SOLOPOS.COM - Sumarno mengedit video pesanan dengan terbaring di rumahnya Dukuh Cabean, Sembungan, Nogosari, Minggu (1/10/2017). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Kisah inspiratif dari pria asal Boyolali yang tak menyerah meski kedua kakinya lumpuh.

Solopos.com, BOYOLALI — Pria kelahiran 1966 ini lumpuh sejak usia 28 tahun setelah terjatuh dalam proyek pengerjaan lift di Singapura. Sejak itulah, kehidupan pria bernama Sumarno ini berbalik 180 derajat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dulu ia adalah ahli teknik mesin. Sekarang, ia menjadi ahli elektronik. “Sejak saya divonis lumpuh, saya belajar dari nol lagi. Saya kursus elektronik agar bisa bekerja,” ujar Sumarno saat berbincang dengan Solopos.com di rumahnya, Dukuh Cabean, Desa Sembungan, Nogosari, Boyolali, Minggu (1/10/2017).

Di desanya, Sumarno dikenal sebagai difabel pekerja keras. Di rumahnya, ia menerima orderan servis barang-barang elektronik, mulai televisi, radio, komputer, kulkas, dan perkakas elektronik lainnya. Pesanannya membanjir di ruang utama rumahnya.

Setiap hari, Sumarno terbaring di tengah-tengahnya. Namun, bukan untuk bersantai, melainkan menyervis barang-barang rusak itu dengan tekun. “Kadang saya sampai kewalahan menerima orderan ini,” katanya.

Sebagai aktivis difabel, Sumarno tak puas dengan kemandirian usahanya itu. Ia pun memberanikan diri membuka usaha jasa pembuatan film dokumenter dan film pernikahan. Usahanya itu cukup menggembirakan. Kini, ia mampu memberdayakan delapan orang di sekitarnya di bidang ekonomi.

“Mereka membantu dalam pengambilan gambar, lighting, dan lain-lainnya. Tapi, kalau edit video, tetap saya yang garap,” jelasnya.

Seperti halnya menyervis barang-barang elektronik, Sumarno mengerjakan editing video itu dengan terbaring. Keahliannya di bidang komputer dan desain grafis membuatnya sangat menikmati pekerjaan itu.

“Kadang saya sampai enggak tidur kalau pas banjir orderan. Hasilnya lumayan,” terangnya.

Dwi Kartono, rekan sesama difabel Sumarno, mengacungi jempol rekannya itu atas kegigihannya hingga menjadi mandiri. Bahkan, ketika Sumarno memutuskan membeli dua mobil, Sumarno memodifikasinya agar tetap bisa dikendarai orang lumpuh.

“Jadi, Pak Sumarno ini bisa ke mana-mana dengan menyetir mobil sendirian. Padahal, kedua kakinya lumpuh,” kata Dwi.

Lumpuh bagi Sumarno adalah ujian hidupnya. Ia tak menyesali dan tak akan pernah menggugat Tuhan. Semangat hidupnya kini justru berlipat serasa tak mengenal kata lumpuh. Bersama ibunya yang sudah lanjut usia, Sumarno terus bersyukur karena masih bisa bekerja dan merawat ibunya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya