SOLOPOS.COM - Bisowarno, 55, dan sang istri, Slamet Mulyati, 65, di depan rumah di kampung halaman mereka, di RT 005/RW 003 Dukuh Ngaru-Aru, Desa Pengging, Kecamatan Banyudono, Boyolali, Senin (20/7/2015). (Kharisma Dhita Retnosari/JIBI/Solopos)

Kisah sukses perantau ini berhasil meraih kemakmuran dari bakso pangsit.

Solopos.com, BOYOLALI — Tak pernah diduga pangsit pentol mi ayam khas Pengging buatannya mendulang sukses di tanah ujung timur Indonesia, Papua. Bermodal nekat, Bisowarno, 55, dan sang istri, Slamet Mulyati, 65, mengadu nasib, merantau menyeberang lautan dengan hanya bermodal Rp10.000 di dompet.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Saya ingat betul, waktu itu berangkat Desember 1987, sampai Papua Januari 1988. Perjalanan laut kurang lebih dua pekan. Luar biasa saya jatuh bangun bahkan sampai pernah hampir gulung tikar. Tapi dengan niat kuat, saya dan istri mencoba bertahan. Lha wong sudah sejauh ini, masak menyerah,” kata Bisowarno saat diwawancarai Solopos.com Senin sore.

Warung pangsit Putera Pengging yang beralamat di depan Batalion 751 Jl. Kemiri, Sentani, Jayapura, kini cukup dikenal warga Papua. Kualitas dan keaslian rasa menjadi kunci sukses mereka. Dengan harga Rp15.000-Rp18.000 per porsi, kini mereka sanggup membeli tiga unit rumah, mobil, dan lain sebagainya untuk keluarga di kampung halaman, yakni di RT 005/RW 003 Dukuh Ngaru-Aru, Desa Pengging, Kecamatan Banyudono, Boyolali.

“Yang penting selalu menjaga kualitas rasa. Banyak kok yang bilang rasanya beda dengan yang lainnya. Di sana dulu belum begitu banyak penjual pangsit pentol. Banyak yang nanya, Pengging itu di mana. Ada juga yang sudah tahu Pengging, nanya di sebelah mananya pemandian,” cerita sang istri, Slamet Mulyati kepada Solopos.com saat dijumpai di kampung halamannya, Senin (20/7/2015).

Sempat gagal saat merantau di Jakarta selama dua tahun tak menyurutkan niat Bisowarno dan istrinya untuk mencoba kembali. Kala itu, pilihan jatuh ke tanah Papua. Bukan tanpa alasan, Bisowarno dengan berani mencoba mengembangkan usaha pangsit pentol karena masih sepi pesaing. Pangsit pentol adalah sebutan masyarakat Papua untuk mi ayam bakso.

Gerobak Keliling

Berawal dari sebuah gerobak keliling yang didapat dari pinjaman koperasi atas nama kerabat sang istri, tertatih mereka berdua berjualan dari nol, berkeliling menjelajah dari pagi hingga malam di Jayapura, Papua. Selama masa awal mereka di Papua, mereka tinggal menumpang pada salah seorang kerabat yang kebetulan juga mengadu nasib di Papua.

“Saking ngenesnya, pernah mi instan satu bungkus buat jatah dua hari untuk dua orang. Karena waktu awal kan belum seperti sekarang. Kami harus pandai berhemat di tanah orang,” imbuh Mulyati.

Bisowarno mengaku saat-saat berkumpul bersama anak, cucu dan keluarga di kala mudik menjadi capaian sukses tersendiri bagi perantau seperti dia dan istrinya.

Meski jauh dan memakan banyak biaya, setahun sekali mereka selalu menyempatkan waktu, uang, dan tenaga untuk bernostalgia bersama keluarga.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya