SOLOPOS.COM - Harsoyo, bakul buku kliping legendaris di Kota Solo. Foto diambil Rabu (15/12/2021). (Solopos/Chelin Indra Sushmita)

Solopos.com, SOLO – Kisah inspiratif kali ini tentang sosok Harsoyo, seorang penjual buku kliping legendaris yang sudah eksis selama 37 tahun di Kota Solo, Jawa Tengah. Pria berusia 72 tahun yang tinggal di Purwosari, Kota Solo, masih setia dengan usaha kliping yang dijalaninya sejak muda.

Dulu, Harsoyo menjajakan buku kliping hasil buatannya di tepi Jl Slamet Riyadi Solo, tepatnya 100 meter arah barat dari Pasar Purwosari. Namun akibat proyek pembangunan Flyover Purwosari, lapaknya harus pindah ke area Pasar Jongke selama setahun belakangan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Akan tetapi, pandemi Covid-19 yang merebak di Kota Solo membuat dagangan Harsoyo sepi pembeli. Dia akhirnya memutuskan membuka lapak di rumahnya, di belakang Pasar Purwosari.

Baca juga: Teh Oplosan Disebut Sebagai Jantungnya Kuliner Kota Solo, Setujukah?

Rumah sederhana itu dihuni Harsoyo bersama anak bungsu dan cucunya. Di bagian depan rumah dipakai untuk etalase warung kelontong. Jangan khawatir tersesat, karena di bagian depan rumah terdapat plang kliping yag dipasang Harsoyo.

Pada Rabu (15/12/2021) malam saat hujan rintik-rintik, Solopos.com menemui Harsoyo di rumahnya. Pria tua berusia 72 tahun itu sangat bersemangat menceritakan pengalamannya menjajakan buku kliping selama 37 tahun terakhir.

Harsoyo mengatakan peminat buku kliping di Kota Solo pada zaman modern ini masih cukup banyak. Dia sudah memiliki pelanggan tetap di berbagai wilayah.

“Dari dulu sampai sekarang banyak pelanggannya. Saya pernah kirim buku kliping sampai ke Lombok,” katanya kepada Solopos.com.

Baca juga: Setengah Abad Pasar Awul-Awul Gilingan Solo Bertahan dan Diburu Warga

Awal Mula

Berjualan buku kliping adalah suatu kebetulan yang membawa berkah bagi sarjana muda lulusan Institut Jurnalistik di Pasar Nongko, Solo. Sebelumnya, teman seangkatan Arswendo Atmowiloto itu pernah bekerja sebagai pegawai Perhutani Solo.

“Dulu saya pernah bekerja di Perhutani. Tapi, delapan tahun kontrak terus, akhirnya memilih usaha lain saja sampai akhirnya jualan buku kliping,” sambung dia.

Proses penjualan buku kliping ini diawali saat anaknya mendapatkan tugas untuk mengkliping surat kabar. Pria yang memiliki keberaksaraan tinggi itu pun dengan mudah menyusun kliping untuk memenuhi tugas sang anak di sekolah.

“Awalnya anak saya sekolah dikasih tugas ngeliping koran. Terus hasilnya bagus, ada temannya lihat dan kemudian minta tolong dibuatkan. Dari situ akhirnya banyak yang pesan buku kliping ke saya. Jadilah sampai sekarang saya jualan buku kliping,” kenang Harsoyo.

Baca juga: Berburu Buku Langka di Pasar Buku Bekas Alun-Alun Utara Solo yang Kian Lesu  

Sampai saat ini Harsoyo masih setia dengan usaha berjualan buku kliping. Total dia memiliki 217 koleksi buku kliping dengan berbagai tema yang siap dijual. Harga satu buku kliping itu dibanderol mulai Rp60.000 dan paling mahal Rp110.000.

Ada 11 koran yang dia pakai untuk mengkliping. Mulai dari Kompas, Republika, Solopos, Kedaulatan Rakyat, dan lainnya. Khusus untuk tema kebudayaan dia memilih artikel dan berita dari Kedaulatan Rakyat dan Solopos.

“Sampai sekarang masih banyak yang cari buku kliping. Dulu harganya per lembar Rp25 dan sebuku Rp1.000. Kalau sekarang Rp60.000-Rp110.000. Sehari satu orang ya ada. Apalagi saya tidak ada saingannya. Banyak orang cari di kios buku bekas, tapi selalu diarahkan ke sini,” katanya sambil terkekeh.

Baca juga: Bak Permata, Minat Wong Solo Terhadap Barang Rongsokan Ternyata Tinggi

Pendapatan

Dari hasil berjualan buku kliping di Solo, Harsoyo berhasil menyekolahkan lima anaknya sampai ke bangku kuliah. Baginya mengumpulkan koran bekas di agen rongsokan dan memilah tulisan di dalamnya menjadi buku kliping adalah kegiatan yang menyenangkan.

“Saya dari dulu memang suka membaca dan menulis. Bagi saya mengumpulkan rongsokan koran seperti ini seperti mencari mutiara. Barang bekas itu masih bernilai, bahkan mahal,” tutup dia.

Baca juga: 8 Tempat Wisata Menarik di Kota Solo, Ada yang Gratis dan Berbayar

Kini Harsoyo tidak lagi membuka lapak di Pasar Jongke maupun di tepi Jl Slamet Riyadi. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah untuk menunggui warung dan berjualan buku kliping. Gerobak legendaris yang menemani perjalanannya pun masih ada.

“Sekarang jualan di rumah saja, kalau ke Jongke enggak nutup ongkosnya. Jualan di sini saja, sudah banyak yang tahu saya tinggal di sini. Kalau butuh buku kliping ke rumah saja,” tandas warga Jl Parangkusumo, Sondakan, Laweyan, itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya