SOLOPOS.COM - Juru kunci Omah Tiban, Mbah Sinem berada di depan Omah Tiban di Dusun Cale, Desa Semen, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Minggu (30/10/2022). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Juru kunci Omah Tiban alias Rumah Tiban di Dusun Cale, Desa Semen, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, yakni Mbah Sinem, mengaku pernah dibawa penunggu Omah Tiban ke Laut Selatan Jawa. Hal itu terjadi tepat sebelum ia dinobatkan menjadi juru kunci menggantikan ibunya di Rumah Tiban Wonogiri.

Banyak warga yang memercayai Omah Tiban atau Rumah Tiban adalah rumah yang terbangun secara tiba-tiba tanpa diketahui siapa yang membuat. Namun, Mbah Sinem menampik hal tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menurutnya, Rumah Tiban Wonogiri dibangun oleh empat anggota Wali Songo yang sedang mencari kayu untuk bahan membangun Masjid Demak. Rumah itu dijadikan sebagai tempat istirahat dan ibadah sementara para wali tersebut.

Mbah Sinem sudah menjadi juru kunci Omah Tiban selama puluhan tahun. Ia menggantikan peran ibunya.

Kini Mbah Sinem mengaku sudah berusia lebih dari 100 tahun dan memiliki 10 anak. Kendati sudah berumur senja, Mbah Sinem masih lancar berkomunikasi.

Baca Juga: Berusia 4 Abad, Omah Tiban Wonogiri Jadi Jujukan Peziarah Minta Harta Melimpah

Pun pendengarannya masih normal. Ia tampak sehat dan segar.

Mbah Sinem menceritakan, sebelum menjadi juru kunci di Rumah Tiban Wonogiri, dia sempat dibawa oleh Suling Werni ke Pantai Selatan Jawa. Peristiwa itu ia alami ketika ia masih berusia muda.

Sebagai informasi, di dalam Rumah Tiban, terdapat empat tiang penyangga. Masing-masing tiang memiliki nama, yaitu Gambir Anom, Suling Werni, Ngglanglang Jagad, dan Jati Kesumo.

Tiang-tiang itu terbuat dari kayu jati yang warnanya sudah menghitam. Masing-masing tiang penyangga berselimut kain putih. Di antara empat tiang itu, tiang bernama Suling Werni dianggap paling sakral.

Baca Juga: Sejarah Masjid Tiban Wonokerso Wonogiri, Model Awal Pembangunan Masjid Demak

Tiang Suling Werni berada paling belakang sebelah kiri. Di bawah tiang itu tampak bunga-bunga yang yang sudah layu dan bekas kemenyan atau sesajen. Keempat tiang penyangga berselimut kain putih.

“Saya pernah ketemu dengan Bu Suling Werni dan dibawa ke Laut Selatan Jawa. Tapi perjalanannya tidak lama, cepat sekali. Dari rumah tiba-tiba sudah sampai sana. Saat itu saya diam saja di sana. Bu Suling Werni juga diam, tidak ngomong. Saya merasakan di sana cukup lama. Terus tiba-tiba juga sudah sampai di rumah,” kata Mbah Sinem saat berbincang dengan Solopos.com di Rumah Tiban Wonogiri, Minggu (30/10/2022) malam.

Mbah Sinem percaya keempat tiang itu memiliki penunggu. Dari keempatnya, tiang bernama Suling Werni dianggap paling sakral dan rewel lantaran dianggap berjenis kelamin perempuan sendiri.

Tiang itu diperlakukan berbeda dibanding tiga tiang lain. Mbah Sinem selalu menyulut kemenyan atau dupa setiap dan rutin mengganti air kembang pada malam Jumat di tiang Suling Werni.

Baca Juga: Ini Sinopsis Ki Ageng Donoloyo, Film yang Melibatkan 150 Warga Wonogiri

Menurutnya, sosok Suling Werni adalah perempuan. Ia tidak banyak bicara namun bersifat keibuan. Mbah Sinem bahkan sudah menganggap Suling Werni seperti ibunya sendiri.

Tiang Suling Werni itu pula yang kerap menjadi jujukan para peziarah dari berbagai daerah untuk meminta permohonan. Suling Werni dipercaya bisa menjadi perantara doa antara pemohon dengan Tuhan.

“Saya dulu diamanahi ibu [kandung) untuk menjaga Omah Tiban di Wonogiri [Rumah Tiban Wonogiri] ini. Dari dulu sudah banyak didatangi orang dari berbagai daerah. Mereka ke sini minta kelancaran rezeki, dibebaskan dari utang, diberi kelimpahan harta, atau mau menyembuhkan penyakit,” ujar Mbah Sinem.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya