SOLOPOS.COM - Tatang Elni Wibowo sedang menunjukkan kain batik bermotif sejumlah anak-anak koran lubang tambang di Kalimatan. Di dalam ruang galerinya di Dusun Tembi, Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Bantul, Rabu (16/11/2016) (Irwan A. Syambudi/Harian Jogja)

Kisah inspiratif datang dari pembuat batik di Bantul

Harianjogja.com, BANTUL- Ingin mandiri dan membebaskan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dari jeratan donor asing. Tatang Elni Wibowo memutuskan keluar dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), meninggalkan profesi sebagai konsultan LSM di Belanda.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dia memilih mendirikan usaha batik dengan pewarna alami, membuat motif kritik terhadap perusakan lingkungan dan mendonasikan sebagian penjualan batik untuk gerakan lingkungan.

Kain-kain batik yang dipajang di dalam galeri “Laksa Ganesha” milik Tatang tertata rapi. Sebagian ada yang dibingkai untuk hanya sekedar dipamerkan. Dia kemudian mengambil beberapa lembar kain batik yang semua terlipat rapi di dalam almari. Dua kain batik dengan motif yang berbeda kemudian dia gelar di atas lantai secara bergantian.

Kain batik pertama berwarna dominan biru dongker agak kusam yang terbuat dari pewarna daun indigo. Motif batik itu tergambar tangan-tangan dan kepala anak-anak yang saling berjejalan. Kemudian di sisi sebelah kiri tergambar sebauh alat berat berwarna hitam dengan latar belakang warna kuning yang terbuat dari pewarana kayu nangka.

Bersambung halaman 2, Tatang ingin mengkritik bagaimana perusahan-perusahan tambang…

Motif batik yang berada di atas kain sutera itu merupakan salah satu batik buatan Tatang yang sengaja dibuat untuk menggambarkan puluhan anak-anak yang menjadi korban lubang tambang di Kalimantan.
Motif batik yang berada di atas kain sutera itu merupakan salah satu batik buatan Tatang yang sengaja dibuat untuk menggambarkan puluhan anak-anak yang menjadi korban lubang tambang di Kalimantan.

Melalui motif itu pula, Tatang ingin mengkritik bagaimana perusahan-perusahan tambang mengeksploitasi bumi tanpa ada tanggung jawab. “Ini saya jual dan sebagain hasil penjualan saya sumbangkan untuk Jariangan Advokasi Anti Tambang (Jatam) di Kalimantan,” ujar pria dua anak ini, Rabu (16/11/2016).

Tak lama kemudian di ruangan galerinya di Dusun Tembi, Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Bantul itu Tatang kembali menunjukkan kain batiknya yang lain. Dia menggelar satu kain batik lagi di atas lantai.

Kali ini dengan motif pepohonan hutan dengan beberapa harimau Jawa di bawahnya. Dia mulai bercerita mengapa membuat motif itu. Kawannya yang merupakan seorang yang tekun terhadap kelestarian harimau Jawa sedang melakukan penelitian.

“Dia melakukan penelitian bertahun tahun dengan biaya mandiri. Motif yang saya buat ini sebagai dukungan kelestarian harimau Jawa yang sudah mulai puhan. Sebagian hasil penjualan saya berikan untuk teman saya untuk biaya penelitian dia. Laku Rp7,5 juta, kemudian yang Rp2,5 saya berikan teman saya,” kata mantan mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Jendral Soedirman ini.

Tidak hanya dua itu saja, puluhan batik dengan motif untuk dukungan terhadap kelestarian lingkungan telah dia buat. Kata Tatang sebelumnya dia pernah membuat batik dengan motif lubang tambang PT Freeport Indonesia. Melalui motif itu, dia ingin menggambarkan betapa masifnya kerusakan yang ditimbulkan oleh sebuah perusahaan pertambangan.

Bersambung halaman 3, motif batik terbarunya…

Terbaru dia juga membuat motif yang menggambarkan perjuangan ibu-ibu Kabupaten Rembang yang menolak tambang pabrik Semen di wilayah mereka. Melalui penjualan batik itu juga, dia turut menyumbang untuk gerakan sosial yang mendukung perjuangan ibu-ibu Rembang.

 

Terbaru dia juga membuat motif yang menggambarkan perjuangan ibu-ibu Kabupaten Rembang yang menolak tambang pabrik Semen di wilayah mereka. Melalui penjualan batik itu juga, dia turut menyumbang untuk gerakan sosial yang mendukung perjuangan ibu-ibu Rembang.

Diakuinya konsumen batik miliknya kebanyakan datang dari mancanegara. Konsumen dari Singapura justru sudah menjadi pelanggan tatapnya, karena memang tertarik dengan motif dan bahan pewarana yang lebih ramah lingkungan.

Sementara itu kebanyakan motif-motif yang bertemakan kritik terhadap perusakan alam, konsumennya dari negara-negara Eropa. “Yang motifnya lubang tambang Freeport sama lubang tambang di Kalimantan itu, yang beli orang Norwegia,” ungkapnya.

Melalui karya-karyanya itu, pria 40 tahun ini ingin terus menyuarakan kelestarian alam. Pernah menjadi Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jogja medio 2000-2007, dan menjadi konsultan sebuah LSM di Belanda diakuinya membawa pengaruah besar terhadap karya-karyanya.

Meski sejak 2010 sudah tak lagi terlibat dalam gerakan sosial secara langsung di LSM, kini dia ingin tetap berkontribusi. Melalui karya-karya dan usaha galeri batiknya, dia berharap dapat memberikan kontribusi langsung terhadap terhadap gerkan sosial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya