SOLOPOS.COM - Sri Waluyo sedang memantau ketinggian air Kali Pepe di area Pintu Air Demangan, Sangkrah, Pasar Kliwon, Kamis (6/12/2012). (JIBI/SOLOPOS/Muhammad Khamdi)

Sri Waluyo sedang memantau ketinggian air Kali Pepe di area Pintu Air Demangan, Sangkrah, Pasar Kliwon, Kamis (6/12/2012). (JIBI/SOLOPOS/Muhammad Khamdi)

Memasuki musim hujan akhir tahun ini, aktivitas Sri Waluyo, 34, seolah tak henti. Hari-harinya dilewati dengan mengecek ketinggian air di Kali Pepe. Ya, pria yang akrab disapa Waluyo merupakan satu-satunya orang yang bertugas sebagai penjaga Pintu Air Demangan, Sangkrah, Pasar Kliwon. Dia menempati rumah di area Pintu Air Demangan bersama istri dan seorang anaknya.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Sekilas, tugas Waluyo sepele yakni mengecek ketinggian air Kali Pepe dan memompa luapan air sungai saat musim hujan. Namun siapa sangka, dibalik tugasnya yang terkesan sederhana itu ternyata Waluyo menyimpan tanggungjawab besar menjalankan tugas. “Bayangkan saja kalau beberapa jam saja pintu air tidak dicek dan saya tidak bertindak cepat, maka Kota Solo bisa menjadi lautan air,” ujar Waluyo tanpa bermaksud menyombongkan diri saat berbincang dengan Solopos.com di rumahnya.

Waluyo mengaku tidak bisa meninggalkan rumah dalam tempo lama. Apalagi, memasuki hujan kali ini, praksis Waluyo seolah tak bisa beranjak dari rumah. “Kerja saya tidak memandang jam dan hari. Apalagi kerjaan ini tidak bisa disambi dengan pekerjaan lain di luar rumah. Kalau saya ada keperluan penting di luar rumah, saya biasanya gantian sama istri. Itu pun waktunya tidak lama,” jelas Waluyo.

Saking terbiasanya mengamati aliran air Kali Pepe, Waluyo bisa niteni [melihat tanda-tanda] apabila akan terjadi banjir. “Kalau mau terjadi banjir, air sungai berwarna merah tua. Merahnya seperti guguran lemah abang [tanah merah]. Walau pun di Kota Solo terjadi hujan deras dan keruh air sungai terlihat biasa, ya saya yakin tidak mungkin terjadi banjir, paling ada peningkatan volume air, setelah itu surut lagi,” jelasnya.

Dengan mengetahui tanda-tanda musibah banjir, Waluyo langsung berkoordinasi dengan petugas pintu jaga lainnya, semisal menghubungi penjaga Kali Dengkeng, di Klaten. Tidak hanya itu, jika ketinggian air sungai mencapai 4 meter, pria yang bertugas selama 11 tahun ini juga menghubungi rekan kerjanya di Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Solo Bagian Drainase. “Ya, kami berbagi untuk piket jaga. Semua bekerja memantau dan memompa air untuk dibuang ke Sungai Bengawan Solo. Tapi tetap dicek juga kondisi ketinggian air Sungai Bengawan Solo, tidak asal buang air,” terang Waluyo.

Istri Waluyo, Parwanti, 36, mengakui pekerjaan yang dilakoni Waluyo sangat berat. “Mau gimana lagi, kuncinya memang harus ikhlas dan tulus dalam menjalankan tugas. Kalau ada orang bilang suami saya kerjaannya cuma mantau air sungai, maka saya langsung balik menawarkan untuk menggantikan tugas suami saya,” papar Parwanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya