SOLOPOS.COM - Sugiyo membawakan ransel para pilot Kejuaraan Nasional dan Kejuaraan Terbuka Paralayang 2017 di Puncak Joglo, Sendang, Wonogiri, Jumat (15/9/2017). (Ahmad Wakid/JIBI/Solopos)

Kejurnas Paralayang 2017 dilaksanakan di Puncak Joglo Wonogiri.

Solopos.com, WONOGIRI — Sugiyo tertatih-tatih menapaki anak tangga di Puncak Joglo, Sendang, Wonogiri, Jumat (16/9/2017). Wajah kakek-kakek berusia 72 tahun itu penuh keringat. Sesekali ia berhenti sejenak untuk mengambil napas dan mengusap keringat.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Di punggung Sugiyo terdapat ransel dengan berat mencapai 18 kg. Ransel dengan dua kali lebih besar dari tubuhnya itu berisi harness, parasut, helm, dan peralatan lain bagi pilot paralayang. Saat melangkah mendekati puncak, tangannya memegang pagar tangga agar tetap kuat membawa beban berat itu ke Puncak Joglo.

Ekspedisi Mudik 2024

Sugiyo yang merupakan warga Prampelan, Sendang, Wonogiri, itu menjadi porter bagi para pilot paralayang yang enggan bersusah payah membawa ranselnya ke puncak. Mereka memilih menggunakan jasa Mbah Sugiyo dan porter lain untuk mengangkut peralatannya dari tempat parkir ke puncak joglo sekitar 30 meter dengan jalan menanjak. Para pilot itu cukup membayar Rp10.000.

Sesampainya di puncak, Mbah Sugiyo langsung menaruh ransel itu di tempat yang kosong. Ia melepas topi yang melindunginya dari terik matahari. “Hari ini dapat tujuh tas. Kalau kemarin dapat delapan tas,” kata Sugiyo kepada .

Sugiyo mengaku sejak umur 32 tahun sudah menjadi porter atau sekitar tahun 1973. Saat itu, tempat lepas landas masih berada di dekat Watu Cenik yang satu kawasan dengan Puncak Joglo dan dia membawakan peralatan para penerbang gantole. Sedangkan Puncak Joglo belum digunakan sebagai tempat lepas landas paralayang.

Selama 40 tahun menjadi porter, Mbah Sugiyo mengaku menikmati pekerjaannya. Apalagi kini dia tak bisa menggarap sawah karena tidak ada pasokan air. Sugiyo mengaku enggan beralih tanam palawija karena serangan kera yang suka memakan palawija. Gerombolan kera sering turun ke permukiman warga karena persediaan makanan di hutan menipis pada musim kemarau.

Hal serupa dilakukan oleh Giyono. Pria berusia 63 tahun itu sudah lama menjadi porter bersama Mbah Sugiyo. Keduanya tak hanya menjadi porter, tetapi juga menjadi paraboy di Kejuaraan Nasional dan Kejuaraan Terbuka Paralayang 2017 yang berlangsung sejak Kamis-Minggu (14-17/9/2017). Sebagai paraboy, keduanya juga membantu mengondisikan parasut saat pilot akan lepas landas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya