SOLOPOS.COM - Bisma Tri Nur Huda digendong ibunya Sukartini, 31 (kanan), didampingi kakeknya, Adi Witarjo, 63 (kiri) (HARIAN JOGJA/YODIE HARDIYAN)

Bisma Tri Nur Huda digendong ibunya Sukartini, 31 (kanan), didampingi kakeknya, Adi Witarjo, 63 (kiri) (HARIAN JOGJA/YODIE HARDIYAN)

Keluarga tidak pernah menyangka, Bisma Tri Nur Huda, bayi yang kini berusia tujuh bulan, didiagnosis terkena virus rubella, suatu virus yang dapat menyebabkan campak dan bisa menyerang saraf. Mata, jantung dan telinga Bisma kini terganggu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bayi pasangan Sukartini 31 dan Sumardiyo, 37, warga Dusun Sawah RT 04, Desa Krambil Sawit, Kecamatan Saptosari, Gunung Kidul harus menjalani serangkaian perawatan. Bisma akan mengikuti operasi, namun sejumlah biaya menjadi persoalan tersendiri.

Keluarga mengaku sampai berhutang kepada tetangga demi kesembuhan Bisma. Sejauh ini belum ada perangkat negara yang datang menjenguk atau memberikan bantuan kepada keluarga Bisma. Bayi malang ini sedang menghadapi hari-hari yang berat.

Ekspedisi Mudik 2024

Cerita ini berawal dari kehamilan ketiga Sukartini. Sekitar Agustus 2010 atau usia dua bulan kandungan, Sukartini mengaku tidak begitu sehat. Dia lemas dan muntah-muntah. Sukartini sempat diopname selama dua hari dua malam di Rumah Sakit Nur Rohmah, Playen, Gunung Kidul.

Setelah itu, kondisi Sukartini berangsur membaik. Pada 20 Maret 2011, Sukartini melahirkan bayi yang dikandungnya itu. Bayi laki-laki tersebut diberi nama Bisma Tri Nur Huda. Suami Sukartini, Sumardiyo, adalah seorang petani. Ketika umurnya memasuki empat bulan, Bisma mengalami flek paru-paru. Kondisi kesehatan itu diketahui setelah Bisma dibawa ke seorang dokter spesialis anak di Wonosari. Bisma sering muntah-muntah, batuk dan demam. Keluarga juga disarankan dokter tersebut membawa Bisma ke dokter mata.

“Kata dokter, matanya Bisma enggak begitu berfungsi,” kata Sukartini ketika ditemui Harian Jogja di rumahnya beberapa waktu lalu. Ketika itu Bisma sudah memasuki umur lima bulan. Keluarga panik. Bisma disarankan ke Rumah Sakit Mata Dr. Yap di Jalan Cik Di Tiro, Kota Jogja.

Dokter yang memeriksa Bisma, ujar Sukartini, mengatakan bayi laki-laki itu terkena virus rubella. Penglihatannya terganggu. Biaya operasi yang dibutuhkan untuk satu mata saja sebesar Rp9 juta. Padahal, mata Bisma yang terganggu itu dua-duanya.

“Bisma lalu dirujuk ke Sardjito. Terus diperiksa ternyata jantung Bisma ada kelainan, telinganya juga nggak sehat,” kata Sukartini. Sebelum itu, Bisma sempat mengikuti rontgen, rekam jantung dan darahnya diperiksa di laboratorium darah. Lanjutnya, Bisma diduga terkena virus rubella sejak di dalam kandungan.

“Sampai 10 kali ke Sardjito. Pertama periksa mata. Kedua lab darah. Ketiga konsultasi di dokter spesialis anak,” kata Sukartini. Saking seringnya ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito, Sukartini sampai tidak begitu ingat dengan agenda pemeriksaan yang telah dijalani Bisma.

Keluarga mengaku menggunakan kartu Program Keluarga Harapan (PKH) untuk mengobati Bisma. PKH adalah suatu program dari Departemen Sosial yang ditujukan untuk Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang salah satu tujuannya meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan.

“Kami enggak punya jamkesmas [jaminan kesehatan masyarakat], kami juga nggak tahu kenapa nggak dapat,” kata Sukartini. Meski biaya pengobatan dapat terbantu dengan kartu PKH, namun biaya transportasi menjadi persoalan tersendiri.

Setiap kali hendak memeriksakan Bisma ke RSUP Dr Sardjito di Sleman, keluarga harus menyewa mobil seharga Rp300.000 sehari (pulang-pergi). Biaya sebesar itu tidaklah kecil bagi keluarga Sukartini. Kadang keluarga harus sampai utang agar bisa mendapatkan uang sebesar itu. Semua itu demi Bisma.

Belum lagi jika Bisma harus kontrol rutin ke dokter spesialis anak di Wonosari. Keluarga harus mengeluarkan uang sebesar Rp150.000 juga untuk menyewa mobil. Uang yang dikeluarkan belum termasuk biaya jasa dokter dan obat.

“Bisma enggak boleh kena angin dan debu. Bisma harus rutin kontrol berat badannya juga,” kata Sukartini. Berat badan Bisma pada awalnya hanya 4,6 kilogram, yang dinilai cukup ringan. Berkat obat yang diminum rutin, berat badan Bisma bisa mencapai 6,5 kilogram sekarang.

Menurut Sukartini, Bisma diusahakan untuk mengikuti operasi secepatnya. Tapi dia belum tahu apakah kartu PKH yang dimilikinya dapat digunakan untuk meringankan biaya operasi. Yang dia tahu adalah bagaimana Bisma dapat segera sembuh dan tumbuh seperti anak-anak sehat lainnya.

“Katanya setelah operasi Bisma harus kontrol seminggu tiga kali untuk periksa mata, jantung dan telinganya. Kontrol itu sampai dia dewasa [sampai berumur 18 tahun],” kata Sukartini.(Wartawan Harian Jogja/Yodie Hardiyan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya