SOLOPOS.COM - Toepon Dwidjasoewita, 89, menunjukkan tugu batu di bekas makam temannya bernama R. Soedibjo di kompleks makam Desa Sabranglor, Kecamatan Trucuk, Rabu (9/11/2022). R. Soedibjo meninggal dunia saat berjuang bersama-sama Toepon ketika menjadi tentara pelajar saat Perang Kemerdekaan Indonesia. (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Masih membekas dalam ingatan Toepon Dwidjasoewita, 89, saat-saat menegangkan ketika mengevakuasi seorang temannya yang gugur pada Perang Kemerdekaan Indonesia 1948-1949. Kala itu, Toepon yang tergabung dalam tentara pelajar (TP) bersama pejuang lainnya terlibat pertempuran dengan tentara Belanda.

Toepon menceritakan saat perang kemerdekaan, kampungnya di Desa Sabrang Lor, Kecamatan Trucuk menjadi markas tentara pelajar. Toepon bergabung menjadi pejuang TP saat berumur 15 tahun.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Peristiwa baku tembak itu terjadi pada 1949, saat terjadi Agresi Militer Belanda II. Sejumlah pasukan TP, termasuk Toepon mendapatkan tugas mengepung markas CPM yang berada di wilayah kota Klaten (kini berlokasi di tepi Jl. Pemuda, Kelurahan Bareng, Kecamatan Klaten Tengah).

Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan pasukan Belanda dan terjadi baku tembak di dekat pabrik yang kini dikenal dengan nama BAT, Desa Karanganom, Kecamatan Klaten Utara. Seorang pejuang TP, R. Soedibjo berada di dekat bendungan sungai.

Para pejuang TP bergerak mundur dan mencari tempat perlindungan di kompleks makam di belakang pabrik. Sementara, Soedibjo masih bertahan di dekat bendungan sungai.

Baca Juga: Mengenang Perjuangan Pandu Proklamasi 1945 di Wonosari Klaten

Tak berapa lama, terdengar suara ledakan. Toepon dan pejuang TP lainnya yang dikagetkan kejadian itu lantas mengintip dari tembok makam. Mereka melihat di sekitar lokasi Soedibjo sudah banyak tentara Belanda. Baku tembak pun terjadi.

Peristiwa itu terjadi antara pukul 16.00 WIB hingga 17.00 WIB. Setelah dirasa kondisi aman, Toepon dan pejuang TP lantas mendekati Soedibjo yang sudah meninggal dunia setelah ditembak tentara Belanda dari jarak dekat.

“Sekitar pukul 20.00 WIB, baru bisa mengambil jenazah Soedibjo,” kata Toepon saat ditemui di rumahnya, Rabu (9/11/2022).

Toepon waktu itu melihat banyak tentara Belanda yang meninggal dunia. Setidaknya ada 11 orang. Satu orang di dekat jenazah Soedibjo dan 10 orang lainnya berada di lokasi agak jauh.

Baca Juga: Warga & Pemerhati Sayangkan Eks-Pabrik Karung Delanggu Klaten Dijual

“Soedibjo kondisinya sudah meninggal dunia dengan luka tembak di sini [leher bagian belakang sisi kanan],” kata dia.

Jenazah Soedibjo dibawa dengan cara dibopong. Mereka beberapa kali berhenti hingga tiba di markas pejuang TP di Sabrang Lor sekitar pukul 01.00 WIB. Jenazah Soedibjo lantas dimakamkan di kompleks makam dekat markas pejuang.

Kuburan Soedibjo kemudian dipindah ke Taman Makam Pahlawan Ratna Bantala. Bekas makam Soedibjo kemudian dibangun Tugu Tentara Pelajar. Tugu batu itu ada tulisan menyatakan terimakasih sebesar-besarnja kepada rakjat Sabranglor atas kebajikan serta perawatan makam alm. Sdr. R. Soedibjo, gugur 11 Djuli 1949 dimakamkan kembali 10 Nopember 1960 di Taman Pahlawan Klaten.

Toepon menceritakan, saat perang kemerdekaan, banyak pasukan Belanda yang merupakan orang pribumi atau orang Jawa. Lantaran hal itu, sulit membedakan antara pasukan musuh dan sesama pejuang.

Baca Juga: Setelah Bangun Bumi Perkemahan, Jenang Jadi Ikon Baru di Desa Kalikotes Klaten

Toepon menceritakan guna membedakan pejuang dan pasukan Belanda ada kode yang diberlakukan. Saban hari kode itu berubah. Jika jawaban tak sesuai kode, tentara pelajar diinstruksikan menembak.

“Setiap malam ada penggantian kode. Soalnya waktu itu banyak tentara Belanda yang orang-orang Jawa. Kalau dijawab berlainan, diinstruksikan untuk ditembak. Kode itu salah satunya katak. Kalau dijawab ijo, dia berarti sesama pejuang,” kata Toepon yang lahir pada 15 Maret 1933.

Setelah perang kemerdekaan, Toepon bertugas di kepolisian pada 1960-an. Dia kali terakhir bertugas di Polsek Ketandan (kini bernama Polsek Klaten Utara). Toepon pensiun pada 1987 dengan pangkat terakhir Serda.

Toepon memiliki enam anak. Satu anak sudah meninggal dunia. Toepon tinggal di rumah sederhana di tengah perkampungan Desa Sabrang Lor. Di sebelah rumah Toepon tinggal seorang anaknya.

Baca Juga: Daftar Temuan Spektakuler Harta Karun Emas di Wonoboyo Klaten 32 Tahun Lalu

Di dalam rumah Toepon masih tergantung topi pet Polisi kuno. Selain itu ada lukisan beberapa pahlawan nasional yang merupakan karya Toepon yang memiliki hobi melukis. Namun, beberapa waktu terakhir Toepon tak melukis lantaran penglihatannya mengalami gangguan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya