SOLOPOS.COM - Manusia silver dan badut jalanan mengamen di lampu merah kawasan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Kartasura, Sukoharjo, Minggu (6/2/2022). (Solopos-Candra Putra Mantovani)

Solopos.com, SUKOHARJO — Aksi manusia silver dan badut jalanan yang mengamen di jalanan menjamur selama pandemi Covid-19, salah satunya di wilayah Sukoharjo. Fenomena tersebut kerap dilihat Solopos.com ketika menjelajah di sejumlah jalan raya di kawasan Sukoharjo beberapa bulan terakhir.

Pada Minggu (6/2/2022), Solopos.com kembali menemukan belasan manusia silver dan badut jalanan yang meminta-minta atau mengamen di lampu merah. Di antaranya yang paling banyak berada di lampu merah Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Kartasura, Sukoharjo.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Siang itu, sekitar pukul 14.00 WIB, sejumlah orang di persimpangan UMS terlihat sangat mencolok karena warna kulit mereka yang sebagian berwarna silver dan putih. Mereka yang awalnya di tepi kios-kios langsung turun di jalan ketika lampu lalu lintas berubah warna merah.

Baca juga: Gegara Beri Manusia Silver Rp1.000, 3 Warga Sleman Didenda Rp50.000

Mereka ada yang sebagian hanya diam di tepi jalan dengan menyodorkan kotak kardus dan ada juga yang berjalan menghampiri masing-masing pengguna jalan dengan kotak yang dipegangnya tanpa berbicara sepatah kata pun.

Siang itu, setidaknya ada delapan orang mengamen sembari berdandan sebagai badut dan manusia silver di simpang UMS. Solopos.com berbincang dengan para manusia silver dan badut lampu merah tersebut terkait alasan mereka melakoni pekerjaan itu meskipun tahu dilarang oleh Perda.

Salah satu manusia silver, Haris, mengaku terpaksa melakoni pekerjaan tersebut lantaran buntu tak kunjung mendapatkan pekerjaan baru setelah di-PHK dari pekerjaan lamanya sebagai tukang las enam bulan lalu. Dia yang sudah berkeluarga dan memiliki anak yang masih kecil mengaku mengambil pekerjaan tersebut lantaran terdesak kebutuhan ekonomi.

Baca juga: Manusia Silver dan PGOT Jl Solo-Jogja Klaten Diciduk Satpol PP

“Awalnya saya itu tukang las. Saya ikut orang saat itu. Tapi enam bulan lalu kan PPKM, bisnis las bos saya pendapatannya anjlok dan saya tidak bisa bekerja lagi. Saya bingung ke sana ke mari tidak ada pekerjaan. Setelah itu ada yang kenalan yang mengajak saya untuk menjadi manusia silver dan saya coba dan akhirnya tetap saya lakoni hingga sekarang,” ucap dia.

Setiap harinya Haris mengaku melakoni pekerjaan manusia silver tanpa diketahui tetangga maupun teman dekatnya. Dia memutuskan melakoni pekerjaan itu untuk menyambung kebutuhan hidup hingga nanti mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

“Saya jujur saja sebenarnya malu. Istri saya juga sudah saya beri tahu, kalau ada tetangga atau teman yang bertanya bilang saja saya kerja serabutan. Saya kalau sudah ada pekerjaan yang lebih baik ya maunya berhenti. Siapa sih orang yang nyaman kerja seperti ini kucing-kucingan dengan Satpol PP,” papar dia.

Bikin Kulit Gatal

Dari pekerjaannya sebagai manusia silver, Haris mengaku bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Menurutnya, rata-rata pendapatan sebagai manusia silver mencapai Rp100.000 per hari. Namun, Haris juga menegaskan tak memiliki rencana melakoni pekerjaan ini terus menerus.

“Modalnya irit, beli cat air warna silver sekaleng bisa untuk sebulan. Tapi ya itu bikin kulit gatal. Walau hasilnya lumayan, saya tidak mau terus begini. Ini saya daftar ojol, kalau sudah disetujui saya mau berhenti jadi manusia silver,” imbuh dia.

Senada diungkapkan Yusuf yang mengamen sebagai badut joker di lokasi yang sama. Dia yang sebelumnya juga berprofesi sebagai tukang las mengaku terpaksa menjadi badut lampu merah karena tidak ada pekerjaan pasca dipecat. Yusuf mengaku nekat melakukan pekerjaan tersebut karena desakan ekonomi.

Baca juga: 2 Sindikat Perdagangan Manusia PGOT Terbongkar di Sukoharjo

“Ya mau bagaimana lagi, saya punya istri dan dua anak masih kecil-kecil. Saya tidak punya pekerjaan tapi perut anak dan istri saya adalah tanggung jawab saya. Setidaknya pekerjaan ini [badut lampu merah] halal. Daripada saya berakhir menjadi kriminal karena harus mencuri lebih baik saya menjadi badut jalanan,” papar dia.

Sama dengan Haris, Yusuf mengaku tak berencana melakoni pekerjaan tersebut dalam waktu lama. Dia menunggu adanya pekerjaan lebih baik untuk bisa melepas atribut badut jalanannya.

“Kalau saya ada kesempatan pekerjaan yang lebih baik, tentu saya lebih memilih pekerjaan itu. Saya tidak mau juga menjadi badut jalanan seperti ini terus-terusan. Semoga ada jalan keluar karena pandemi ini saya benar-benar susah cari pekerjaan,” ungkap dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya