SOLOPOS.COM - Dua mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Aliana Fitri (kiri) dan Meiska Yusron Karmila (kanan) membantu siswa Kelas IV SLB Negeri Semarang, Adi Rafa Nugroho (tengah), memainkan alat peraga pendidikan puzzle Braille di ruang guru SLB Negeri Semarang, Selasa (16/8/2016). (Imam Yuda Saputra/JIBI/Semarangpos.com)

Kisah inspiratif kali ini datang dari lima mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang yang menciptakan alat peraga pendidikan berupa puzzle braille untuk siswa penyandang tuna netra.

Semarangpos.com, SEMARANG – Adi Rafa Prayoga, terlihat diam di ruang guru Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Semarang, Meteseh, Tembalang, Kota Semarang, Selasa (16/8/2016) siang. Meski tampak terdiam, kedua tangan siswa penyandang tuna netra ini terlihat tak berhenti sama sekali.

Promosi Jangkau Level Grassroot, Pembiayaan Makro & Ultra Mikro BRI Capai Rp622,6 T

Saat itu, Rafa—sapaan siswa kelas IV SLB Negeri Semarang itu—tampak sibuk mengutak-atik kepingan-kepingan kayu yang tergeletak di meja depannya. Kepingan-kepingan kayu itu tak lain adalah puzzle yang merupakan kreasi lima mahasiswa Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Meiska Yusron Karmila, Alania Fitri, Dana Bestari, Nicho Alinton Sianipar, dan Saktiari Marieta.

Kelima mahasiswa Undip ini semula tak menyangka bisa membuat alat peraga pendidikan bagi siswa penyandang tuna netra yang menjadi kisah inspiratif ini. Awalnya, mereka hanya mengikut tugas kuliah untuk membuat sebuah kreasi untuk Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang digelar Dirjen Dikti di kampus mereka.

Karena puzzle itu memungkinkan dimanfaatkan penyandang tuna netra, mereka menyebut alat peraga pendidikan itu sebagai puzzle Braille, layaknya aksara yang diciptakan Louis Braille. “Setelah kami pikir-pikir, kemudian muncul ide untuk membuat puzzle Braille. Alhamdulliah proposal kami terkait pembuatan puzzle braille ini disetujui oleh Dikti,” ujar salah satu pencetus puzzle braille itu, Meiska, saat dijumpai Semarangpos.com di SLB Negeri Semarang, Selasa (16/8/2016).

Meiska mengaku ide pembuatan puzzle ini muncul dari kegemaran kelompoknya yang acap kali menyambangi sekolah-sekolah berkebutuhan khusus di Semarang. Dari situlah, kemudian tercetus membuat alat peraga pendidikan berbentuk puzzle yang bisa dimainkan para siswa berkebutuhan khusus, terutama penyandang tuna netra.

Berbeda dengan puzzle pada umumnya, puzzle buatan para mahasiswa Undip ini memang dikhususkan bagi para penyandang tuna netra. Hal ini tak lain karena di tiap kepingan puzzle itu dibubuhi huruf Braille. Hal itu dibuat untuk memudahkan para siswa penyandang tuna netra untuk menyusun kepingan-kepingan puzzle itu dengan tepat.

“Jadi selain sebagai permainan, puzzle ini juga bisa membantu para siswa tuna netra dalam melatih kemampuan meraba dan membacanya. Sehingga untuk memainkan alat ini, para siswa harus bisa membaca huruf Braille,” sambung mahasiswa Undip lainya, Dana Bestari.

Sementara itu, Rafa mengaku senang bisa memainkan puzzle Braille itu. Ia mengaku awalnya memainkannya cukup susah, namun lambat laun ia bisa menyelesaikan permainan itu dengan lancar. “Senang bisa main puzzle ini karena bisa sekalian belajar membaca,” ujar Rafa.

Terpisah, salah seorang guru di SLB Negeri Semarang, Suhadi, mengaku alat peraga pendidikan puzzle Braille buatan para mahasiswa Undip itu sangat bagi para siswa penyandang tuna netra. Selain bisa sebagai alat bermain, puzzle Braille juga bisa melatih kemampuan membaca sekaligus ketelitian para siswanya.

“Membaca Braille itu butuh kesabaran dan ketelitian. Para siswa SLB di sini saja belum semuanya lancar dalam membaca Braille. Jadi dengan adanya alat ini jelas sangat membantu karena anak-anak jadi lebih bersemangat untuk melatih kemampuan membacanya,” ujar Suhadi.

Kendati demikian, Suhadi mengaku puzzle Braille itu perlu lebih disempurnakan. Salah satunya, yaitu dengan membubuhi huruf Braille pada bingkai puzzle.

“Kalau saat ini kan huruf braillenya hanya ada di tiap kepingan puzzle. Kalau bisa perlu disempurnakan lagi dengan membubuhi huruf braille di bingkainya. Jadi saat anak-anak berhasil menyusun puzzle itu, mereka bisa mengoreksi sendiri dengan membaca huruf braille yang ada di bingkai,” imbuh Suhadi.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya