SOLOPOS.COM - Mursida Rambe, salah satu pendiri BMT Beringharjo (Bernadheta Dian Saraswati/JIBI/Harian Jogja)

Kisah inspiratif mengenai keinginan menekan rentenir

Harianjogja.com, JOGJA — Kiprah BMT Beringharjo sebagai salah satu lembaga pembiayaan berbasis syariah tak lepas dari peran besar perempuan bernama Mursida Rambe. Dia adalah satu di antara tiga pendiri BMT Beringharjo yang bukan merupakan putri daerah tetapi justru berasal dari Sumatera Utara.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Rambe adalah perempuan asli Sumatera Utara yang pernah mengenyam pendidikan di Jogja. Pengalamannya hidup di Jogja cukup membuatnya terbuka terhadap persoalan yang ada. Saat itu, Rambe bersama dua temannya bernama Ninawati dari Sumatera Selatan dan Nadjeni dari Sumatera Barat, cukup terusik dengan adanya persoalan sosial yang tidak adil yang dialami pedagang Pasar Beringharjo.

Suatu ketika, mereka mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan tentang BMT di Bogor selama lima hari. Saat kembali ke Jogja, mereka kemudian merintis BMT dengan mengajukan modal ke dompet dhuafa sebesar Rp3 juta tetapi hanya terealisasi Rp1 juta.

“Modal sisanya adalah semangat,” kata Rambe saat mengisi program acara The Captain di Radio Starjogja FM, Senin (19/6/2017).

Dari Rp1 juta tersebut, Rp500.000 ia gunakan untuk persiapan yang meliputi pembuatan kartu nama, spanduk, dan brosur, sementara sisanya untuk modal pinjaman. Peralatan mesin tik dan armada motor diperoleh dari hasil pinjaman rekan di indekosnya.

Rambe mengatakan, semua serba terbatas tapi karena semangat yang luar biasa, lembaga ini berjalan dengan baik dan disambut  masyarakat dengan baik. Saat itu, nasabah pertamanya bernama Mariyem yang saat itu hanya meminjam Rp25.000. Dari modal Rp1 juta, saat ini aset BMT Beringharjo sudah mencapai Rp135 miliar dengan total pembiayaan Rp96 miliar dalam jangka waktu 23 tahun.

Rambe ingin agar keberadaan BMT Beringharjo mampu menekan peredaraan rentenir di masyarakat. Ingatan masa kecil akan kejamnya rentenir masih terus terngiang dalam ingatannya. Ia menceritakan, orang tua dari temannya pernah meminjam uang pada rentenir  Rp300.000 tetapi pinjaman itu akhirnya berujung pada penyitaan rumah karena tidak mampu membayar utang.

“Rentenir bisa ambil untung 10 sampai 30 persen. Kalau nggak bisa bayar sekarang lalu dilipatgandakan bunganya. Maka itu yang melatarbelakangi pendirian BMT ini. Pertama untuk edukasi syariah, kedua menekan gerak rentenir, dan ketiga sebagai pemberdayaan masyarakat,” tuturnya.

Meski pada satu sisi ingin menekan pergerakan rentenir tetapi di sisi lain ia pun juga belajar dari rentenir. Dari rentenir, ia bisa memahami kedisiplinan dan jiwa berkorban yang luar biasa.

“Mereka [rentenir] melayani dengan lebih mudah dan cepat. Mereka jam tiga malam sudah ada di pasar. Dari situ, saya memberi kemudahan dan kecepatan,” tutur Rambe.

Kegigihannya melawan rentenir dan memberikan pendampingan pada masyarakat telah mengantarkannya meraih beberapa penghargaan. Selain Kartini Award, ia juga pernah bersanding dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai penerima penghargaan  Tokoh Perubahan versi salah satu koran nasional.

“Entah apa yang bisa membuat saya bisa bersama bu Sri Mulyani. Beliau yang menguasai ekonomi makro sementara sini [Rambe] hanya mikro gurem,” tutur perempuan yang saat ini sudah berkeluarga dengan orang Jogja dan kini tinggal di Cebongan, Sleman ini.

Rambe kecil memiliki cita-cita menjadi guru. Namun menurutnya dengan menjadi seorang profesional di bidang keuangan mikro saat ini, bukan berarti cita-citanya itu tidak tercapai. Ia menilai, dengan bekerja di BMT, ia juga banyak menjadi pengajar dan memberi pelatihan pada mahasiswa sampai direktur.

Kiprahnya di dunia BMT menurutnya tak lepas dari peran orang tuanya. Meski tidak secara langsung tetapi nilai-nilai baik yang pernah ditanamkan dalam hidupnya saat kecil dulu bisa menjadi pegangannya dalam mendirikan BMT.

Sang ayah pernah memberi nasehat kepadanya dan sembilan saudara kandung yang lain. Dalam pesannya, sang ayah mengatakan bahwa tidak ada satu pun yang perlu ditakuti kecuali Tuhan. Sekarang ia baru menyadar bahwa hidup ada di bawah naungan Tuhan sehingga tidak perlu ada yang ditakuti, sekalipun itu manusia, sekalipun itu rentenir yang menjadi saingan BMT dan lembaga keuangan formal lainnya.

Sementara sang ibu lebih memberi tips saat menjadi perantau. “Jadilah ayam betina yang kamu mengalah tapi bukan mengalah. Selalulah berniat baik, dalam bekerja harus bersungguh-sungguh, dan selalu berdoa karena doa adalah pasrah dan tawakal,” tuturnya.

Perempuan yang menggambarkan dirinya sebagai sosok yang jujur, disiplin, sederhana, konsisten, dan tegas ini ingin agar BMT Beringharjo bisa berkembang ke seluruh daerah di Indonesia. Untuk saat ini, BMT Beringharjo yang berkantor pusat di Gamping ini tersebar di lima daerah di Pulau Jawa. Satu di Semarang dan Jakarta, empat di Jogja, dua di Bandung, dan sembilan di Jawa Timur. Ia menargetkan,
setidaknya pada 2020 nanti bisa menambah lima cabang lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya