SOLOPOS.COM - Ilustrasi kebangkrutan Nokia. (Istimewa/startuptalky.com)

Solopos.com, SOLO — Saat Apple baru memperkenalkan iPhone pada 2007, Nokia telah menguasai setengah dari penjualan smartphone di dunia. Saat Apple membukukan keuntungan US$123,9 miliar atau setara Rp1,779 triliun per Desember 2021, Nokia justru mulai dilupakan.

Pada Oktober 1998, Nokia menjadi merek ponsel terlaris di dunia. Laba operasional Nokia meningkat dari US$1 miliar pada 1995 menjadi hampir US$4 miliar pada 1999. Nokia 1100 yang dibuat pada 2003 menjadi ponsel terlaris sepanjang masa. Kisah lengkap tersaji di Pelajaran Penting dari Keruntuhan Sang Raksasa Seluler Nokia.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Penggunaan teknologi multi lane free flow (MLFF) akan menghapus peran gerbang tol. Perilaku-perilaku menyimpang masyarakat mungkin saja terjadi, misalnya kendaraan yang menyelonong meski tidak bertransaksi.

Pengendara yang tidak memasang alat transaksi pada kendaraan bisa saja masuk ke jalan tol. Pemerintah bakal memperkenalkan teknologi multi lane free flow (MLFF) atau sistem pembayaran nirsentuh untuk pemanfaatan layanan jalan tol pada akhir 2022.

Sistem pembayaran ini akan menggantikan kartu elektronik jalan tol (e-toll) sebagai alat pembayaran. Dengan MLFF, pengguna jalan tidak perlu berhenti di gerbang tol untuk sekadar membayar tarif tol. Penjelasan lengkap tersaji di Kendaraan Nyelonong Jadi Kekhawatiran Saat Penerapan MLFF di Jalan Tol.

Kebijakan work from anywhere (WFA) saat ini tengah menjadi tren baru bagi kalangan perusahaan di Amerika Serikat (AS). Kebijakan WFA ini digadang-gadang sebagai model kerja masa depan yang menguntungkan karyawan sekaligus perusahaan yang mempekerjakan mereka.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki impian menjadikan 113 pulau di Kepulauan Seribu untuk dimanfaatkan dan dikembangkan menjadi digital nomad island untuk mendukung work from anywhere (WFA). Duduk perkara bisa dibaca di Work From Anywhere Ngetren di AS, Bakal Jadi Model Kerja Masa Depan?

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menuntut kesetaraan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang akan diselenggarakan secara serentak. Sistem penomoran calon anggota DPD dianggap membedakan dengan lembaga tinggi negara lainnya.

Sebagai lembaga tinggi negara, perlakuan terhadap DPD semestinya tidak dibedakan dengan lembaga tinggi lainnya yang dimulai sejak proses pemilihan anggota. DPD mempertanyakan tentang penomoran calon anggota DPD.

Penomoran partai politik peserta pemilu dimulai dari nomor urut 1, 2, 3, dan seterusnya sedangkan calon anggota DPD diberi nomor 21, 22, 23, dan seterusnya. Pada Pemilu 2019 partai politik peserta berjumlah 20. Duduk perkara bisa dibaca di Penomoran Setelah Partai Politik Menjadikan DPD Merasa Dibedakan.

Konten-konten premium di kanal Espos Plus menyajikan pembahasan dengan sudut pandang tajam, komprehensif, dan berdata lengkap. Konten premium menyajikan analisis mendalam atas suatu topik. Silakan mendaftar terlebih dulu untuk mengakses konten-konten premium tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya