SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SRAGEN — Dua pohon grasak dan sepreh berumur ratusan tahun berdiri di Dukuh Grogol RT 006, Desa Kragilan, Kecamatan Gemolong, Sragen. Satu pohon sudah tumbang, tetapi masih bertunas.

Sedangkan pohon lainnya masih berdiri rindang dan berdiameter lebih dari satu meter. Di bawah pohon itu terdapat dua buah yoni terbuat dari batu andesit.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Yoni itu diletakkan dengan posisi terbalik. Salah satu yoninya menyatu dengan pohon grasak karena diselimuti akar-akarnya.

Dua pohon itu dipercaya masyarakat Dukuh Grogol yang terdiri atas tiga rukun tetangga (RT) sebagai punden desa atau cikal bakal Dukuh Grogol.

Ekspedisi Mudik 2024

Pepunden yang dimaksud Kiai Kliwon yang konon merupakan seorang sentana dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kiai Sentana itulah yang memberi nama Grogol.

“Saya cuma menyampaikan cerita rakyat saja. Zaman dulu, Grogol ini masih berupa alas atau hutan gung liwang-liwung [hutan lebat yang dihuni banyak binatang buas]. Saat itulah datanglah Kiai Sentana. Beliau membuat sendang di tengah hutan. Para binatang buas sering meminum airnya,” kisah Jumadi, 75, sesepuh Dukuh Grogol yang tinggal di RT 008, Kragilan, Gemolong, Sragen, saat berbincang dengan di kediamannya, Sabtu (13/10/2018).

“Kemudian atas permintaan keraton, Kiai Sentana memasang grogol atau semacam jebakan terbuat dari kayu untuk menangkap binatang buas. Ternyata grogol yang dipasang dekat sendang itu berhasil menangkap hewan buas,” tambah Jumadi.

Jumadi melanjutkan Kiai Sentana itu kemudian bersabda, “Sok mben, yen ana rejane zaman, daerah iki tak jenengke Grogol. [Besok kalau ada zaman sudah modern, daerah ini saya beri nama Grogol].”

Atas dasar itulah kemudian daerah tersebut, kata Jumadi, dikenal dengan nama Grogol sampai sekarang.

Selain punden Kiai Sentana, ada juga punden kedua yang terletak di lingkungan RT 008. Jaraknya hanya berjarak 500 meter dari punden Sentana.

Di punden itu juga terdapat pohon grasak yang umurnya ratusan tahun dan beberapa pohon trembesi berukuran besar.

Meskipun pohon trembesi itu tumbang tak ada yang berani menembang, bahkan trubusan mohon itu tumbuh membesar menjulang tinggi dengan diameter sampai 50 cm.

Selain itu juga ada sendang yang dalamnya 4 meter dan selalu tergenang air sepanjang tahun. Punden itu dikenal dengan sebutan Sendang Cepogo Mulya Nyai Gandu.

“Punden Sentana itu wujudnya priyayi laki-laki sedangkan sendang itu dihuni sosok perempuan yang dikenal dengan Nyai Gandu. Di dalam sendang itu ada gua yang cukup untuk 15 orang luasnya,” ujar Jumadi.

Setiap tahun, jelasnya, sendang itu dikuras dengan ritual sadranan, yakni setiap habis panen kedua dengan mengambil hari Jumat Pon kemudian berlanjut tradisi bersih desa pada Jumat Kliwon dengan menggelar pertunjukan wayang kulit

Kini, sendang itu dibangun masyarakat menjadi semacam sumur yang terletak tepat di bawah pohon grasak. Di sekeliling sumur dibuat semacam pagar dan bak-bak untuk kebutuhan warga sekitarnya.

Dua punden itu sangat dihormati masyarakat Grogol dan banyak cerita mistis yang berkaitan dengan dua punden itu.

“Saat saya kecil tidak berani lewat punden Sentana ini. Kalau ada burung gemak, ketika ditangkap orang, maka orang yang menangkap itu tiba-tiba tidak bisa bicara,” kata Sudar, 69, yang tinggal bersebelahan dengan punden itu.

Warga lainnya, Ranto, 34, menyampaikan bila belum lama ini ada orang yang mencoba memangkas batang pohon grasak dekat sendang. Setelah memangkas, kata dia, orang itu mimisan darah tak henti-hentinya sampai dibawa ke rumah sakit.

“Setelah ada semacam bancaan di sendang itu, maka mimisannya mampet,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya