SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

PATROLI--Petani asal Dusun Ngroto Traman, Desa Pare, Selogiri, Wahyudi berpatroli mengawasi ladangnya dari kemungkinan serangan kawanan kera yang diyakini mengintai dari kerimbunan pepohonan. Foto diambil Senin (19/9/2011) siang. (JIBI/SOLOPOS/Suharsih)

Lengah, musnah …

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Areal ladang atau tegalan di Dusun Ngroto Traman, Desa Pare, Selogiri itu begitu tenang.

Nyaris tidak ada suara lain selain desauan angin di antara pepohonan yang tumbuh di lereng-lereng bukit di sekeliling tegalan itu. Namun hal itu tak menurunkan kewaspadaan Wahyudi.

Petani berusia 40 tahunan itu terus mengedarkan pandangannya ke segala penjuru.

Dirinya yakin, tersembunyi di antaranya pepohonan rimbun di perbukitan itu, kawanan kera yang biasa menyerang lahan pertaniannya tengah mengintai, menanti dirinya lengah atau meninggalkan ladangnya tanpa penjagaan.

Bapak dua anak itu mengakui pekerjaan menunggui ladang itu memang melelahkan dan  menyita hampir seluruh waktunya.

Dia pun nyaris tak bisa melakukan aktivitas lainnya.

“Tapi bagaimana lagi? Kera-kera itu suka main kucing-kucingan. Begitu tahu tidak ada orang di ladang, mereka akan langsung keluar dan menyerang tanaman kami. Jumlah mereka sangat banyak, mungkin ratusan ekor sekali turun, dan kalau kami lengah sedikit saja, tanaman yang kami rawat selama berbulan-bulan bisa ludes dalam hitungan menit,” kata Wahyudi, didampingi isterinya, Wijiyani dan seorang anaknya, saat ditemui Espos di sela-sela menunggui ladangnya, Senin (19/9/2011) siang.

Wahyudi yang juga Ketua RT 3/RW XI Dusun Ngroto Traman itu mengungkapkan musim kemarau memang selalu menjadi musim yang penuh perjuangan bagi petani di wilayah itu.

Ladang yang ditanami harus ditunggui selama seharian supaya tidak diserang kawanan kera. Lengah sedikit saja, maka petani tidak akan bisa panen.

Tidak hanya palawija, tanaman padi pun kerap dirusak oleh kera-kera itu.

Wahyudi sendiri mengaku heran. Tahun 2009 lalu, pernah ada upaya untuk membasmi serangan kera dengan bantuan orang Badui. Waktu itu, orang-orang Badui membuat perangkap besar dari jaring yang dibentangkan dari pohon ke pohon lalu berusaha menarik perhatian kera supaya keluar.

Selama sebulan memasang perangkap, tidak kurang dari 3.000 ekor kera berhasil ditangkap dan hampir separuhnya yang bertahan hidup dibawa ke penangkaran.

Sisanya, karena berusaha melawan dan menyerang warga, akhirnya dilumpuhkan dan tidak sedikit yang terbunuh. Namun demikian, serangan kera pada ladang petani masih terus terjadi.

“Kami sungguh sangat berharap ada perhatian dari pihak terkait di pemerintahan agar ikut memikirkan kesulitan petani di sini. Supaya petani terbebas dari gangguan hama kera dan bisa panen sehingga bisa hidup yang lebih layak. Kalau kami harus mengundang orang Badui lagi, terus terang kami tidak sanggup membiayainya,” ucapnya.

Kepala Desa Pare, Waluyo Dwi Brasto, ketika ditanya mengenai serangan hama kera di wilayah itu mengatakan memang sulit untuk mengatasi serangan kera itu selama perbukitan yang dikuasai oleh Perhutani itu hanya ditanami tanaman produktif seperti pinus, jati dan sebagainya.

“Mestinya hutan itu ditanami juga dengan pohon buah-buahan sehingga kera-kera yang ada di dalamnya punya sumber pangan sendiri dan tidak mengganggu lahan milik petani,” kata Waluyo.

(Suharsih)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya