SOLOPOS.COM - Dwi Kristianto, mantan pecandu yang ikut menggerakkan kampung anti narkoba di Tegalyoso, Banyuraden, Gamping, Sleman (JIBI/Harian Jogja/Sunartono)

Kisah inspiratif berikut datang dari mantan pencandu narkoba, Dwi Ari Kristianto.

Harianjogja.com, JOGJA-Bekas pecandu narkoba menjadi pionir pemberantasan narkoba di Dusun Tegalyoso, Banyuraden, Gamping, Sleman.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dusun Tegalyoso, Banyuraden, Gamping dipenuhi poster anti-narkoba. Masyarakat berusaha menunjukkan keseriusan mereka untuk mencegah peredaran narkoba. Pemerintah pun merekomendasikan Tegalyoso sebagai peserta lomba kampung anti-narkoba se-Kabupaten Sleman.

Dari sekian banyak penggerak, ada seorang mantan pecandu yang terlibat dalam program di dusun ini. Dia adalah Dwi Ari Kristianto. Pria berumur 50 tahun ini tidak asing di dunia gelap narkoba. Ia lekat dengan barang haram itu sejak 1977 hingga 2008.

Ekspedisi Mudik 2024

Beberapa waktu lalu, tim juri lomba kampung anti-narkoba singgah di Tegalyoso. Kristianto ikut mondar-mandir menjadi bagian dari juru kampanye anti-narkoba.

“Saya ikut kampanye ini karena tak ingin melihat generasi muda mati sia-sia akibat narkoba,” ujar pria beranak dua ini saat berbincang dengan Harianjogja.com.

Kristianto bersedekap sembari mengingat kisah kelamnya. Diawali ajak memancing seorang teman saat ia duduk di bangku SMP pada 1977. Saat itu dia ditawari merokok ganja sembari mengayunkan kail untuk mendapatkan ikan. Kris penasaran dan selanjutnya memberanikan diri mengeluarkan Rp500 untuk membeli tiga linting ganja.

Tanpa terasa waktu terus berganti dan Kris mengenal berbagai macam narkoba. Hampir semua jenis pernah dijajal mulai dari ekstasi hingga heroin. Sabu adalah konsumsinya tiap pekan kala itu. Selama berpuluh-puluh tahun sebagai pemakai ia tak pernah sekalipun tertangkap petugas.

“Tetapi nyaris tertangkap tiga kali, salah satunya di Purwanggan [Kota Jogja]. Saat saya datang tapi polisi sudah pergi,” kenangnya.

Banyak uang yang ia habiskan hanya untuk candu. Puncaknya, ia mendapati teman dekatnya meninggal karena narkoba. Tekad bulat untuk lepas pun kian kuat. Belum lagi banyaknya razia mulai 2005.

“Akhirnya pada 2008 saya berhenti mengonsumsi narkoba karena rasanya sudah sangat menyiksa keluarga,” kata pria yang sebelumnya tinggal di Badran, Kota Jogja ini.

Di Tegalyoso itulah Kris berusaha lepas dari narkoba. Tiap pagi ia mencari aktivitas seperti menyapu di sekitar rel kereta api. Banyak orang mengira ia gila. Hingga perlahan mulai aktif di organisasi kampung, termasuk menjadi pengurus koperasi sampai menjadi bagian dari penggagas kampung anti-narkoba.

“Setelah rapat bersama RW kemudian saya ikut dalam bagian kampanye ini,” ujarnya.

Sebagai pionir dalam membentuk kampung anti-narkoba, Kristianto mengakui pentingnya membina remaja agar tidak terdampak narkoba. Keluarga menjadi faktor utama membebaskan anak agar tidak terjerumus ke narkoba.

Salah satu modal berharga dusun ini dalam menahbiskan diri sebagai kampung anti-narkoba adalah kekompakan remaja. Pekan lalu, tak kurang dari 30 remaja bermain outbound sederhana Mereka membuat lingkaran bersama kemudian bermain saling menebak dan bekerja sama.

Para pemuda dusun ini juga memiliki grup teater. Aktivasi pemuda rupanya menjadi solusi bagi dusun ini untuk mencegah narkoba masuk.

“Kami berusaha menciptakan lingkungan positif,” ungkap Ipung, koordinator outbound Dusun Tegalyoso.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya