SOLOPOS.COM - BASE CAMP—Sabar (empat dari kiri) berada di salah satu base camp dan makan bersama tim ekspedisi sebelum melakukan pendakian ke Puncak Elbrus, Rusia, beberapa waktu yang lalu. (ist)

Bertingkah seperti orang gila untuk menghilangkan suntuk dan jenuh


BASE CAMP—Sabar (empat dari kiri) berada di salah satu base camp dan makan bersama tim ekspedisi sebelum melakukan pendakian ke Puncak Elbrus, Rusia, beberapa waktu yang lalu. (ist)

M Sabar, wong Solo yang kini terkenal sebagai pendaki gunung berkaki satu, berhasil menggapai puncak gunung tertinggi di Eropa, puncak Gunung Elbrus. Kepada wartawan SOLOPOS, Imam Yuda Saputra, Sabar berkisah suka-dukanya mencapai puncak gunung tertinggi di Rusia itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di atas hamparan padang bersalju di kaki Gunung Elbrus, M Sabar mulai jenuh. Hampir enam jam lamanya, penyandang tunadaksa asal Kota Solo ini berjalan kaki.

Tiba-tiba, Sabar lantas meloncat-loncat dan berputar-putar. Mirip orang yang tak waras, Sabar juga berteriak-teriak.

Meski demikian, dalam teriakannya, sesekali terselip ucapan penuh syukur yang keluar dari mulut Sabar. Rasa syukur dipanjatkan oleh pria kelahiran 9 September 1968 tatkala melihat keindahan yang ditunjukkan Gunung Elbrus yang berdiri tegak di hadapannya.

Hamparan salju putih bersih di Puncak Rusia ini terlihat indah. Apalagi dari kejauhan terlihat matahari dengan setia menemani di sisi gunung yang menjadi batas wilayah Rusia dengan Georgia itu.

Tingkah lakunya bak orang tak waras ini, dilakukan Sabar tak hanya sekali. Ini dilakukan berulang-ulang, terutama di saat rasa bosan menghampirinya dalam perjalanan menuju Puncak Elbrus setinggi 5.642 meter di atas permukaan laut (mdpl).

“Hanya dengan itu saya bisa menghilangkan rasa suntuk dan jenuh. Maklum, jalan kaki terus selain capek juga membosankan,” ujar Sabar sambil memperlihatkan rekaman video perjalananannya menuju Puncak Elbrus kepada Espos, Senin (19/9/2011) malam, di rumahnya.

Meski pada akhirnya, Sabar mampu menjangkau Puncak Elbrus, akan tetapi perjalanan yang dilaluinya bukannya tanpa rintangan.

Perjalanan bersama Tim Ekspedisi Merdeka ini butuh waktu sekitar empat hari, mulai dari 13-17 Agustus untuk mencapai puncak gunung tertinggi di dataran Eropa itu.

Berbagai rintangan menjadi kawan perjalanan bagi pria yang kehilangan kaki kanannya akibat terjatuh dari gerbong kereta api jurusan Jakarta-Solo pada 1989.

Apalagi jalur yang diambil Sabar menuju Elbrus terhitung sulit. Mengawali perjalanan dari Kota Pyatigorsk, Sabar bersama rombongan mendaki Puncak Elbrus melalui jalur utara.

Lain ceritanya, seandainya Sabar melalui jalur selatan. Di jalur ini banyak berbagai sarana transportasi, seperti gondola atau cable car yang bisa diandalkan untuk mencapai ketinggian hingga 4.600 mdpl.

Akan tetapi Sabar enggan memilih jalur ini. Dengan ditemani jaket tebal, sarung tangan dan kacamata serta kedua kruk hasil buah tangannya sendiri, Sabar lebih memilih jalur bersalju dengan jurang-jurang menganga yang mengitar di sisinya.

Meski demikian, bukan Sabar namanya seandainya mudah menyerah. Segala konsekuensi akan dihadapinya guna mewujudkan impiannya, yakni mengibarkan sang Merah Putih dan menjadi atlet difabel pertama yang mampu menaklukan Puncak Elbrus.

Untungnya, niatan Sabar mendapat restu dari Sang Pencipta. Doa dan dukungan dari masyarakat Indonesia membuatnya tak mengalami kesulitan berarti.

Suhu udara di Gunung Elbrus yang biasanya bisa mencapai minus 40 derajat celcius, kali itu tak dihadapinya. Saat perjalanannya, suhu udara yang dialaminya hanya berkisar minus 15 derajat celcius.

“Itu membuat kami tak mengalami kesulitan. Suhu yang dingin masih bisa disiasati dengan mengenakan pakaian tebal. Selama di sana, saya selalu memakai jaket rangkap tiga, jadi tak terlalu dingin,” tuturnya.

Sinyal bakal mendapat cuaca yang cerah selama mendaki di Elbrus memang sudah terlihat Tim Ekspedisi Merdeka sejak awal. Sejak melakukan perjalanan dari Bandara di  Mineralnye Vody menuju Kota Pyatigorsk cuaca cenderung panas.

Hal inilah yang membuat Sabar bersama Ketua Tim, Budi Cahyono, serta dua pemandu asal Rusia, Sergey dan Viktor, tak menyertakan heater maupun tabung oksigen dalam bekalnya. Mereka yakin cuaca dingin tak akan mencapai minus 40 derajat Celsius yang akan menyebabkan mereka mati beku.

“Kami memang tertolong oleh pemilihan dan prediksi cuaca yang tepat. Sehingga bisa sukses melakukan pendakian,” tutur Sabar.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya