Gendong Kecamatan Selogiri itu.

Tak Berjilbab, Siswi SMAN 1 Gemolong Sragen Diintimidasi Pengurus Rohis

Sumi mengaku belum ada sebulan dirinya memutuskan pensiun dari berjualan jamu.



Keputusan itu muncul saat ada kebijakan tak boleh lagi berjualan di rumah sakit dan kantor-kantor pemerintah, sekitar empat tahun lalu.

Lowongan Kerja Terbaru, Klik di Sini!

Kini, Sumi memilih menjadi tukang pijat dan berjualan makanan kecil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya