SOLOPOS.COM - Rujito mengangkat seekor penyu dewasa di kolah Forum Konservasi Penyu Bantul (FKPB), Pantai Samas, Desa Srigading, Kecamatan Sanden. Penyu itu dia rawat setelah kedua kakinya diamputasi karena mengalami luka akibat terkena jaring nelayan. Jumat (4/11/2016) (Irwan A. Syambudi/JIBI/Harian Jogja)

Kisah inspiratif mengenai pelestari penyu.

Harianjogja.com, BANTUL — Rujito punya mimpi Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang besar, tanpa ada korupsi dan alamnya lestari. Bagi dia lebih baik tidak pandai dari pada tidak tahu malu. Jika tahu malu maka tidak akan memakan apa yang bukan menjadi haknya. Jika tahu malu maka dia akan menjaga alam berserta isinya yang diberikan Tuhan. Menjaga keseimbangan alam, menjaga kepunahan hewan langka seperti penyu sudah menjadi pekerjaan Rujito.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sudah lebih dari 15 tahun belakangan, Rujito ,55, mendedikasikan hidupnya untuk merawat penyu dan tukik di sebuah kelompok konservasi penyu di Pantai Samas, Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Bantul. Dia merupakan Kordinator Forum Konservasi Penyu Bantul (FKPB), berkat ketekunanya itu dia bahkan telah dua kali mendapatkan penghargaan Kalpataru, pada 2007 dan 2016. Dan lebih dari 21 penghargaan lainya telah dia terima.

Pria yang hanya menamatkan pendidikanya pada jenjang SMA ini tahu betul puluhan penghargaan itu bukan hanya untuk dirinya. Menurutnya semua penghargaan yang selama ini diterima merupakan peran seluruh masyarakat, nelayan, dan khususnya semua anggota FKPB. Dia mengaku meskipun hasil yang didaptkanya tidak seberapa, semangatnya untuk melestariakan penyu tak pernah surut.

Selepas pulang melaut, menimbang dua ekor ikan seukuran paha orang dewasa, pria yang rambutnya sudah mulai beruban itu berjalan menuju sebuh bangunan semi permanen tak jauh dari rumahnya. Bangunan yang terdiri dari dua atap terpisah masing-masing berukuran 15 meter persegi itu terdapat enam kolam yang diperuntukan bagi penyu dan tukik.

Hanya ada dua kolam terisi air, satu kolam berisi satu ekor penyu dewasa. Rujito menyeburkandiri ke kolam yang terisi air setinggi sekitar 30 centimeter, dia lalu memegang tempurung penyu, kemudian mengangkatnya. Rujito memperlihatkan penyu dewasa yang telah kehilangan dua kaki depanya itu. “Ini sudah diamputasi dan lukanya sudah tertutup,” ujarnya, Jumat, (4/11/2016).

Satu-satunya penyu dewasa yang sedang dalam kolam itu awalnya ditemukan oleh nelayan sekitar. Saat diserahkan ke kelompk konservasi kedua kaki depanya mengalami luka akibat terkena jaring nelayan. Karena lukanya terlalu parah dan perlahan membusuk, kedua kakinya lalu diamputasi.

Rujito bercerita ketika masih muda, dia juga kerap kali menagkap penyu. Dia pun mengakui sebelumnya merupakan seorang pemburu penyu, terlebih kala musim paceklik dan susah mendapatkan ikan. Jalan satu-satunya untuk mencari penghasilan adalah berburu penyu. Puluhan penyu dia tangkap dan dijual untuk dikonsumsi, begitu juga telur penyu yang dia jual pada konsumen luar negeri.

“Dulu dapat penghasilan lumayan dari jual penyu dan telurnya. Rata-rata pembelinya itu dari luar negeri, dari Jepang, Tingkok, Dan Arab juga ada. Mereka percaya telur penyu itu bisa meningkatkan stamina,” ungkapnya.

Kebiasanyanya sebagai seorang pemburu baru terhenti ketika bertemu seorang mahasiswi yang sedang melakukan kerja praktek. Seorang mahasiswi tersebut mengetahui Rujito sering memburu penyu dan dijual ke luar negeri.

“Kalau diburu terus lama-lama akan  habis. Yang menikmati orang luar negeri,” kata Rujito menirukan mahasisi itu.

Perkataan itu benar-benar membekas dibenak Rujito. Dia merenung, menghitung puluhan pernyu yang sudah dia tangkap dan jual ke luar negeri. Di satu titik masa perenunganya Rujito benar-benar sadar bahwa yang dilakukanya selam ini salah. Ingin menebus kesalahanya, dia berkomitmen untuk membuat sebuah korservasi penyu.

Pada 21 Januari 2001 konservasi penyu resmi beriri. Berbagai bantuan datang dari semua kalangan setelah berdirinya konservasi sederhana yang dia dirikan bersama dengan FKPB. Terakhir saat tempat konservasi lenyap akibat abrasi hebat pada 2013, FKPB segera mendapatkan bantuan dari sejumlah perusahaan baik swasta ataupun milik negara.

Kini Rujito ingin mendedikasikan sisa hidupnya untuk melestariakn penyu menebus kesalahan masa lalunya, dan ingin bermanfaat bagi dunia pendidikan. Sebab tak jarang mahasiswa atau pelajar datang ke tempat konservasi untuk belajar tentang kehidupan penyu. Dia pun mengaku tak akan menarik bayaran bagi mereka yang ingin melihat atau belajar tentang penyu.

“Tukik dan penyu yang ada itu bukan milik saya, milik orang yang peduli, milik kita bersama, saya tidak akan menarik uang untuk mereka yang ingin melihat atau melepas tukik kembali ke laut,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya