SOLOPOS.COM - Pentolan Pasoepati, Maryadi Gondrong, bersama pelantang andalannya di Museum Titik Nol Pasoepati, Nusukan, Selasa (21/7/2020). Pelantang itu dihibahkan ke museum setelah menemani perjalanannya sebagai dirigen Persis sejak 2006. (Solopos/Chrisna Chanis Cara)

Solopos.com, SOLO - Situasi tribune selatan Stadion Manahan, Solo, mendadak mencekam. Di atas steger (tempat dirigen memimpin yel-yel suporter), Maryadi “Gondrong” Suryadharma mengajak pendukung Persis Solo menyerbu lapangan.

Saat itu sedang terjadi perkelahian antara bek Persis, Agung Setyabudi, dan striker Persema Malang, Franco Hita, dalam laga persahabatan, 9 Januari 2007. Kerusuhan pecah di menit ke-71 menyusul pertengkaran antarpemain di lapangan hijau.

Promosi Mali, Sang Juara Tanpa Mahkota

“Waktu itu kepala saya mendidih. Saya tidak terima Mas Agung dikasari pemain lawan,” ujar Maryadi Gondrong saat berbincang dengan Solopos.com, di Museum Titik Nol Pasoepati, Nusukan, Solo, Selasa (21/7/2020).

Kasus Positif Covid-19 Melesat, Ponorogo Dapat Bantuan Mesin PCR

Menenteng pelantang (megaphone) andalannya, Gondrong berlari dari tribune selatan menuju tribune utara. Dia “mengincar” Hita yang masih terlibat cekcok dengan pemain Persis. Megaphone berwarna merah itu pun mendarat ke leher pemain asal Argentina tersebut.

Baterai pelantang sampai berceceran saking kerasnya pukulan Gondrong. Insiden itu berbarengan dengan “invasi” penonton ke lapangan. Sebagian penonton merusak fasilitas stadion dan kendaraan yang terparkir di Stadion Manahan. “Saya terbawa fanatisme saat itu. Saya sampai dipanggil aparat karena dianggap provokator,” kenang Gondrong.

Meski sempat menjadi saksi bisu kerusuhan 13 tahun silam, pelantang yang penuh dengan stiker Persis Solo itu adalah “sahabat” setia Gondrong sejak 2006. Megaphone tersebut terus menemaninya di atas steger ketika Persis bermain di kandang maupun tur ke kandang lawan. “Saya bawa sampai Pekanbaru hingga Bali,” ujarnya.

Jatuh

Pelantang itu sempat “terlepas” dari tangan Gondrong ketika dia jatuh dari scaffolding saat merayakan kemenangan Persis atas PS Bangka, 28 Agustus 2014. Namun insiden yang membuatnya harus dioperasi itu tak bikin Gondrong kapok tampil sebagai dirigen.

“Saya punya beberapa megaphone, beberapa saya kasihkan ke teman. Tapi kalau yang ini saya eman-eman karena banyak ceritanya. Kehujanan juga saya plastik,” ujar Gondrong sambil tersenyum.

Mantap! Mal di Soloraya Ini Gelar Wedding Virtual, Biayanya Rp25 Juta

Namun hari itu Maryadi Gondrong merelakan “belahan jiwanya” tersebut untuk menjadi koleksi baru Museum Titik Nol Pasoepati. Sebelum diserahkan ke inisiator museum, Mayor Haristanto, Gondrong membubuhkan tanda tangan di badan pelantang.

“Sekarang sudah enggak berfungsi, tutup baterenya hilang. Namun semoga banyak suporter yang bisa belajar dari sejarahnya.” Mayor pun mengapresiasi kerelaan pentolan Pasoepati itu menghibahkan barang berharganya. “Megaphone ini menjadi bagian sejarah besar perjalanan Pasoepati,” tutur Mayor yang juga pendiri Pasoepati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya