SOLOPOS.COM - Rudy Adiyanto (Solopos.com/Chrisna Chanis Cara)

Solopos.com, SOLO —  Rudy Adiyanto, 54, merupakan satu dari sekian banyak guru di Kota Solo yang mendapat guyuran tunjangan sertifikasi sejak 2012 silam. Gaji plus tunjangan yang sangat layak membuat kesejahteraan guru PNS seperti Rudy meningkat. Saat sebagian besar guru mengubah gaya hidup setelah diguyur tunjangan sertifikasi, Rudy memilih tetap hidup bersahaja.

“Bapak, motore kok ora ganti-ganti taLiyane wis dha ganti mobil lho. [Bapak, motornya kok tidak ganti-ganti sih. Yang lain sudah ganti naik mobil lho]”. Olok-olok itu hingga kini masih terkenang di benak Rudy Adiyanto saat ada yang mengajaknya ngobrol tentang motor kesayangannya, Honda Astrea Prima.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Motor jadul itu memang masih setia menemani Rudy mengajar di SMAN 6 Solo dari tahun 1997 hingga saat ini. Hampir setiap hari Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Tata Usaha SMAN 6 yang juga guru Matematika ini menaiki Prima dari rumahnya di Bekonang menuju sekolah.

Baca Juga: Dana Sertifikasi Terkucur, Kemampuan Guru Belum Meningkat

Guyuran tunjangan sertifikasi yang didapat sejak 2012 tak membuat guru berusia 54 tahun itu hidup bermewah-mewah. Rudy pun tak berniat mengubah gaya hidupnya saat menjabat Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan tahun 2014-2016 dan 2019-2021.

Hari itu, Rabu (24/11/2021), dia naik sepeda motor pinjaman karena Honda Prima kesayangannya sedang diservis. “Lha bedane apa [motor dengan mobil]? Guru yang diukur kinerja. Saya mencari keberkahannya saja,” ujar Rudy kepada sang rekan kala itu.

Sosok guru teladan yang digambarkan dalam lagu Iwan Fals, Oemar Bakrie, terlihat pada diri Rudy. Jika dahulu pengajar lekat dengan sepeda kumbang sebagai alat transportasi, kini jamak ditemui halaman parkir sekolah penuh dengan mobil para guru.

Baca Juga: Guru Sering Bolos, Cabut Saja Tunjangan Sertifikasinya

Gaji plus tunjangan yang sangat layak membuat kesejahteraan guru PNS meningkat. Namun Rudy memilih tetap hidup bersahaja. “Motor Prima saya ini bandel, jarang sekali mogok. Pokoknya pancal mubal,” ujar Rudy sambil tersenyum.

Guru yang mengabdi di SMAN 6 sejak 1994 itu mengaku tak pernah kepikiran membeli barang konsumtif dengan sertifikasi. Dia memilih mengalokasikan sebagian besar dana tersebut untuk pendidikan empat anaknya.

Satu anaknya baru saja lulus kuliah, dua anak masih kuliah, sedangkan anak bungsu di jenjang SMA. “Yang penting bagi saya anak, saya ingin mereka semua sukses. Saya enggak kepikiran nyicil kendaraan atau beli barang mewah,” kata dia.

Selain kesederhanaan, kedisiplinan Rudy sudah sangat dikenal di kalangan warga SMAN 6. Jebolan Rindam IV Diponegoro Magelang itu selalu sudah sampai di sekolah sejak pukul 06.00 WIB. Sambil menunggu pembelajaran, dia mengambil pel dan sapu untuk membersihkan lorong-lorong kelas.

Baca Juga: Hari Guru, Para Pendidik Diminta Kembali Hidup Sederhana

Tak jarang dia membantu petugas kebersihan mencabuti rumput dan merawat taman. Sikap rajinnya itu kadang membuat petugas menjadi tak enak hati. “Saya berulangkali bilang sama mereka, tidak perlu pekewuh kalau Pak Rudy ikut resik-resik. Saya lakukan itu dengan ikhlas, bukan untuk merecoki pekerjaan njenengan [petugas kebersihan],” ujar Rudy yang sempat enggan menceritakan kesehariannya kepada Solopos.com.

Sosok pendidik sejati semakin lekat pada diri Rudy dengan sikapnya yang humanis. Meski sempat mengenyam pendidikan militer, dia selalu mengutamakan pendekatan personal pada anak didiknya yang memiliki masalah. Alih-alih memberi hukuman, Rudy tak segan memberi penghargaan bagi siswa yang mengakui kesalahannya.

Pehobi burung ini juga kerap melakukan home visit untuk mengurai masalah siswa. Pagi itu Rudy sempat meluncur ke rumah siswa di Nogosari, Boyolali, karena anak itu tidak menghadiri tes. “Ternyata ada problem keluarga. Alhamdulillah bisa langsung diselesaikan dan anak bisa ikut ujian.”

Baca Juga: Pakai Semangat Hari Guru, SMP Negeri 7 Solo Implementasikan Merdeka Belajar

Dia meyakini seorang pendidik harusnya tak terbatas jam kerja dalam memberi layanan. “Ini masa-masa rawan bagi siswa karena pengawasan berkurang selama pandemi. Butuh guru berdedikasi untuk menghasilkan sosok siswa tangguh dan mandiri di masa depan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya