SOLOPOS.COM - Gedung kembar Benteng Fort Willem I Ambarawa saat malam hari. (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, SEMARANG–Ambarawa salah satu kecamatan di Kabupaten Semarang yang banyak menyimpan bangunan bersejarah.

Salah satunya Benteng Fort Willem I atau orang biasa menyebutnya Benteng Pendem.

Promosi BRI Kantor Cabang Sukoharjo Salurkan CSR Senilai Lebih dari Rp1 Miliar

Penamaan benteng Pendem sendiri karena dahulunya setelah benteng itu selesai dibangun, disekelilingnya ada gundukan tanah. Sehingga masyarakat menyebutnya sebagai benteng Pendem (terpendam).

Dibalik kegagahan benteng yang dibangun pada 1834 dan selesai pada 1845, ternyata benteng itu menyimpan sejarah dan kemiskinannya.

Pada masa Hindia Belanda, benteng ini difungsikan sebagai barak militer, penjara militer, serta sebagai gudang logistik perang.

Selanjutnya di jaman penjajahan Jepang, benteng ini digunakan untuk penjara bagi orang-orang Eropa yang mencoba untuk melawan pemerintahan Jepang saat itu.

Anggota Raptor Benteng yang tinggal di salah satu bangunan benteng, Dwi Prasetiyo, tidak menampik jika Benteng Fort Willem I ini juga menyimpan hawa mistis di setiap gedungnya.

Menjadi saksi berbagai masa, banyak sejarah kelam yang terjadi di benteng tersebut.

“Saya disini sekitar sepuluh tahun mas, awal datang kesini kondisinya tidak terawat. Saya diajak Pak Setiawan untuk merawat bangunan yang ada disini,” ungkap pria yang akrab disapa Tyo kepada Solopos.com, Kamis (3/11/2022).

Tyo mengaku pada awalnya biasa saja tinggal di Benteng itu. Namun, pernah suatu ketika ia pulang dari rumah asalnya di Getasan, tengah malam sampai di Benteng, Tyo melihat ada tentara Jepang yang berbaris dengan penampakan wajah menyeramkan dan tubuh yang tidak lengkap.

“Pada waktu itu saya sampai pingsan. Bangun-bangun sudah subuh di dekat makam yang ada di lingkungan benteng,” kata Tyo.

Penasaran dengan cerita dari Tyo, Kamis (27/10/2022) malam, Solopos.com diajak Tyo, untuk mengelilingi beberapa bangunan yang ada di Benteng Pendem tersebut.

Sebelum berkeliling, ia mengajak berdoa terlebih dahulu untuk para arwah yang ada di area benteng dengan ritual tertentu.

Selanjutnya dengan disambut angin yang berembus kencang Tyo mengajak untuk berkeliling, Salah satu yang membuat bulu kuduk berdiri adalah bangunan yang berada di tengah area persawahan. Bangunan itu dikenal sebagai Gedung Merah.

“Kalau di sini (Gedung Merah) merupakan pusat dari penunggu yang rese mas. Disini Blorong mas atau siluman ular. Agak jail dan suka mengganggu” jelas dia.

Sebelum menuju ke Gedung Merah, harus melewati satu gedung yang dulunya digunakan sebagai gudang penyimpanan logistik dan kandang ternak seperti gajah dan kuda.

Selain itu juga di salah satu ruangan dalam gedung tersebut terdapat parit air yang tidak pernah kering walaupun di musim kemarau.

“Gedung ini biasanya juga digunakan para petani untuk berteduh mas. Tapi kalau malam suasananya agak bikin merinding,” kata dia.

Selain itu, terdapat noni Belanda serta anak-anak kecil yang sering menampakkan diri pada saat malam hari di salah satu lorong menuju ke gedung kembar. Lorong berbentuk setengah lingkaran dengan beberapa pintu didalamnya itu menjadi markas Noni Belanda.

Sementara Gedung kembar tersebut digunakan sebagai barak militer serta penjara militer.

Dan saat ini di beberapa ruangan masih digunakan untuk tempat tinggal.

“Namun beberapa sudah ditinggalkan oleh penghuninya dan kondisinya juga sudah mulai lapuk dan lembap. Lapuknya itu karena banyak tumbuhan yang menjalar,” ujar dia.

Bagi para pengunjung benteng yang memiliki kepekaan penglihatan atau indra keenam pasti bisa merasakan keberadaan mereka.

Bahkan seringkali mereka diberikan gambaran kondisi pada masa lampau. Seperti yang pernah dialami Tyo.



Ia pernah diajak flashback ke masa penjajah Belanda, dimana orang pribumi banyak menjadi korban saat pembangunan. Kemudian di masa penjajah Jepang yang memang sangat kejam.

“Selain itu Benteng ini juga tempat untuk mengungsi pada masa G30S PKI,” jelas dia.

Tyo menambahkan terdapat salah satu gedung dimana gedung tersebut sulit untuk dibersihkan. Karena di bangunan tersebut terdapat penjaga yang ditugaskan untuk menjaga benteng secara keseluruhan. Serta kondisinya bangunan yang sudah rapuh serta di penuhi dengan tumbuhan menjalar.

“Kalau disitu dahulunya terdapat pasak pertama pembangunan benteng. Jadi bangunan pertama kali yang dibangun. jadi sulit dibersihkan,” jelas dia.

Kepada pengunjung yang datang ke lokasi itu Tyo berpesan, untuk setidaknya memberikan doa kepada orang-orang yang mungkin meninggal atau menjadi korban di benteng Pendem.

“Kalau kesini ya syaratnya berdoa saja. Biar leluhur kita yang membangun tempat ini diberikan ketenangan,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya