SOLOPOS.COM - Kaldera Toba (Kemendikbud)

Solopos.com, SOLO — Kaldera Toba ditetapkan sebagai Global Geopark pada Juli 2020 lalu. Kaldera itu lahir dari letusan mahadahsyat Gunung Toba pada 74.000 tahun silam.

Gunung Toba sudah tiga kali mengalami letusan hebat yang disebut dengan supereruption. Letusan Gunung Toba terakhir kalinya pada 74.000 tahun silam.

Promosi Apresiasi dan Berdayakan AgenBRILink, BRI Bagikan Hadiah Mobil serta Emas

Letusan ini membuat lebih setengah permukaan bumi tertutup abu vulkanik selama bertahun-tahun. Jejak letusan Gunung Toba kala itu ditemukan di hampir seluruh permukaan bumi, berupa sisa-sisa abu vulkanik yang menyatu dalam tanah.

Di India misalnya, ditemukan jejak abu vulkanik Gunung Toba setebal 12 sentimeter. Debu vulkanik yang terhambur dari Gunung Toba menyelimuti lebih dari separuh permukaan bumi.

Ekspedisi Mudik 2024

Hal itu membatasi masuknya sinar matahari hingga mengubah iklim dan memicu gagal panen di banyak belahan dunia. Tragedi berikutnya pascasupererupsi Gunung Toba yang dihadapi manusia yang hidup di zaman itu adalah kelaparan dan kematian.

Wajah Wanita Ini Bengkak Setelah Pencet Jerawat di Hidung

Letusan itu membentuk kaldera raksasa dengan panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer. Pakar Kaldera dari Eastern Illinois University, Amerika Serikat, Craig Alan Chesner, menjadi salah satu peneliti yang intensif menguak letusan pada 74.000 silam.

Sebagaimana dikutip dari laman indonesia.go.id, beberapa wkatu lalu, Chesner sudah bolak-balik meneliti Toba dan menyebut Toba adalah rumah keduanya.

Letusan Muda

Craig dan koleganya sesama ahli kaldera sepakat, Toba adalah laboratorium terlengkap di muka bumi mengenai kaldera. Pasalnya, warisan letusan gunung itu masih banyak yang bisa ditemukan secara utuh. Menurut mereka, peristiwa 74.000 tahun lalu itu termasuk letusan muda secara geologis.

Ketuk Pintu Misterius Meneror Malaysia

Penelitian Chesner yang paling fenomenal adalah tentang bathymetric atau kedalaman serta pemetaan dasar air, seperti danau atau laut (pada 2005 dan 2008).

Berdasarkan penelitian itu, Chesner menyebutkan, kedalaman Danau Toba tidak rata, tetapi bervariasi, antara 50 meter dan 500 meter. Pengukuran bathymetric yang dilakukan Chesner menggunakan metode pengambilan data kedalaman dengan single-beam sonar.

Metode ini memakai proses pendeteksi perambatan suara (frekuensi) di bawah kapal penarik. Selanjutnya, pencatatan perambatan suara itu menghasilkan peta-peta kedalaman air yang akurat.

Penelitian terkini tentang letusan Gunung Toba menyimpulkan, letusan pertama terjadi sekitar 800.000 tahun silam. Letusan ini menghasilkan kaldera di selatan Danau Toba meliputi daerah Prapat dan Porsea.

Sedangkan letusan kedua memiliki kekuatan lebih kecil terjadi sekitar 500.000 tahun lalu dan menghasilkan kaldera di sisi utara danau. Tepatnya di daerah antara Silalahi dan Haranggaol.

Cium Mesra Patung Soekarno, Wanita Ini Dihujat Netizen

Letusan terdahsyat terjadi 74.000 tahun silam dan menghasilkan Danau Toba seperti sekarang dengan Pulau Samosir di bagian tengahnya. Letusan yang ketiga inilah yang menarik perhatian masyarakat dunia.

Untuk ukuran gunung super atau supervolcano, letusan dahsyatnya terbilang masih sangat baru. Jejak letusannya pun terbilang masih utuh dan sangat menggoda para ahli kaldera dunia untuk menelitinya terus-menerus.

Dua Dapur Magma

Kedahsyatan letusan gunung api raksasa (supervolcano) Toba itu bersumber dari gejolak bawah bumi yang hiperaktif. Lempeng lautan Indo-Australia yang mengandung lapisan sedimen menunjam di bawah lempeng benua Eurasia, tempat duduknya Pulau Sumatra, dengan kecepatan 7 sentimeter per tahun.

Gesekan dua lempeng di kedalaman sekitar 150 kilometer di bawah bumi itu menciptakan panas yang melelehkan bebatuan, lalu naik ke atas sebagai magma. Semakin banyak sedimen yang masuk ke dalam, semakin banyak sumber magmanya. Kantong magma Toba yang meraksasa disuplai oleh banyaknya lelehan sedimen lempeng benua yang hiperaktif.

Asyik! 3 Segmen Jalur Sepeda Kota Solo Sepanjang 25 Km Ditarget Kelar 21 Desember

Kolaborasi tiga peneliti dari German Center for Geosciences (GFZ) dengan Danny Hilman dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Fauzi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada 2010 menyimpulkan bahwa di bawah Kaldera Toba terdapat dua dapur magma yang terpisah.

Dengan dapur demikian, diperkirakan volume magma mencapai setidaknya 34.000 kilometer kubik. Itu mengkonfirmasi banyaknya magma yang pernah dikeluarkan gunung ini pada supereruption 74.000 tahun silam.

Penelitian Chesner pada 1991 juga menemukan bahwa magma di Toba masih ada. Kehadiran magma setelah letusan 74.000 tahun lalu bisa dilihat dari munculnya air panas di sisi barat Danau Toba. Lantas, apakah fenomena ini layak dikhawatirkan?



Apakah letusan dahsyat kaldera Toba masih bisa terjadi? Para pakar kaldera menampik kemungkinan Kaldera Toba akan meletus dalam waktu dekat.

Deretan Artis Era 80-90an yang Masih Hot Hingga Sekarang

Bila melihat jarak tiga kali letusan yang mencapai ratusan ribu tahun, rasanya sang ‘raksasa’ Gunung Toba ini masih akan meneruskan tidur panjangnya dalam waktu yang sangat lama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya