SOLOPOS.COM - Oei Tiong Ham. (Wikipedia)

Solopos.com, SEMARANG — Kisah tentang Oei Tiong Ham si pengusaha terkaya se-Asia Tenggara dari Semarang, Jawa Tengah, sangat fenomenal. Pria kelahiran Semarang, 19 November 1866 itu adalah keturunan pengusaha totok bernama Oei Tjie Sien yang berasal dari daerah Tong An, Fujian, China.

Pada awal abad ke-20 dia menjadi orang terkaya di Asia Tenggara berkat sederet bisnis, salah satunya gula. Bahkan di saat itu, dia dijuluki sebagai Sang Raja Gula dan diangkat sebagai abdi negara dengan gelar Luitenant der Chinezen di masa pemerintahan kolonial di Semarang dan memiliki pangkat Majoor hingga purna tugasnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Semasa hidupnya, dia mendapat gelar Manusia 200 Juta Gulden, sebagaimana ditulis dalam buku Konglomerat Oei Tion Ham, Kerajaan Bisnis Pertama di Asia Tenggara yang terbit pada 1991. Hal ini karena dia menjadi penguaha pertama yang kekayaannya kala itu menembus angka 200 juta gulden atau sekitar Rp27 triliun.

Baca juga: Harta Warisan Pengusaha Terkaya Asia Asal Semarang Jadi Sengketa

Dia juga memiliki lahan seluas 81 hektare di pusat Kota Semarang, tepatnya di kawasan Gergaji. Dia kemudian membangun istana megah di sana yang disebut Istana Gergaji atau Istana Balekambang. Sampai saat ini, bangunan bergaya klasik Eropa khas Italia itu masih utuh dan menjadi kantor Otoritas Jasa Keuangan Regional III Jawa Tengah dan DIY.

Sisa lahan milik Oei Tiong Ham lainnya kini menjadi pusat perkantoran pemerintah di kawasan Simpang Lima Semarang. Mulai dari Kantor Gubernur Jawa Tengah, DPRD Jawa Tengah, kompleks Polda Jawa Tengah, kampus Universitas Diponegoro, hingga perkantoran di Jl Pandanaran.

Baca juga: Ini Hlo Isi Brankas Milik Pengusaha Terkaya Asia di Semarang

Gurita Bisnis

Pada puncak kejayaannya, bisnis konglomerat Asia Tenggara ini tersebar di lima benua. Sayangnya, tidak sampai 100 tahun kemudian, jejak kejayaan taipan kelahiran Semarang ini nyaris lenyap. Bahkan, tidak sedikit warga Semarang yang tidak tahu sama sekali jika kota tersebut sempat menjadi pusat bisnis di Asia Timur pada masa kolonial Belanda.

Industri gula menjadi ujung tombak bisnisnya. Namun kesuksesannyaa juga didukung bisnis ekspor berbagai hasil bumi, mulai dari karet, kapuk, kopi, tapioka, lada, jagung, hingga minyak serai.

Berbeda dengan pedagang China pada umumnya, Oei Tiong Ham menerapkan manajamen perusahaan modern yang mengandalkan kontrak legal tertulis dengan sistem akuntansi. Posisi penting seperti direktur, manajer, hingga insinyur diserahkan kepada tenaga profesional yang bukan dari keluarganya. Dia tidak segan mempekerjakan orang Belanda. Padahal pada era kolonial, orang China dianggap sebagai warga kelas dua.

Baca juga: Ini Wujud 2 Istana Pengusaha Terkaya Asia Tenggara di Semarang

Akhir Hayat

Sayangnya, nasib Oei Tiong Ham berujung tragis. Dia meninggal pada 6 Juni 1924. Penyebab kematiannya pun menjadi misteri, ada dugaan yang menyebutkan dia meninggal karena diracun. Namun, pihak keluarga menyebutkan dia meninggal karena serangan jantung.

Setelah kematiannya terjadi sengketa harta warisan di antara para istri dan anak-anaknya. Total dia memiliki delapan istri, 26 anak, dan belasan gundik. Drama harta warisan ini pun menjadi perbincangan hangat yang disajikan berbagai surat kabar nasional dan internasional.

Baca juga: Inilah Sosok Pengusaha Terkaya Se-Asia Tenggara Asal Semarang

Selain itu, riwayat gurita bisnisnya berakhir pada 10 Juli 1961 saat pengadilan ekonomi di bawah rezim Sukarno melakukan penyitaan dan nasionalisasi terhadap seluruh asetnya di Indonesia. Pada 1964, seluruh aset sang Raja Gula Asia itu diserahkan ke perusahaan negara PT Rajawali Nusantara Indonesia yang masih eksis sampai hari ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya