SOLOPOS.COM - KENANGAN--Babe ketika masih hidup biasa merawat kerbau Keraton seperti saat salah satu kerbau tersebut melahirkan. (Espos/Burhan Aris Nugraha/dok)

KENANGAN--Babe ketika masih hidup biasa merawat kerbau Keraton seperti saat salah satu kerbau tersebut melahirkan. (Espos/Burhan Aris Nugraha/dok)

KENANGAN--Babe ketika masih hidup biasa merawat kerbau Keraton seperti saat salah satu kerbau tersebut melahirkan. (Espos/Burhan Aris Nugraha/dok)

Raut kesedihan atas meninggalnya pawang kerbau bule keturunan Kiai Slamet, Utomo Gunadi alias Babe, 61, pada Minggu (10/6) pagi, di Alun-alun Selatan, Pasar Kliwon, tak hanya terlihat dari teman maupun kerabat korban. Kerbau keturunan Kiai Slamet yang berada di kandangnya seolah merasakan duka mendalam. Kerbau-kerbau itu seakan kehilangan sosok yang dengan tekun merawat dan memberikan makan baik siang maupun malam.

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Ini terlihat tatkala pengunjung mengulurkan makanan kepada kerbau bule yang kini berjumlah 13 ekor. Namun, tak ada kerbau mendekat pada makanan yang ditawarkan pengunjung. Kerbau itu malah menunduk dengan langkah pelan mondar-mandir kebingungan.

Beragam firasat diterima teman maupun kerabat korban sebelum warga Bibis Wetan RT 005/RW 021, Gilingan, Banjarsari ini tewas. Sekitar satu pekan lalu, Babe memberikan uang kepada anaknya senilai Rp1,5 juta untuk membeli terbelo atau peti mati. Selain itu, Babe pernah melakukan percobaan bunuh diri, seperti Babe pernah mengendarai sepeda motor menabrakkan diri ke pohon, pernah mau bunuh diri menggunakan pisau. “Percobaan bunuh diri digagalkan keluarga. Beberapa hari terakhir ini Babe cenderung diam. Dia seolah punya masalah, namun dipendam sendiri. Yang tahu apa masalahnya, ya Babe sendiri,” papar Sunaryo, 52, didampingi sang isteri, Suhartati, 40, saat ditemui Solopos.com, di lokasi, Minggu.

Kendati Babe tewas dengan cara gantung diri, namun Sunaryo melihat ada kedamaian dari wajah Babe saat kepalanya terikat tali dadung pada pohon beringin. “Lidahnya tidak menjulur keluar. Tidak seperti orang gantung diri pada umumnya,” papar Sunaryo, warga Ringroad, Mojosongo, Jebres, selaku teman yang turut membantu mengangkat jenasah Babe ke mobil untuk dibawa ke rumah duka.

Sebelum meninggal, Sunaryo yang sudah lama mengenal Babe turut memberikan motivasi agar hidupnya kembali bergairah. “Uripku ora ono gunane (hidupku tidak ada gunanya-red),” ujar Sunaryo menirukan kata-kata dari Babe.

Seorang pawang senior sekaligus teman Babe, Pak Mul alias Kampret, 63, sempat dipamiti Babe beberapa hari lalu. “Babe bilang mau pulang ke desa, saya suruh rawat kerbau itu,” kenang Kampret kepada Babe.

Kala perbincangan itu, Kampret tidak menangkap firasat aneh pada Babe. Pesan tersirat itu, menurut Kampret merupakan pertemuan terakhir dirinya dengan teman sesama pawang. Bagi Kampret, Babe yang mengabdikan diri pada keluarga Keraton Surakarta ini tidak pernah mengeluhkan pendapatan soal upah dalam perawatan kerbau-kerbau keturunan Kiai Slamet. “Entah siapa nanti pengganti Babe. Untuk saat ini biar saya yang memberi makan pada kerbau-kerbau itu,” pungkas Kampret.

Kapolsek Pasar Kliwon, AKP Parni Handoko, mewakili Kapolresta Solo, Kombes Pol Asjima’in, mengatakan korban tewas diduga depresi. “Setelah kami cek, tidak ada tanda-tanda penganiayaan pada tubuh korban. Mengenai depresinya apa, yang lebih tahu dari keluarga,” pungkas Parni.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya