SOLOPOS.COM - Sri Mardiyati menunjukkan lebah Jawa yang tinggal di pekarangan rumahnya di Dukuh Karangbulu, Desa Mudal, Boyolali Kota, Minggu (30/10/2016). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Lebah Jawa memberikan banyak keuntungan bagi warga Mudal ini.

Solopos.com, BOYOLALI — Ribuan lebah memenuhi pekarangan rumah Sri Mardiyati di Dukuh Karangbulu, Desa Mudal, Boyolali Kota, Minggu (30/10/2016).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Lebah-lebah itu mengeluarkan suara berdenging. Ada yang berkerumun di pohon-pohon, di rumah-rumahan dari papan kayu, ada pula yang bersembunyi di balik batang kelapa tua.

Menariknya, lebah-lebah itu tak satu pun yang mengganggu penghuninya, apalagi tetangganya. Sebaliknya, binatang kelompok serangga ini memberikan keuntungan yang tak sedikit bagi Sri Mardiyati karena menghasilkan madu super setiap harinya.

“Setiap pekan, madu-madu lebah ini saya ambil. Sebulan kadang bisa 2 kg. Kadang bisa 5 kg juga,” ujar Sri Mardiyati saat berbincang dengan Solopos.com di rumahnya, Minggu.

Lebah yang dipelihara Sri Mardiyati merupakan jenis Jawa. Madu dari lebah jenis ini tergolong langka. Harganya tiga kali lipat dibandingkan madu lebah jenis Australia atau madu lain yang dijual pada umumnya.

Selain rasa madunya yang jauh lebih menggigit, khasiat madu lebah Jawa juga langsung bisa dirasakan di tubuh. Solopos.com sempat mencicipi madu langsung dari hasil panen. Tak berapa lama langsung keluar keringat di sekujur tubuh.

“Itu pertanda toksin-toksin di tubuh dikeluarkan,” ujar Sri.

Keistimewaan inilah yang membuat madu lebah Jawa diburu pejabat dan orang-orang penting. Mereka antara lain pejabat di Akademi Militer (Akmil), tamu negara, hingga pejabat tinggi Keraton Kasunanan Surakarta.

Sri tak pernah dan tak mau memasang harga madu lebah Jawanya. Baginya lebah itu adalah amanat Tuhan yang harus ia rawat di pekarangan rumahnya.

“Terserah mereka mau kasih berapa. Hla wong madu ini titipan Gusti Allah,” jawab dia.

Pangageng Keraton Surakarta, K.P. Eddy Wirabhumi, mengaku sejak lama mengonsumsi madu lebah Jawa yang dilestarikan Sri. Menurut Eddy, orang yang melestarikan lebah Jawa sama dengan mengamalkan falsafah hidup Jawa yang sangat dalam.

“Lebah Jawa ini kan tak mau tinggal di lingkungan yang penghuninya serakah, tamak, dan tergesa-gesa. Makanya, kalau tak memahami falsafah Jawa, sulit melestarikan lebah Jawa,” ujar suami Gusti Moeng, pengageng Sasana Wilapa Keraton.

Sri sama sekali tak menyangka pekarangan rumahnya bakal menjadi istana bagi ribuan lebah Jawa. Padahal, saat ini orang yang mau melestarikan lebah Jawa sangat sedikit, bisa dihitung dengan jari.

Selain mudah pergi dan susah diatur, lebah Jawa tergolong jenis binatang yang cukup “misterius”. “Kenapa saya sebut misterius? Sebab jika penghuninya mengejar keuntungan semata dengan memeras madunya, lebah ini akan kabur,” kata guru Pramuka SMAN 2 Boyolali ini.

Perjalanan panjang Sri melestarikan lebah Jawa memang sulit diukur. Sri kerap mengunjungi kuburan-kuburan kuno dan angker demi berburu lebah Jawa.

Ia juga sering menelusuri gua-gua dan rumah-rumah tua yang menjadi tempat tinggal lebah Jawa. Lebah-lebah itu lantas diajak pindah ke pekarangan rumahnya.

“Harus pelan-pelan dan memakai hati. Kalau kita emosi dan marah, lebah Jawa ini tak akan bertahan lama dan segera pergi,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya