SOLOPOS.COM - Irene Dyah dengan dua novel karyanya saat berkunjung ke Solopos FM belum lama ini. (Anik Sulistyawati/JIBI/Solopos)

Penulis novel asal Solo, Irene Dyah ingin karya-karya diangkat ke layar lebar.

Solopos.com, SOLO – Sejak kecil hingga remaja, menulis adalah hobinya. Tulisannya bahkan tak jarang terpampang di majalah anak, dan majalah remaja hingga tabloid dan majalah wanita ternama. Namun hobinya tersebut sempat terabaikan saat dia meniti karier di sebuah perusahaan otomotif. Hingga kemudian setelah memutuskan berhenti berkarier dan menjadi full time mother, dia fokus kembali ke dunia tulis menulis.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Semula saya sering menulis cerita-cerita di facebook, lantas suami dan teman-teman saya bilang kenapa nggak nulis buku sekalian. Dari situ mulailah saya menulis buku,” ujar Irene Dyah saat bertemu solopos.com, Jumat (6/5/2016).

Menulis buku, menurut pemilik nama engkap Irene Dyah Respati ini memiliki nilai kebanggaan sendiri. Beda dengan menulis artikel atau cerpen yang kemudian dimuat di media massa.

Ekspedisi Mudik 2024

“Kalau buku itu seperti punya kita sendiri, benar-benar seperti milik sendiri. Itu rasanya beda,” ujar ibu dari dua anak itu.

Lulusan Fakultas Manajemen & Informasi, University of Shizuoka, Jepang ini telah merampungkan setidaknya delapan buku yang sebagian besar merupakan novel. Tiga Cara Mencinta (Gramedia, 2014), Dua Cinta Negeri Sakura (Gramedia, 2014), Wheels and Heels (Elexmedia, 2015), Meniti Cahaya (Gramedia, 2015), Love in Marrakech (Gramedia, 2016), Complicated Thing Called Love (Gramedia, 2016), dan Love in Blue City (2016) merupakan judul-judul buku buah karya kreatifnya. Itu belum termasuk artikel-artikel seputar parenting, travelling, dan budaya yang dia tulis untuk majalan baik nasional maupun internasional.

Sebagian besar novelnya menyuguhkan kisah romansa seperti dalam Love in Marrakech. Irene bertutur dengan dengan bahasa ringan, segar dan tak jarang membuat pembaca tergoda untuk tersenyum membaca dialog cerdik dan lucu karakter-karakternya.

Untuk memberi nuansa berbeda, sengaja Irene menonjolkan setting yang tak biasa.

“Kebanyakan setting novel saya memang sengaja mengambil tempat-tempat yang pernah saya tinggal di sana atau berkunjung ke sana. Namun untuk novel terbaru saya sengaja mengambil setting yang saya belum pernah ke sana, jadi saya hanya mengandalkan riset dan referensi lewat buku dan Internet. Ini juga merupakan tantangan tersendiri bagi saya,” ujar perempuan yang pernah tinggal di Jepang, Italia, dan Thailand ini.

Untuk merampungkan satu buah novel, perempuan kelahiran Solo, 27 Oktober 1977 ini mengaku rata-rata membutuhkan sekitar waktu satu bulan, durasi yang tergolong singkat untuk menghasilkan sebuah karya novel. Dia memiliki jam khusus untuk menulis yakni setiap hari sekitar pukul 08.00 WIB – 11.00 WIB saat kedua anaknya bersekolah.

“Di jam itulah saya berusaha mendisiplinkan diri untuk menulis, bahkan dalam keadaan stuck atau nggak ada ide sekalipun saya harus tetap di depan komputer pada jam itu,” jelas perempuan pencinta kucing ini.

Dengan sikap disiplin itulah Irene mampu menyelesaikan sekian banyak proyek tulisannya. Namun di balik pencapainnya itu, Irene masih memiliki sebuah cita-cita yang ingin dikejarnya. Dia berharap novelnya bisa diangkat ke layar lebar. Selain agar semakin banyak orang bisa mengapreasi karyanya, rupanya Irena punya misi tersendiri terkait keinginannya itu.

“Agar suami saya bisa menonton sebab dia tak suka membaca novel termasuk novel saya sendiri,” ujar Irene sambil tersenyum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya